Mohon tunggu...
Mang Free
Mang Free Mohon Tunggu... Penulis - Kadar Pok, Kudu Pek

Mahasiswa Tadris Matematika UIN Maulana Malik Ibrahim Malang

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Adakah Siswa Bodoh? Uh Mustahil, Yuk Kita Cari Tahu

18 Maret 2019   15:10 Diperbarui: 18 Maret 2019   16:58 120
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar diadopsi dari kabarsumbawa.com

"Ah ngapain belajar dan sekolah, dimarahin terus sama guru, mendingan main atau kerja " seru salah satu teman sekolahku sambil menikmati gorengan di kantin sekolah. Memang benar bahwa dia sering dimarahin oleh guru-guru, baik karena cara bicara, masalah pakaian, keseriusan belajar atau nilai ulangan yang selalu jelek, apalagi dalam bidang matematika. Namun, apakah benar bahwa dia adalah siswa yang bodoh ?

Seringkali kita hanya memandang kepintaran seseorang hanya dalam ruang lingkup pendidikan formal saja, sehingga beranggapan bahwa orang-orang yang tidak memiliki peringkat dan nilai bagus adalah orang yang bodoh. Padahal tuhan telah menciptakan manusia dengan bidangnya (passion) masing-masing. 

Sehingga antara satu dengan yang lain saling membutuhkan, saling membantu dan berinteraksi. Lantas, bagaimana kita dapat mengetahui bakat/passion seseorang? pasalnya sering kali bakat seseorang tersembunyi dan muncul ketika sudah dewasa dan berimbas pada pencapaian yang kurang optimal karena kurangnya pengalaman dan pendalaman dalam bakat tersebut.

Hal ini dapat diterapkan ketika menghadapi suatu masalah, contohnya adalah permasalahan salah satu teman penulis sebagaimana ungkapan di atas. Di sekolah, dia adalah siswa yang di judge sebagai siswa paling nakal dan sering mengalami remidial dalam setiap ulangan. Lantas apakah dia benar-benar bodoh ?

Setelah melakukan beberapa pendekatan oleh guru BK dan guru-guru mata pelajaran lainnya melalui jalan asesmen dan diagnostik, maka diperoleh hasil bahwa teman penulis tersebut bukanlah bodoh, bahkan dia termasuk kategori pintar. 

Hal ini dibuktikan ketika suasana hatinya sedang bagus, dia dapat memahami dan mengisi soal-soal matematika dengan cepat bahkan dengan perhitungan yang tepat. Hancurnya prestasinya di sekolah adalah karena faktor orang tua yang bercerai dan kurang merasakan kehangatan dan motivasi-motivasi dalam belajarnya.

Selanjutnya, apa sih yang disebut assesmen dan diagnostik dalam contoh di atas ?

Gambar diadopsi dari www.indiatoday.in
Gambar diadopsi dari www.indiatoday.in
Anwar Sutoyo mengutip pendapatnya Aiken (1997: 454) menjelaskan bahwa  assessmen adalah suatu cara untuk memahami, menilai, atau menaksir karakteristik, potensi, atau masalah masalah (gangguan) yang ada pada individu atau sekelompok orang. Tentunya dengan melalui berbagai pendekatan baik secara test ataupun wawancara (non test). 

Sedangkan Diagnostik adalah  studi kasus dengan melakukan analisis masalah untuk menetapkan faktor-faktor penyebab masalah berdasarkan hasil identifikasi masalah. Sehingga assesmen dan diagnostik merupakan serangkaian proses konseling untuk mengumpulkan dan mengidentifikasi masalah dan penyebab-penyebabnya yang dialami oleh konseli. 

Kita akan menerapkan penjelasan assesmen dan diagnostik pada kasus diatas. Dengan assesmen, kita mengumpulkan data melalui test dan non test. Guru BK secara bertahap melakukan test kepada siswa tersebut, seperti test bakat dan minat, dan test IQ. 

Hasilnya menunjukan bahwa kemampuan siswa tersebut sama dengan yang lain, bahkan lebih. Lantas, mengapa nilai kesehariaannya jelek ?. Oleh karena itu, dilakukan wawancara kepada siswa bersangkutan, tetangga, orang tua dan temannya. Ditemukan titik terang bahwa kedua orang tuanya telah bercerai.

Nah, setelah melalui assesmen kita akan menginjak langkah diagnostik yaitu pengkaitan data-data yang telah dikumpulkan dengan latar belakang terjadinya masalah tersebut. 

Setelah dikaji lebih lanjut, ternyata siswa tersebut adalah siswa yang pintar, hanya saja dia mengalami broken home. Dimana dia tidak mendapatkan perhatian dan motivasi belajar yang sesuai, sehingga dia cenderung kurang pengawasan dan melampiaskan kesepiannya dengan melakukan tindakan-tindakan nakal.

Gambar diadopsi dari kabarsumbawa.com
Gambar diadopsi dari kabarsumbawa.com
Akan tetapi, dua metode diatas masih merupakan rangkaian proses konseling, sehingga belum mencapai pada tahap tindakan penyelesaian masalah. Terlepas dari hal tersebut, dua metode diatas sangat penting dalam proses konseling, karena kebenaran data yang dikumpulkan dan diagnostik yang tepat akan memberikan penyelesaian yang tepat pula, hal ini juga bersifat berkebalikan dimana penanganan akan kurang tepat bahkan salah apabila data yang dikumpulkan dan diagnostik yang diberikan tidak tepat.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun