Mohon tunggu...
Priya Santosa
Priya Santosa Mohon Tunggu... Guru - Guru, Pemerhati Pendidikan, dan budaya

Dilahirkan, di Surabaya, APRIL 1964 Menjadi Guru sejak tahun 1988 dimulai dari kabupaten seribu pulau Sumenep, Pendidikan Terakhir SARJANA –S1 Jurusan Biologi yang diperoleh dari Universitas Terbuka Tahun 1998 , Menempuh Program Magister Psikologi Pendidikan Islam UMY di Yogjakarta dan di wisuda tahun 2012 dengan predikat memuaskan, pada tahun 1989 - sekarang mengajar di sekolah SMA Negeri 1 Dolopo, Madiun. selain aktif dalam kegiatan kemasyarakatan Kader Konservasionis TN Gunung Picis Ngebel Wilayah KAb Madiun, serta Potensi SEARCH AND RESCUE WILAYAH II LANUD JUANDA JAWA TIMUR (SAR) juga aktif membina wadah Organisasi Pencinta Alam di berbagai daerah di Jawa Timur. Berbagai event kejuaran lomba Nasional dan Internasional telah diikuti diantaranya, Finalis Lomba Keberhasilan Guru tahun 2005 dan 2009 yang diselenggarakan Dirjendepdiknas, Penerima Penghargaan Innternasional SEA ITSF Foundation tahun 2006, Pemenang Pertama penulisan Karya Ilmiah Tingkat daerah 2008 dan berbagai event dan lomba lain seperti: Menulis di Majalah Hello English Magazine “Writing as Carier and Hobby” (1995), Peserta lomba penulisan Cerpen Horizon (1997, 1998, 2008) Finalis Lomba penulisan Kedirgantaraan LAPAN( 1992-1995), Aktif dalam penulisan Buku Bacaan Pusat perbukuan Nasional ( 2000-2004), Menulis di harian Ponorogo Post (2002), Peserta lomba Penulisan Cerpen DIKNAS Pusat ( 1992-sekarang), Menulis resensi pendidikan, Majalah Pendidikan “Gerbang” (2004), Penerima Hibah Peningkatan Kualitas Pembelajaran (tahun 2006), dan Pemakalah Symposium Nasional Inovasi pembelajaran & Pengelolaan sekolah di Jakarta (tahun 2003s.d 2005), juara ke IV Lomba Kreativitas LIPI tahun 2010, masuk 25 besar tingkat Nasional The Great Teacher For The Great Students Magistra Utama tahun 2010. Kontributor ITSF Japan Foundation Award ke 15 tahun 2008, award ke 17 tahun 2010. Dan AWARD ke 20 tahun 2013, Berbagai makalah serta naskah lomba yang telah dirilis pada siswa dengan berbagai kategori juara. Pada tahun 2014 pada bulan September terpilih sebagai wakil Indonesia untuk propinsi Jawa Timur mengikuti event QITEP IN SCIENCE SEMEO for Biology Teacher South East Asia di Novotel Solo, Jawa Tengah pada tahun 2015 sebagai pemenang Pertama pada event Forum Ilmiah Guru serta mewakili tingkat propinsi, dan pada bulan AGustus 2015 mengikuti Diklat SEMEO ENVIROMENTAL EDUCATION SUSTAINABLE DEVELOPMENT TRAINING PROJECT. Pada tahun 2016 undangan guru Indonesia ke Selangor, Malaysia, tahun 2017 Juara I Guru beprestasi tingkat Kabupaten Madiun. Tahun 2018 Sebagai peserta Biology Tropical (BIOTROP) Symposium SEAMEO . Telah menghasilkan karya tulis 10 buku. Saat ini sedang menyelesaikan buku-bukunya antara lain: Bioteknologi Sebagai Ilmu Masa Depan Umat Manusia (dalam proses penerbitan), Gembira Belajar Membran Sel Melalui Komik, (dalam proses penerbitan), Mahir Mikroteaching (Dalam Proses Penerbitan), AKu Bangga jadi Guru Kecil di Indonesia (dalam Proses Penerbitan), Coretan Pergulatan Sepi di Lorong Gurusiana ( dalam Proses Penerbitan)....Kumpulan Puisi “ Madura dan AKu” (dalam proses penulisan) aktif sebagai anggota ORARI mulai 2017…..innyaAllah akan terus berlari dan berjuang mengejar mimpi mimpi untuk anak negeri … amiin ##

