Arrgghhh, urusan memutuskan dan memilih terkadang adalah hal yang paling sulit. Ingin rasanya melempar dadu dan bermain tebak-tebakan dengannya, sehingga kita cukup menerima apa yang muncul darinya.
Kotak pandora yang berisi misteri asmara ini sungguh meresahkan. Pasalnya, siapa yang tak mau menjalin ikatan dengan orang yang tepat, yang menerima kita apa adanya, dan menjalin hubungan romansa bagai di film-fillm. Di sisi lain, kita juga takut memilih orang yang salah, kita takut menyesal dengan pilihan yang kita buat. Takut apabila setelah memilih, ternyata dia tidak seperti yang kita angankan, tidak sesuai ekspektasi, bahkan berbeda dengan citra yang biasanya ia tampilkan sebelum ikatan itu terjalin.
Ternyata, menikah bukan tentang memilih. Tapi tentang menerima. Menerima dia apa adanya, menerima kekurangannya, dan mensyukuri apa kelebihannya. Menerima kecerewetannya yang kadang membuat hati ini jengkel, menerima kecerobohannya yang tidak peka ketika kita kerepotan, dan lainnya.
Mungkin, jika itu semua dibalut dengan ikrar cinta sesungguhnya, kita akan sebagian menerima seperti apa ia adanya. Tak heran mengapa salah satu guru menyatakan bahwa, pernikahan itu harus diawali cinta (mawaddah), maka setelahnya ada rasa sayang, rasa ingin menjaga, rasa ingin melindungi, rasa ingin memberikan yang terbaik untuknya, itulah warohmah (rohmah). Di akhir, kita akan menemukan ketenangan dan ketentraman (sakinah).
Tapi sampai saat ini, penulis belum ingin memulai drama asmara.Â
Ada tanggung jawab lain yang perlu diemban, ada pengalaman yang belum diarungi. Tapi cukup sendiri, tanpamu yang Allah masih sembunyikan namanya dalam rahasia Lauh Mahfudz.
Ini adalah cerita pihak ketiga, penulis memposisikan diri sebagai orang lain. Maafkan apabila terdapat beberapa sudut pandang yang kadang bertentangan.
Bandung Barat, 04 Agustus 2022
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H