Mohon tunggu...
Priyasa Hevi Etikawan
Priyasa Hevi Etikawan Mohon Tunggu... Guru - Guru SD || Pecinta Anime Naruto dan One Piece

Penulis buku Asyiknya Menjadi Penulis Pemula (2023) | Antologi 1001 Kisah Guru (2023)

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Mengurai Teori Taksonomi Bloom dalam Perspektif Kiprah Guru

9 April 2024   12:04 Diperbarui: 9 April 2024   12:08 778
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar ilustrasi Taksonomi Bloom | Sumber : Dokpri

Benjamin Samuel Bloom atau lebih kita kenal dengan panggilan "Bloom" adalah sosok ahli psikologi pendidikan yang namanya sangat familiar di kalangan pendidik. Setidaknya sejak duduk di bangku perkuliahan sebagai mahasiswa jurusan kependidikan, para calon guru sudah diperkenalkan dengan dengan sosok yang satu ini.

Melalui konsep teori Taksonomi Bloom insan pendidik mulai berkenalan dengan pemikiran-pemikirannya tentang psikologi pendidikan. Bahkan teorinya itu sampai sekarang masih dipakai sebagai acuan untuk merumuskan tujuan pembelajaran dalam kurikulum terbaru kita kurikulum merdeka. Meskipun sudah mengalami revisi di tahun 2001 oleh anak muridnya sendiri Anderson dan Krathwohl. Tetapi sosok Bloom tetaplah menjadi sosok ilmuwan dan pemikir pendidikan yang luar biasa.

Bloom lahir pada tanggal 21 Februari 1913 di Lansford, Pennsilvania Amerika Serikat. Beliau berhasil meraih gelar doktor di bidang pendidikan dari The University Of Chicago pada tahun 1942. Pada usia 29 tahun beliau sudah meraih gelar doktornya. Ia dikenal sebagai konsultan dan aktivis internasional bidang pendidikan. Di kelak kemudian hari beliau mencetuskan sebuah teori dalam psikologi pendidikan yang hari ini kita kenal dengan sebutan "Taksonomi Bloom".

Sekilas tentang Taksonomi Bloom

Secara etimologis kata "Taksonomi" berasal dari bahasa Yunani. Kata "Tassein" artinya mengklasifikasikan dan "Nomos" berarti aturan. Sehingga taksonomi dapat didefinisikan sebagai hierarki klasifikasi berdasarkan prinsip dasar atau aturan. Taksonomi Bloom sendiri merupakan struktur hierarki yang mengidentifikasi keterampilan berpikir mulai dari jenjang yang rendah hingga jenjang yang tinggi. Istilah ini pertama kali diperkenalkan oleh Bloom pada tahun 1956.

Prinsip utama dalam pembacaan taksonomi Bloom adalah untuk mencapai level kemampuan yang lebih tinggi maka wajib hukumnya untuk mengusai kemampuan yang lebih rendah terlebih dahulu. Taksonomi Bloom sendiri dibagi menjadi tiga ranah, yaitu ranah kognitif, afektif dan psikomotorik. Dan yang paling familiar dalam dunia pendidikan kita adalah taksonomi Bloom dalam ranah kognitif (pengetahuan). Dimana dalam ranah ini taksonomi Bloom dibagi menjadi enam tingkatan atau level.

Di tahun 1956 awal dicetuskannya teori Taksonomi Bloom pada ranah kognitif terdiri atas enam level yaitu : knowledge (pengetahuan), comprehension (pemahaman atau persepsi), application (penerapan), analysis (penguraian atau penjabaran), synthesis (pemaduan) dan evaluation (penilaian). Tetapi kemudian pada tahun 2001 taksonomi ini telah direvisi oleh Krathwohl dan para ahli pendidikan aliran kognitivisme. Sehinggga taksonomi Bloom dalam ranah kognitif berubah menjadi remembering (mengingat), understanding (memahami), applying (menerapkan), analyzing (menganalisis), evaluating (menilai) dan creating (mencipta).Terjadi perubahan dari kata benda menjadi kata kerja. Revisi Krathwohl ini sering digunakan dalam merumuskan tujuan belajar yang sering kita kenal dengan istilah C1 sampai dengan C6. Perhatikan gambar di bawah ini :

Piramida Taksonomi Bloom sebelum dan sesudah revisi | Sumber : https://kohclass.blogspot.com/p/taksonomi-bloom.html
Piramida Taksonomi Bloom sebelum dan sesudah revisi | Sumber : https://kohclass.blogspot.com/p/taksonomi-bloom.html
Taksonomi Bloom dalam Perspektif Guru

Selama ini para guru dan insan pendidik menggunakan taksonomi Bloom untuk merumuskan tujuan pembelajaran. Pemilihan kata kunci yang tepat memegang peranan penting dalam menjelaskan indikator atau tujuan pembelajaran agar konsep materi tersampaikan secara efektif. Kata kerja kunci tersebut merupakan acuan bagi guru dalam menentukan kedalaman penyampaikan materi, apakah cukup memahami saja, mendemonstrasikan, menilai, dan sebagainya.