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Membungkus "Unclos1982" Menata Kedaulatan

13 Maret 2024   06:58 Diperbarui: 13 Maret 2024   07:07 96
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(Sumber: Mongabay, situs berita lingkungan, selasa         ( 31 Mei 2022) 

"Pertahankan kemerdekaannya sebulat-bulatnya. Sejengkal tanah pun tidak akan kita serahkan kepada lawan, tetapi akan kita pertahankan habis-habisan. Meskipun kita tidak gentar akan gertakan lawan itu, tetapi kita pun harus selalu siap sedia.".          (Panglima Besar Jendral Soedirman)

Sebentuk Ungkapan  bijak penuh keteladanan dari seorang pejuang sejati.  Panglima Besar Jeendral Soedriman. Hal ini sangat relevan dengan keadaan geopolitik saat ini di kawasan Laut Cina Selatan. Betapa tidak, Cina yang sekarang menjelma menjadi kekuatan super power , baik dibidang ekonomi maupun politik dan persenjataan. Siap menghegemoni wilayah perairan Laut Cina Selatan. Maka  negara indonesia tetap menatap kedaulatanya dengan tegar dan tanpa menyinggung perasaan negara negarakawasan.

Ketegangan di Laut China Selatan mendekati titik didih setelah Menteri Luar Negeri Amerika Serikat (AS) Mike Pompeo pada bulan Juli menolak klaim China atas 90 persen Laut China Selatan sebagai tindakan yang sepenuhnya melanggar hukum. Pompeo lantas memberikan dukungan kepada penggugat lain seperti Vietnam, Filipina, Brunei, Malaysia dan Taiwan.(Baca juga: Pompeo kepada ASEAN: Jangan Biarkan Partai Komunis China Menginjak-injak Kita ) Dalam beberapa pekan terakhir, Beijing berusaha keras untuk melawan upaya Washington dan menopang hubungan dengan negara-negara utama di Asia dan Eropa di tengah kekhawatiran akan Perang Dingin baru antara dua ekonomi terbesar dunia itu

Wilayah perbatasan yang didasarkan pada batas fisik dinamis, seperti sungai, laut, dan sebagainya cenderung memberikan konsekuensi pada suatu negara. Konsekuensi kemudian muncul yaitu adanya sengketa antara dua belah pihak maupun beberapa pihak dengan klaim pada wilayah yang sama. Kasus-kasus tersebut bukan sebuah kasus yang baru saja terjadi, sebelumnya ada kasus sengketa laut yang melibatkan Cina dengan Filipina, dan sekarang kasus Laut Cina Selatan yang namanya diubah oleh Pemerintah Indonesia menjadi Laut Natuna Utara.

Penggantian nama Laut Cina Selatan menjadi Laut Natuna Utara menimbulkan ketegangan, karena Indonesia mengklaim bahwa yang telah dilakukan oleh Pemerintah Indonesia benar. Terkait hal ini didasarkan pada aturan Hukum Laut internasional yang mengatur tentang ZEE, dan Perairan Natuna memang masih bagian dari ZEE, sejauh 200 mil. Penggantian nama tersebut sebagai reaksi Pemerintah Indonesia dalam rangka menegakkan kedaulatan di wilayah perbatasan. Cina melakukan klaim atas Perairan Cina Selatan didasarkan pada nine dash line yang merupakan bagian dari kebijakan Pemerintah Cina ketika lepas dari pendudukan Jepang tahun 1947. Selepas pendudukan Jepang,

Pemerintah Kuomintang menerbitkan peta dengan klaim teritorial di zona yang jauh dari territorial Cina, yaitu dengan 11 garis putus-putus yang mencakup Perairan Laut Cina Selatan. Ketika itu tidak ada respon atas kebijakan Pemerintah Cina tersebut. Dalam perkembangannya, 11 garis putus-putus tersebut dikurangi menjadi 9 garis putus-putus atau yang dikenal sekarang dengan istilah nine dash line. Berdasarkan klaim itulah Cina bertindak sebagai negara yang berhak melakukan aktivitas di Perairan Cina Selatan (Natuna), seperti penangkapan ikan di wilayah Perairan Natuna. Hal tersebut membuat gusar Pemerintah Indonesia karena Perairan Natuna, sesua dengan aturan Hukum Laut Internasional termasuk dalam Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia sejauh 200 mil. Oleh sebab itu, pemerintah Indonesia memberikan kebijakan tegas dengan mengeluarkan peta dengan klaim bahwa Perairan Natuna adalah hak milik Indonesia yang ditunjukkan dengan penggantian nama Laut Cina Selatan dengan Laut Natuna Utara.

