Pemahaman semacam itu agaknya dimiliki oleh sebagian besar guru yang mencoba menerapkan konsep pembelajaran berdiferensiasi di kelasnya. Hingga kemudian pemerintah bereaksi lewat buku Panduan Pembelajaran dan Asesmen (PPA) Kurikulum Merdeka Edisi Revisi Tahun 2024 yang diterbitkan di bulan Mei lalu.
Jika kita menelaah secara saksama PPA terbaru ini khususnya pada bab 4 yang membahas tentang pelaksanaan pembelajaran dan asesmen maka kita akan temui hal menarik di sana terkait konsep pembelajaran berdiferensiasi. Dikatakan bahwa para guru perlu berupaya menyesuaikan strategi pembelajaran agar sesuai dengan kebutuhan belajar siswanya. Hal ini didasarkan pada hasil asesmen di awal pembelajaran (asesmen formatif).
Gaya belajar merupakan preferensi cara belajar seseorang. Preferensi secara sederhana dapat diartikan sebagai kecenderungan, pilihan, atau kesukaan. Jadi setiap orang memiliki kecenderungan masing-masing dalam hal bagaimana ia akan mempelajari dan memahami sesuatu. Tetapi seseorang bisa memiliki lebih dari satu preferensi atau kecenderungan cara belajar. Yang bisa diterapkan dalam situasi dan kondisi berbeda. Sehingga guru akan lebih baik jika memperkaya dan mengembangkan gaya belajar siswa. Agar siswa tidak terkungkung pada cara belajar yang itu-itu saja.
Lebih lanjut dalam buku Panduan Pelajaran dan Asesmen (PPA) 2024 dijelaskan mengapa seseorang perlu mengembangkan gaya dan memperkaya gaya belajarnya? Karena kebanyakan tujuan belajar hanya bisa dicapai menggunakan kombinasi berbagai pendekatan : dengan membaca deskripsi, melihat contoh, kemudian dengan menirukan atau menerapkannya sendiri. Karena itu siswa perlu bisa menggunakan gaya atau ragam cara belajar.
Dengan demikian pendidik alangkah baiknya tidak mengkategorikan siswa ke dalam kategori gaya belajar tertentu. Siswa tidak perlu dikategorikan atau diberi label sebagai "pelajar visual" atau "pelajar auditori" dan sebagainya. Guru juga tidak perlu membagi kelas menjadi kelompok berdasarkan gaya belajar. Pengelompokkan siswa dalam konteks pembelajaran berdiferensiasi sebaiknya dilakukan berdasarkan tingkat kesiapan dan kemampuan awalnya, bukan gaya belajarnya.
Jadi yang perlu dilakukan guru terkait gaya belajar adalah memperkaya kombinasi bahan ajar dan metode untuk mengajarkan sebuah topik pembelajaran. Mulai dari penjelasan tertulis dan lisan, materi visual seperti gambar dan video serta praktik atau penerapan untuk menyelesaikan sebuah masalah nyata. Dengan memperkaya bahan dan metode ajar maka siswa dengan preferensi atau kecenderungan cara belajar yang berbeda-beda akan lebih tertarik dan nyaman untuk belajar.
Jelaslah sudah terjawab keraguan saya dan banyak guru selama ini. Bahwa memang betul sejatinya dalam pembelajaran berdiferensiasi memperkaya dan memvariasikan bahan dan metode ajar menjadi sangat krusial dan esensial. Tidak semata membagi siswa ke dalam kelompok belajar berdasarkan gaya belajarnya. Sehingga terjadi pembelajaran yang dinamis dan interaktif. Tidak hanya berpusat pada guru dengan satu metode saja seperti pada konsep pembelajaran tradisional.
Perlunya Belajar dan Berbagi
Memang dunia pedagogi di era sekarang telah berkembang pesat seiring dengan berkembangnya karakter manusia itu sendiri. Menghadapi siswa generasi z dan generasi alpha tentu berbeda pendekatan dengan siswa generasi millennial bahkan baby boomers. Setiap jaman akan membawa ciri khasnya masing-masing. Sehingga benar jika dikatakan bahwa menjadi seorang guru adalah sebuah pekerjaan hidup. Karena yang dihadapi adalah makhluk hidup yang dinamis. Maka dari itu perlunya guru untuk memiliki sikap mau belajar dan gemar berbagi ilmu dengan sesama rekan sejawat khususnya adalah menjadi penting. Agar dapat selalu mengupgrade wawasan dan pengetahuannya seiring sejalan dengan perkembangan zaman.
Penerapan konsep pembelajaran berdiferensiasi yang salah kaprah di awal implementasi kurikulum merdeka merupakan bagian dari proses pembelajaran bagi guru itu sendiri. Tidak mudah dan menjadi tantangan bagi para guru yang ingin berkembang. Karena di banyak negara maju konsep pembelajaran berdiferensiasi sudah sejak lama diterapkan. Dan para guru di sana juga sudah terbiasa dengan pembelajaran semacam itu. Indonesia agaknya masih mencari dan meraba bagaimana agar kurikulum merdeka ini --termasuk pembelajaran berdiferensiasi di dalamnya- dapat diimplementasikan dengan tepat dan nyaman. Baik bagi sekolah, guru, siswa, dan masyarakat itu sendiri.
Terus dan terus menggali serta merefleksi diri sembari tetap berinovasi adalah sebuah sikap bijak dari pribadi guru bermental berlian. Karena sangat tepat jika dikatakan oleh banyak pakar pendidikan bahwa kita kerap kali melupakan perlunya waktu yang cukup untuk dapat memahami implementasi sebuah kurikulum dengan baik. Sama artinya juga kita memerlukan waktu yang cukup untuk dapat menerapkan konsep pembelajaran berdiferensiasi yang tepat. Tidak asal mencontoh dan asal jalan saja. Karena hanya melalui trial and eror yang panjang kesempurnaan itu akan bisa dicapai. Tetap semangat belajar dan jangan sungkan berbagi dimanapun dan kapanpun. Maju terus guru hebat Indonesia. Salam blogger persahabatan.