Logika di dalam implementasi teori taksonomi Bloom adalah sebagai berikut :

  • Sebelum kita memahami suatu konsep maka kita terlebih dahulu harus mengingatnya
  • Sebelum kita menerapkan konsep tersebut maka wajib kita memahaminya terlebih dahulu
  • Sebelum kita menganalisis suatu konsep maka haruslah kita menerapkannya terlebih dahulu
  • Sebelum kita mengevaluasi suatu konsep maka kita haru lebih dahulu menganalisisnya
  • Dan sebelum kita berkreasi atau menciptakan suatu konsep maka kita wajib untuk mengingat, memahami, menerapkan, menganalisa dan mengevaluasinya terlebih dahulu.

Struktur logika berpikir komprehensif yang dicetuskan oleh Bloom melalui taksonominya memang dahsyat. Dan dewasa ini sebetulnya teori level pengetahuan dalam taksonomi ini tidak hanya melulu dipakai untuk menganalisis tingkat level pengetahuan siswa melalui indikator atau tujuan pembelajaran yang disusun guru. Tetapi lebih dari itu teori taksonomi ini juga bisa diterapkan pada perspektif yang lebih luas termasuk dalam dimensi kiprah guru itu sendiri.

Level tertinggi seorang guru adalah guru yang menginspirasi. Guru inspiratif itu sendiri merupakan guru yang berhasil dalam berkreasi dan mencipta suatu kebaruan dalam kiprahnya. Dimana penciptaan kebaruan ini membuat guru memiliki daya tarik sekaligus menjadi motor penggerak bagi sesamanya. Membuatnya memiliki daya pembeda dengan orang kebanyakan.

Dalam upaya menciptakan suatu kreasi dan kebaruan itu sang guru tentunya akan menilai dan mengevaluasi dahulu apakah dirinya selama ini sudah berkiprah dan memiliki performance selayaknya guru yang diharapkan. Atau hanya menjadi pribadi statis terlebih apatis terhadap kebaruan dan kreatifitas itu sendiri. Agaknya perlu merenungkan dalam-dalam.

Menganalisis tentang kiprah dan performance diri sendiri memang perlu dilakukan agar bisa guru selalu bisa mengevaluasi dirinya sendiri dalam berbagai aspek. Empat kompetensi guru yang digagas oleh pemerintah dalam Undang-undang Nomor 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen serta diperkuat Perdirjen GTK Nomor 2626/B/HK.04.01/2023 tentang model kompetensi guru itu haruslah dimiliki guru bahkan dipegang teguh dan ditingkatkan. Sebagai bagian tak terpisahkan dalam jati diri guru itu sendiri.

Dengan berusaha menerapkan pola pikir yang dinamis dan terbuka terhadap kemajuan merupakan salah satu syarat awal agar guru dapat menganalisis tindakan mana yang tepat untuk dirinya. Tindakan-tindakan mana yang membuatnya berkembang menuju kemajuan. Memahami dengan sepenuh hati  bahwa seorang guru adalah pribadi pembelajar sepanjang hayat. Dalam artian dia mengajar sekaligus dirinya sendiri juga sebagai sosok pembelajar atau pribadi yang gemar belajar.

Dan pemahaman-pemahaman tentang nilai-nilai etis di atas akan tumbuh jika sang guru mengingat kembali bahwa dirinya adalah seorang guru. Pribadi yang memikul tanggung jawab mulia sebagai kaum intelektual pembentuk peradaban bangsanya. Sebuah bangsa akan maju jika sistem pendidikannya maju. Sistem pendidikan akan maju jika para gurunya juga berpikir tentang kemajuan.

Begitulah kiranya pembacaan yang agak berbeda terkait taksonomi Bloom. Sejatinya taksonomi Bloom mengajarkan kepada kita bahwa untuk mencapai level tertinggi (mencipta) mestilah terlebih dahulu melewati dan melalui banyak level tahapan sebelumnya. Disitulah mental dan kepribadian digembleng. Seperti kata pepatah usaha dan proses tidak akan mengkhianati hasil. Baik anak didik maupun guru haruslah mencintai proses dan bergulat dengan tahapan-tahapan yang ada. Yang instan hanya akan menghasilkan pragmatisme dan kedangkalan esensi. Sedangkan proses mendalam dalam pergulatan hidup akan membuat guru menjadi pribadi yang paripurna. Pribadi yang mantap dan teguh pendirian dalam melaksanakan tugas keprofesiannya sebagai guru.

Semua pilihan ada di tangan guru itu sendiri. Memilih apakah dia hanya sebatas mengingat bahwa dirinya adalah seorang guru yang seadanya. Tetap berdiri dalam zona nyamannya. Atau ia sendiri memilih untuk merangkak naik dan keluar dari zona nyaman untuk meniti level tahapan selanjutnya dengan segala upaya peningkatan mutu dirinya sehingga bisa mencapai level tertingginya, menginsipirasi dan menciptakan kebaruan bagi sekitarnya. Semua pilihan kembali pada pribadi sang guru. Tetap semangat wahai para guru Indonesia. Salam blogger persahabatan.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun