Bendahara BOS di SD
Hari-hari ini kita selalu bicara tentang gagasan besar menyangkut transformasi pendidikan menuju Indonesia emas tahun 2045. Semua pihak para pemangku kepentingan di berbagai level sibuk bicara dan merancang gagasan besar yang gilang gemilang itu. Tetapi jika melihat fakta di lapangan, menjadi tanda tanya besar apakah transformasi pendidikan yang digadang-gadang itu benar-benar akan berproses dengan baik pada situasi dan kondisi seperti sekarang ini?
Hendra Brudy adalah guru SD negeri berstatus PNS yang merangkap tugas tambahan sebagai bendahara BOS. Saya asumsikan ia merangkap tugas tambahan itu. Karena dalam beberapa postingan di akun tiktok ia kerap berbicara lantang terkait keluhan-keluhan seputar tugas tambahan sebagai bendahara BOS. Saya melihat dan membaca terkait apa yang disampaikan Hendra sedikit banyak ada benarnya.
Sejak dulu pun saya beranggapan bahwa tugas tambahan sebagai bendahara BOS juga operator sekolah tidak selayaknya dibebankan pada guru. Apalagi sudah menjadi rahasia umum jika jumlah guru di banyak SD negeri itu terbatas. Normalnya antara 10 sampai dengan 15 orang personil. Dari personil yang ada juga belum tentu semuanya mau dan mampu untuk memikul dua tugas tambahan tersebut. Ketidakmauan dan ketidakmampuan itu dilatarbelakangi oleh banyak penyebab. Bisa karena faktor usia, kurang kecakapan dalam hal teknisnya, atau karena memang para guru ini sudah paham dan mengerti bagaimana rumitnya dua pekerjaan tersebut. Sehingga mereka enggan untuk menjadi operator sekolah atau bendahara BOS.
Saya pribadi menganggap dua pekerjaan itu sejatinya bukanlah menjadi ranah dan urusan para guru. Karena guru tidak dipersiapkan untuk menjadi tenaga teknis pendataan apalagi tenaga teknis keuangan. Sejak duduk dibangku kuliah sebagai calon guru mereka dibekali dengan ilmu dan metode untuk mendidik dan mengajar anak. Bukan ilmu untuk mengerjakan laporan keuangan, pelaporan pajak sekolah, dan semacamnya.
Maka jika kembali pada gagasan besar tentang transformasi pendidikan yang kita idamkan bersama hendaknya persoalan semacam ini mesti pelan-pelan pemerintah benahi terlebih dahulu. Pendidikan secara nasional akan maju jika banyak sekolah yang maju dan bermutu. Pembenahan pada level sekolah menjadi kuncinya.
Sederhananya pemerintah harus berani mengambil kebijakan untuk merekrut tenaga teknis pendataan dan keuangan untuk diangkat menjadi seorang ASN dan ditempatkan di sekolah-sekolah negeri khususnya SD negeri. Agar para gurunya tidak lagi terbebani dengan tugas tambahan sebagai bendahara BOS dan operator sekolah karena memang itu bukanlah porsi seorang guru. Dua pekerjaan itu menjadi porsi tenaga tata usaha atau tenaga administrasi sekolah.
Saya yakin dan percaya di tengah kondisi sempitnya lapangan kerja dan sulitnya mencari pekerjaan di republik ini jika pemerintah membuka lowongan seleksi calon ASN untuk formasi tenaga teknis bendahara BOS dan operator sekolah maka akan mengundang antusiasme masyarakat. Tentukan saja segala persyaratannya dengan kualifikasi ijazah minimal sarjana administrasi perkantoran, sarjana keuangan, atau yang linier dengan itu. Pasti masyarakat yang memenuhi kualifikasi akan berbondong-bondong untuk mendaftar dan mengikuti seleksi tersebut.
Dalam obrolan santai dengan banyak rekan operator dan bendahara BOS SD kami sering berkelakar, bahwa menjadi guru SD bukanlah persoalan tugas pokok dan fungsi (tupoksi) mengajar dan mendidik anak yang berat. Tetapi tugas tambahan sebagai operator sekolah dan atau bendahara BOS itulah yang lebih membebani pikiran dan bikin stress. Seketika kami tertawa yang sebetulnya adalah menertawakan kekonyolan sendiri. Ya karena hanya bisa mengeluh saja tanpa bisa berbuat apa-apa.
Dari kisah Hendra Brudy kita bisa mengambil pelajaran bahwa ternyata memang banyak tenaga guru muda, potensial, dan kreatif serta inovatif terkadang justru menjadi terpojok di lingkungan sosialnya. Oleh karena memang tidak semua lingkungan sosial yang ada itu baik untuk tumbuh kembangnya kepribadian seorang guru. Dengan bahasa ekstrim Alfian Bahri seorang guru konten kreator kritis pernah berkata, dalam suatu ruangan yang isinya orang-orang gila justru orang yang waras akan dianggap gila. Pernyataan nylekit tapi cukup mewakili bagaimana bahayanya suatu lingkungan toxic.
Ending dongeng, pada menteri pendidikan yang baru terselip sebuah harapan agar melahirkan kebijakan yang mengena bagi para guru. Kebijakan yang fungsional dan bukan sensasional. Di era sebelumnya sering kita menggembar-gemborkan merdeka belajar bagi guru dan siswa tetapi gurunya terbelenggu dengan tugas-tugas tambahan yang membuatnya tidak merdeka di dalam mengajar.