Mohon tunggu...
Priyasa Hevi Etikawan
Priyasa Hevi Etikawan Mohon Tunggu... Guru - Guru SD || Pecinta Anime Naruto dan One Piece

Penulis buku Asyiknya Menjadi Penulis Pemula (2023) | Antologi 1001 Kisah Guru (2023)

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Konsep Long Life Education dalam Perspektif Guru Masa Kini

1 Agustus 2024   05:11 Diperbarui: 4 Agustus 2024   14:37 292
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ILUSTRASI pendidikan sepanjang hayat | Sumber: Olahan Pribadi/Dok. Pribadi

Menarik membaca kisah Minnie Payne. Seorang nenek asal Texas Amerika Serikat yang berhasil menyelesaikan studi S2 di usia 90 tahun. Tercatat sebagai mahasiswa tertua pada Universitas North Texas (UNT) dengan gelar master di bidang jurnalisme dan bisnis. 

Konon Payne --demikian sapaan akrabnya- berasal dari keluarga tidak mampu. Orangtuanya tidak menganggap pendidikan sebagai hal yang penting. Dia lahir dalam kemiskinan di komunitas tekstil Carolina Selatan dan lulus dari sekolah menengah pada tahun 1950.

Setelah lulus dari sekolah menengah di tahun 1950, Payne memiliki banyak pekerjaan diantaranya, sebagai reporter pengadilan, pengetik transkripsi, dan guru pengganti. Selepas pensiun bekerja lebih dari 30 tahun, ia berkeinginan untuk melakukan sesuatu yang lebih konstruktif dalam hidupnya. Ia melanjutkan studi jenjang S1 dan mendapatkan gelar sarjana pada usia 73 tahun dari Texas Woman's University. Serta mendapatkan gelar masternya di usia 90 tahun. (Sumber di sini).

Kisah serupa dialami Made Tawa. Seorang pria berusia 80 tahun yang belum lama viral karena mengikuti sidang skripsi di Sekolah Tinggi Agama Hindu Negeri (STAHN) Mpu Kuturan Singaraja, Bali. Beliau melanjutkan studi S1 di program studi Ilmu Komunikasi STAHN Mpu Kuturan Singaraja pada 2019. Dan di tahun 2023 kemarin beliau mengikuti sidang skripsi untuk meraih gelar sarjananya. Tidak hanya cukup sampai di situ, Tawa --demikian sapaan akrabnya- juga berencana akan melanjutkan studi di jenjang S2 pada jurusan teologi Hindu nantinya. (Selengkapnya di sini).

Luar biasa, dua kisah menarik dan inspiratif tersebut memang menegaskan bahwa pada dasarnya tidak ada kata terlambat untuk belajar. Tidak ada kata berhenti untuk belajar. Besar, kecil, tua, muda, laki-laki, perempuan semuanya hendaknya memiliki semangat untuk terus belajar. Karena pada dasarnya manusia adalah makhluk pembelajar. Pembelajar sepanjang hayat sebagaimana sesuai dengan konsep long life education.

Sekilas tentang Konsep Long Life Education

Long life education atau pendidikan sepanjang hayat merupakan istilah yang merujuk pada pengertian bahwa belajar adalah sebuah proses berkelanjutan di dalam hidup seseorang, mulai dari lahir hingga akhir hidupnya. Konsep ini menekankan pentingnya pengembangan diri secara terus menerus untuk menghadapi perubahan zaman yang begitu cepat.

Dalam konsep long life education dijelaskan bahwa proses belajar tidak hanya terjadi di lembaga formal semacam sekolah, kuliah dan seterusnya. Tetapi terjadi dan terintegrasi dalam segala lini kehidupan manusia. 

Pendidikan sepanjang hayat memiliki ciri belajar seumur, hidup, fleksibel, berkelanjutan, relevan dan mandiri. Proses belajar ini tidak terhenti setelah lulus sekolah tetapi akan terus berlangsung sepanjang kehidupan. Menuntut manusia untuk selalu belajar kapan saja, di mana saja, dan dengan cara apa saja, baik melalui pendidikan formal, informal, maupun nonformal.

Setiap individu mestilah mempelajari ilmu pengetahuan yang relevan dengan kebutuhan dan perkembangan zaman. Serta bertanggung jawab atas proses belajarnya sendiri termasuk dalam menentukan tujuan dan cara belajar. Karena setiap orang memiliki gaya belajarnya masing-masing.

Begitu banyak manfaat yang diperoleh jika kita menjadi pribadi pembelajar sepanjang hayat. Proses belajar yang tanpa henti itu akan meningkatkan kualitas hidup manusia. Meningkatkan daya saing oleh karena menjaga diri agar tetap relevan dengan perkembangan zaman dan kebutuhan peningkatan kompetensi di dunia kerja juga sangatlah penting.

Selain itu dengan menjadi pembelajar sepanjang hayat seseorang bisa meningkatkan kreativitas dan inovasi, meningkatkan rasa percaya diri, serta membangun jaringan sosial yang lebih luas. Lalu bagaimana semestinya sudut pandang guru dalam memandang dan menyikapi paradigma long life education dewasa ini?

Bukan Hanya Sekedar Pengajar

Kita paham bahwa tugas utama guru secara garis besar setidaknya terbagi menjadi dua: mendidik dan mengajar. Mendidik ada pada ranah pembentukan karakter dan budi pekerti (afektif). Sedangkan mengajar lebih mengarah pada ranah kognitif dan psikomotor. Dalam konteks ini guru dituntut menjadi role model atau suri tauladan bagi anak didiknya.

Paradigma pembelajaran abad 21 dengan konsep 4C nya (Critical Thinking, Creativity, Communication dan Collaboration) membuat guru terdorong untuk mengembangkan diri sesuai dengan tuntutan perkembangan zaman. Bukan hanya persoalan perbedaan generasi siswa yang dihadapi tetapi juga begitu banyak perubahan yang terjadi akibat masifnya disrupsi teknologi.

Hukum teori evolusi mengatakan spesies yang tidak mampu berevolusi dan beradaptasi dengan lingkungannya maka dengan sendirinya akan terkena seleksi alam serta berujung pada kepunahan. Teori itu juga berlaku pada dunia pendidikan dan keguruan. Guru yang tidak mampu atau tidak mau berevolusi dengan menerima dan menyesuaikan diri terhadap perkembangan jaman dengan sendirinya akan tersingkir dan terpinggirkan. Terseok-seok dalam tugas profesinya sehari-hari.

Di sinilah pentingnya mindset pembelajar sepanjang hayat perlu dimiliki oleh seorang guru. Ia harus berevolusi, berubah secara pelan tapi pasti serta menyesuaikan diri dengan alam pendidikan di era abad 21 ini. Cepat, cenderung instan dan sangat dinamis. Faktor usia dan berbagai macam kerepotan bukan lagi menjadi alasan dan penghalang bagi guru untuk mengembangkan dirinya.

Belajar dari kisah dua orang di atas yang begitu gigih menempa diri dan menuntut ilmu meski usia tidak lagi muda. Semangat serta mentalitas semacam inilah yang akan membuat setiap pribadi termasuk guru menjadi seorang pembelajar sepanjang hayat. Bukan hanya sebagai pengajar tetapi juga sebagai pembelajar.

Ada quote menarik dari salah seorang teman. Ia mengatakan guru yang tidak mau belajar silahkan berhenti saja mengajar. Tegas, tandas meskipun sedikit nylekit. Tapi memang begitulah adanya. Gap yang besar antar generasi memang salah satunya bisa dijembatani dengan sikap mentalitas pembelajar ini. Saat ini sebagian besar guru masuk kategori generasi baby boomers dan millennial. Sedikit dari generasi Z. Sementara anak didik dominan adalah berasal dari generasi Z dan generasi alpha. Cara berpikir dan bersikap serta pembawaan karakter antar generasi juga jauh berbeda.

Selalu terngiang-ngiang dengan kalimat yang sering terdengar di era kurikulum merdeka ini: pembelajaran yang berpihak pada murid. Jika maknai secara cepat-cepat bisa diartikan bahwa guru diharapkan bisa masuk dan menyesuaikan diri dengan "dunia" para muridnya. Lebih kontekstual dengan dunia mereka. Tidak lain tidak bukan dikandung maksud agar pembelajaran yang dilakukan juga menjadi lebih bermakna. Lebih mengena untuk para muridnya.

Semuanya membutuhkan jiwa dan sikap terbuka dari seorang guru. Dalam konteks yang lebih luas pun pemerintah secara bertahap juga melaksanakan proses digitalisasi pendidikan. Berbagai macam produk kebijakan lahir dengan konsep digitalisasinya. Sebut saja platform PMM, eKinerja, Dapodik dan semacamnya dimana guru juga bergulat di dalamnya.

Semua menjadi mudah atau sebaliknya kembali bergantung pada mindset masing-masing. Tidak ada sesuatu yang abadi di dunia ini kecuali Tuhan dan perubahan itu sendiri. Maka sangatlah penting untuk tetap menjadi pribadi yang gemar belajar dan haus akan ilmu pengetahuan. Di situlah makna pentingnya konsep long life education bagi seorang guru. Selamat menjadi pribadi pembelajar. Dan tetap menginspirasi bagi sesama. Salam blogger persahabatan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun