Mohon tunggu...
Priyasa Hevi Etikawan
Priyasa Hevi Etikawan Mohon Tunggu... Guru - Guru SD || Pecinta Anime Naruto dan One Piece

Penulis buku Asyiknya Menjadi Penulis Pemula (2023) | Antologi 1001 Kisah Guru (2023)

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Kurikulum Merdeka: Dikritik Sekeras-kerasnya Didukung Sebesar-besarnya

3 April 2024   16:55 Diperbarui: 4 April 2024   07:47 773
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi kurikulum merdeka. Sumber: KOMPAS/SUPRIYANTO

Ilustrasi guru dan murid dalam pembelajaran | Sumber : www.depositphotos.com
Ilustrasi guru dan murid dalam pembelajaran | Sumber : www.depositphotos.com

Nyanyian Para Pengkritik

Kebijakan apapun yang diambil dalam sebuah negara demokrasi berpotensi menuai pro dan kontra. Itu sangat wajar karena dalam alam demokrasi kebebasan berpendapat adalah hal yang dijamin oleh undang-undang. Adanya kaum oposan merupakan suatu keniscayaan dalam negara bersistem demokrasi. Justru sangat aneh jika sebuah negara demokrasi tapi nir oposan. Kaum-kaum pengkritik ini dengan leluasa mendapat ruang berbicara dan berpendapat selayaknya warga negara lainnya.

Kurikulum merdeka tentu tidak lepas dari analisa kritis dan tajam dari berbagai kalangan. Khususnya bagi kalangan guru selaku pelaksana teknis di lapangan adalah menjadi pihak yang paling gencar bersuara terkait kurikulum ini. Baik dari sisi pro maupun kontra. Sangat bisa dipahami karena guru lah yang merasakan langsung bagaimana kurang dan lebihnya kurikulum ini diterapkan dalam pembelajaran.

Para pengkritik berpendapat bahwa sejatinya kurikulum merdeka ini sama saja dengan kurikulum-kurikulum sebelumnya. Ia hanya ganti kulit saja. Ganti istilah saja. Misal dulu ada dikenal istilah namanya KI-KD sekarang diganti CP. Dulu ada istilah silabus sekarang diganti ATP. 

Dulu ada istilah RPP sekarang diganti Modul Ajar (MA) dan seterusnya padahal esensinya sama saja. Toh kalau bicara konsep pendidikan yang berpihak pada murid sejak dulu, sejak kurikulum CBSA juga sudah dikenal konsep yang sama. Bukankah CBSA sendiri merupakan singkatan dari Cara Belajar Siswa Aktif? Kan sama saja konsepnya berpusat pada siswa (Student Learning Centered). Karena itu merupakan ciri khas dari kurikulum yang menganut aliran pendidikan humanistik. Filosofinya ada disana.

Di sisi lain para pengkritik juga kerap mengatakan bahwa yang diviralkan dalam berbagai unggahan sosial media hanya keberhasilan penerapan kurikulum merdeka secara parsial bukan universal. Secara parsial yang dimaksud adalah keberhasilan yang diklaim di sekolah tertentu dalam situasi dan kondisi tertentu. Yang mana ini semua tidak bisa menjadi dasar untuk menggeneralisir keberhasilan penerapan kurikulum merdeka secara menyeluruh. Keberhasilan secara parsial tidak berarti serta merta mewakili keberhasilan secara universal. Hanya unsur klaim sepihak yang dibumbui dengan semangat glorifikasi agar terkesan memang kurikulum ini merupakan kurikulum terbaik dan menjadi kurikulum sapu jagad untuk seluruh wilayah Indonesia dengan segala keanekaragaman dan kesenjangannya itu.

Sikap Bijak Para Guru

Dengan tingkat disparitas dan kesenjangan yang cukup tinggi di Indonesia memang terlalu dini jika mengatakan penerapan kurikulum merdeka berhasil dan sesuai harapan. Membutuhkan kajian yang lebih mendalam tentang hal ini. Karena sejatinya keberhasilan penerapan kurikulum ujung pangkalnya ada pada guru dan sekolah selaku pelaksana teknis terdepan. Apakah guru dan sekolah sudah betul-betul memahami prinsip implementasi kurikulum merdeka ini dengan baik?

Juga apakah guru dan pihak sekolah bisa berkreasi dan berinovasi terhadap kurikulum merdeka ini yang konon bersifat fleksibel dalam penerapannya? Karena saya yakin dan percaya bahwa setiap sekolah memiliki situasi dan kondisinya masing-masing. Yang tidak bisa disamaratakan antara satu sekolah dengan sekolah lain. Sekolah di perkotaan tentu akan berbeda situasi dan kondisinya dengan sekolah di pedesaan. Sekolah Dasar (SD) tentu berbeda situasi dan kondisi dengan SMP dan SMA. Baik dari sisi ketercukupan tenaga pengajar, sarana prasarana dan faktor-faktor pendukung lainnya.

Jika dianalogikan kurikulum merdeka ini adalah sebuah resep masakan, maka guru dan sekolah berperan sebagai koki. Koki yang harus bisa meramu dan meracik bagaimana resep masakan ini bisa menjadi sebuah hidangan enak dan lezat untuk di sajikan dan dikonsumsi. Baik dengan bahan makanan yang mewah tersedia melimpah ataupun dengan bahan makanan yang seadanya dan pas-pasan. Di situlah tantangannya. Karena kembali lagi bahwa situasi dan kondisi setiap sekolah itu sangat berbeda.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun