Dalam debat pro-kontra kurikulum merdeka yang dilaksanakan beberapa waktu lalu oleh akun Instagram "Jangan Jadi Guru", salah seorang narasumber dalam closing statementnya mengucapkan kalimat menarik yang cukup mencuri perhatian. Beliau Pak Usman Djabar berkata bahwa kurikulum merdeka harus dikritik sekeras-kerasnya sekaligus didukung sebesar-besarnya. Kalimat itu seakan mengiaskan maksud bahwa memang disadari sepenuhnya kurikulum merdeka ini disana-sini masih terdapat kekurangan.
Selayaknya sesuatu program yang baru diluncurkan tentu masih butuh banyak perbaikan dan penyempurnaan. Tetapi betapapun kurikulum merdeka masih jauh dari kata sempurna setidaknya kurikulum ini membuka pintu harapan untuk mengantarkan pendidikan indonesia menuju ke arah yang lebih baik dan lebih berdampak pada tumbuh kembang anak didik.Â
Karena kurikulum ini menawarkan keleluasaan dan fleksibilitas dalam penerapannya pada pembelajaran. Dan dengan konsep profil pelajar pancasilanya kurikulum ini juga diharapkan mampu membentuk karakter anak Indonesia menjadi pribadi yang lebih baik, luhur budi pekerti dan akhlak mulianya. Sesuai dengan nilai-nilai luhur bangsa Indonesia.
Jika ditarik pada perspektif yang lebih luas, sejatinya kurikulum merdeka merupakan perwujudan dari pandangan filosofi pendidikan yang digagas Ki Hajar Dewantara. Ki Hajar Dewantara sendiri merupakan tokoh pendidikan beraliran humanistik. Yaitu aliran pendidikan yang berusaha untuk membangkitkan potensi-potensi dalam diri manusia. Sebagaimana diyakini aliran humanistik berpandangan bahwa setiap manusia memiliki minat, bakat dan potensinya masing-masing. Singkatnya aliran ini ingin melihat manusia dalam konteks yang utuh. Dengan kelebihan dan kekurangannya masing-masing.
Sehingga dengan adanya proses pendidikan diharapkan segala potensi, bakat dan minat yang terpendam dalam diri manusia bisa dieksplorasi dan dikembangkan agar membentuk manusia itu sendiri menjadi paripurna sesuai dengan karakterikstiknya. Aliran pendidikan humanistik ini sangat akomodatif terhadap keunikan dan keanekaragaman bakat dan minat anak didik. Ciri khas dari aliran pendidikan humanistik adalah proses belajar yang berpusat pada murid (student learning centered).
Kurikulum Merdeka Sebagai Suatu "Produk"
Diakui atau tidak kurikulum merdeka adalah suatu produk kebijakan pemerintahan presiden Jokowi yang lahir di bawah Kemendikbudristek pimpinan menteri Nadiem Makarim. Kurikulum ini diresmikan di tahun 2022 dan otomatis menggantikan kurikulum sebelumnya yaitu kurikulum 2013. Sebagai suatu produk kebijakan tentu pemerintah dalam hal ini Kemendikbudristek wajib untuk mensosialisasikannya secara luas kepada khalayak masyarakat. Agar masyarakat dan stakeholder terkait (seperti guru, dinas pendidikan, orangtua siswa, dan sebagainya) itu memahami tentang seluk beluk kurikulum merdeka. Memahami bagaimana produk yang bernama kurikulum merdeka ini bisa dipakai atau diimplementasikan pada tataran praksis. Maka diadakanlah sosialisasi dan pelatihan-pelatihan implementasi kurikulum merdeka dimana-mana.
Sebetulnya dalam konteks ini wajar saja. Memang sudah seharusnya begitu. Karena bagaimana khalayak akan paham dan mengerti tentang kurikulum merdeka jika tidak diperkenalkan, tidak disosialisasikan, dan tidak diujicobakan pada cakupan yang lebih sempit? Dengan gencarnya berbagai pelatihan pun tidak menjadi sebuah jaminan jika para guru dan sekolah selaku pelaksana teknis di lapangan akan paham. Apalagi jika semangat dalam mengikuti pelatihan-pelatihan itu semata hanya karena alasan formalitas: supaya dapat sertifikat. Sertifikat pelatihan yang nantinya bisa dipakai sebagai bukti dukung dalam urusan penilaian kinerja guru dan kepala sekolah.
Pemerintah memang terlihat sangat masif dalam sosialisasi kurikulum merdeka. Pelatihan online dan offline digelar dimana-mana. Berbagai praktik baik dan testimoni pun berserakan di internet. Praktik baik dan testimoni tentang dampak positif penerapan kurikulum merdeka dalam pembelajaran.Â
Seakan ingin menegaskan bahwa kurikulum merdeka adalah kurikulum yang tepat dan sangat cocok untuk pendidikan Indonesia masa kini. Yang mana para pelaku testimoni ini juga dari kalangan guru sendiri. Guru penggerak dan para pengajar praktik juga tak luput menjadi penyambung lidah dari pemerintah yang sangat vokal dalam menggaungkan program merdeka belajar termasuk kurikulum merdeka di dalamnya.