Pemerintah Cina menganggap tindakan yang dilakukan oleh Indonesia sangat tidak masuk akal, karena Laut Cina Selatan telah dikenal secara luas oleh masyarakat internasional, sehingga penggantian nama tersebut tidak memiliki arti apapun bagi kedua belah pihak. Poin yang dapat diambil adalah geopolitik jangka panjang Pemerintah Cina berhasil pada satu sisi. Disisi lain klaim yang dilakukan Pemerintah Cina sama sekali tidak memiliki dasar, karena klaim wilayah territorial perairan Cina jauh dari garis pantai Cina (base line). Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) ditentukan sejauh 200 mil dari base line yang dimiliki oleh suatu negara. Kondisi tersebut tidak dimiliki oleh Cina karena klaim atas wilayah Perairan Cina Selatan (Natuna) hanya didasarkan pada historis.

Secara hukum internasional, kekuatan Indonesia terhadap klaim atas Perairan Cina Selatan (Natuna) lebih kuat dibandingkan klaim yang dilakukan oleh Cina. Penggantian nama perairan terkait, juga dinilai sebagai langkah tegas Pemerintah Indonesia dalam rangka mewujudkan kedaulatan negara di wilayah perbatasan. Kondisi tersebut adalah kondisi positif bagi Indonesia karena Perairan Natuna kaya akan sumberdaya alam, maka wajar bila wilayah tersebut menjadi incaran beberapa negara untuk memanfaatkannya. Namun, berkaitan dengan upaya tersebut, satu pertanyaan yang akan muncul yaitu apakah klaim Indonesia atas wilayah Perairan Natuna mendapat dukungan dari ASEAN? Forum ASEAN pernah membahas terkait masalah sengketa ini, namun tidak dilakukan secara mendalam. 

Secara umum, ASEAN sebagai pihak netral dalam penyelesaian kasus ini. Masalah ini bukan masalah yang sepele karena melalui tindakan-tindakan yang dilakukan oleh Cina menunjukkan bahwa alur politik Cina untuk membangun diri sebagai penguasa regional sangat terlihat, dengan menguasai jalur perdagangan dan sumberdaya di sekitar Perairan Cina Selatan (Natuna) maka Cina secara tidak langsung memiliki kuasa atas wilayah tersebut.

Secara umum, Indonesia sangat membutuhkan dukungan ASEAN dalam mewujudkan kedaulatannya atas Perairan Cina Selatan (Natuna). Dukungan solid ASEAN terhadap Indonesia akan turut membangun kawasan regional ASEAN yang kuat dan mampu menghadapi rongrongan dari negara adidaya lainnya. Jika Indonesia berjalan sendiri tanpa dukungan ASEAN, maka klaim yang dilakukan Indonesia tersebut justru menimbulkan kelemahan bagi Indonesia mapun ASEAN. Perlu melihat pandangan A.L. Conelly, bahwa strategi Pemerintah Indonesia dapat melemahkan negara-negara ASEAN di hadapan Cina, maksudnya negara-negara tetangga akan berpikiran untuk melakukan claiming atas wilayah perairan yang sama, dan ini akan meruntuhkan kekuatan ASEAN, karena negara ASEAN yang akan memiliki klaim antara lain Vietnam, Malaysia, dan Filipina. 

Pandangan Conelly tersebut dapat terjadi jika forum ASEAN tidak solid, dan memang benar dapat melemahkan negara-negara ASEAN di hadapan Cina. Jika ditindaklanjuti dari pandangan Conelly tersebut maka akan terjadi konflik berlarut di wilayah Perairan Cina Selatan (Natuna) yang dapat mengundang pihak ketiga yaitu Negara adidaya untuk turut campur dalam proses sengketa dengan dalih membantu penyelesaian sengketa, namun pada akhirnya turut mengambil keuntungan dari sengketa tersebut.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun