Supriyani seorang guru honorer di sebuah SD negeri. Jelas gaji minim dan tidak mencukupi kebutuhan hidup. Marsono kalaulah dia seorang ASN dikatakan bahwa gaji sudah banyak terpotong untuk membayar cicilan bank. Hal yang wajar terjadi di kalangan para guru. Artinya gaji yang diterima belum bisa dikatakan cukup untuk menyejahterakan guru. Berbagai data dan laporan juga mengatakan bahwa gaji guru di Indonesia termasuk yang paling rendah di kawasan Asia Tenggara. Begitulah faktanya.
Akibat fenomena semacam ini mulai timbul kekhawatiran dan berujung sikap acuh tak acuh di kalangan guru. Maksud hati ingin menegakkan kedisiplinan pada siswanya tapi bisa menjadi bumerang yang berujung laporan polisi. Lalu kalau guru sudah acuh tak acuh dengan perilaku moral siswanya akan bagaimana siswa kita ke depan? Akankah menjadi pribadi unggul yang mampu bersaing di tataran global sementara adab dan akhlaknya tidak terpuji?
Perlunya Kesadaran Bersama
Guru tetaplah guru. Ia manusia biasa dengan segala kurang dan lebihnya. Di satu sisi guru bisa menjadi korban tindakan kriminalisasi tapi di sisi lain ia juga bisa menjadi pelaku kekerasan itu sendiri. Maka perlu adanya kesadaran bersama akan kehati-hatian dan profesionalisme dalam memandang suatu persoalan. Perlunya sikap dewasa dan bijak dari semua pihak setidaknya akan bisa membawa semua persoalan pada situasi yang lebih sejuk dan kekeluargaan.
Tanggung jawab mendidik anak sejatinya merupakan andil bersama antara keluarga, sekolah dan masyarakat. Ketiga pihak ini harus bersinergi dan berada pada semangat dan visi yang sama dalam mendidik anak-anak. Kolaborasi dan hubungan harmonis diperlukan agar proses pendidikan anak dapat berjalan dengan baik sesuai harapan.
Pendidikan sejatinya tidak semata menjadi tugas guru. Karena apapun perilaku yang ditunjukkan anak di sekolah atau bahkan di masyarakat adalah cerminan perilakunya di lingkungan rumah dan keluarga. Interaksi guru dengan anak secara langsung hanya terjadi di sekolah dan hanya berjalan dalam hitungan jam. Dominan anak berinteraksi dengan orangtua dan keluarga. Maka disini perlunya kesadaran bersama bahwa sinergi yang baik dan harmonis dalam mendidik anak sangatlah urgen dewasa ini.
Di tengah disrupsi budaya yang masuk melalui kemajuan teknologi informasi orangtua dan guru menjadi semakin berat tantangannya di dalam mendidik anak. Pengawasan dan pendampingan anak dalam pergaulan sehari-hari juga perlu diintensifkan oleh orangtua di rumah. Agar anak bergaul dan mendapat ruang tumbuh dan kembang yang baik. Karena lingkungan pergaulan itulah sedikit banyak juga akan membentuk karakter dari anak-anak kita.
Secara pribadi sebagai seorang guru besar harapan saya agar pemerintah membuat regulasi yang mapan bagi perlindungan hukum kaum guru. Agar para guru bisa melaksanakan tugas keseharian dalam mendidik anak bangsa dengan tenang tanpa harus dibayang-bayangi rasa was-was akan terseret kasus kriminalisasi.
Di tengah persoalan internal guru dan pendidikan itu sendiri yang rumit maka isu perlindungan hukum dan kesejahteraan bagi kaum guru memang harus selalu digaungkan dan disuarakan. PB PGRI sudah memulainya dengan mengawal berbagai kasus kekerasan yang menimpa guru. Ini sangat baik dan memberikan ketenangan serta menumbuhkan solidaritas diantara sesama guru.
Saya selalu yakin dan percaya dalam sejarah pun terbukti bahwa negara yang maju adalah negara dengan sistem pendidikan yang baik. Dan inti dari sistem pendidikan itu sendiri adalah para guru. Tentu beserta seluruh komponen pendukung yang ada. Jepang sudah membuktikan di tahun 1945 dua kotanya Hiroshima dan Nagasaki hancur lebur di bom oleh sekutu. Sesaat setelah di bom kaisar berkuasa saat itu mendata jumlah guru yang masih hidup. Karena Jepang percaya ia bisa membangun kembali negaranya dimulai dari membangun sistem pendidikannya. Di situ guru berada. Dan sekarang kita lihat bersama Jepang sudah bangkit bahkan menjadi salah satu negara maju dengan sistem pendidikan terbaik di dunia.
Bagaimana dengan Indonesia? Banyaknya kasus kekerasan atau kasus-kasus lain yang terjadi dalam ranah dunia pendidikan kita bisa jadi menjadi indikasi belum beresnya sistem pendidikan yang dibangun oleh negeri ini. Kasus Supriyani dan Marsono adalah contoh nyata dari asumsi tersebut. Masih banyak Supriyani dan Marsono lain di luar sana yang mungkin tidak berani bersuara atau luput dari sorot kamera media. Tetap semangat para guru Indonesia. Tetap semangat pahlawan insan Cendekia. Salam blogger persahabatan.