Bukan Sekedar Mengisi Bejana Kosong
Kita semua merindukan pendidikan yang mencerahkan. Pendidikan yang bisa menyalakan pelita intelektual generasi penerus bangsa. Apapun kurikulum dan sistem pendidikan yang tengah dijalankan bangsa ini tentu semua akan kembali bermuara pada falsafah kebangsaan itu sendiri. Membentuk manusia Indonesia yang berjiwa Pancasila. Yang berketuhanan, berperikemanusiaan, berjiwa persatuan, serta memiliki semangat keadilan sosial dalam kebhinnekaan.
Anak-anak kita bukanlah ibarat sebuah bejana kosong yang hanya diisi dan dijejali dengan berbagai macam pelajaran yang ada di sekolah. Tetapi lebih dari itu anak-anak adalah subyek pembelajar yang aktif. Yang bahkan bisa belajar dari mana saja. Dari siapapun dan kapanpun. Guru memiliki peranan besar untuk mengarahkan dan memfasilitasi anak didiknya agar menemukan pengetahuan dan pemahamannya akan ilmu.
Itulah sebab dalam kurikulum merdeka dikenal istilah pembelajaran yang berpihak pada murid. Sebuah pendekatan dalam proses pembelajaran yang mengakomodasi kebutuhan, minat, dan kemampuan siswa sebagai fokus utama. Sebuah pembelajaran yang menempatkan siswa sebagai subjek yang unik dan dinamis.
Kurikulum merdeka memang menitik beratkan pada pengembangan kreatifitas serta pembentukan karakter murid. Dengan konsep pembelajaran berdiferensiasi dan penajaman karakter baik melalui pendekatan projek penguatan profil pelajar pancasilanya kurikulum merdeka diharapkan menjadi kurikulum yang aktual sesuai dengan paradigma pembelajaran abad 21. Sebuah paradigma dalam pembelajaran yang dirancang untuk generasi abad-21 agar mampu mengikuti arus perkembangan zaman.
Bukan pembelajaran yang dilaksanakan ibarat mengisi bejana kosong. Dimana guru sebagai sumber ilmu pengetahuan dan murid sebagai pihak yang menerima pengetahuan itu secara pasif. Pembelajaran abad 21 adalah pembelajaran yang berpusat pada murid. Murid bertindak sebagai subjek aktif dalam pembelajaran.
Lalu tibalah kita pada pertanyaan di awal tulisan ini : Apakah praktek pendidikan kita dewasa ini sudah termasuk kategori menyalakan pelita atau seperti mengisi bejana? Jawaban atas pertanyaan ini ada dalam hati nurani para guru. Karena para guru adalah pelaksana teknis pendidikan di lapangan. Para guru adalah penggerak sistem pendidikan itu sendiri.
Kurikulum merdeka memberikan keleluasaan bagi para guru untuk merancang dan mengembangkan pembelajaran tentu tidak akan efektif jika tidak diimbangi dengan semangat dan kreatifitas dalam berkarya. Kurikulum yang bagus juga harus diimbangi dengan sarana prasarana sekolah yang memadai serta kemampuan SDM guru yang mumpuni.
Namun sayangnya dewasa ini kedua hal tersebut juga masih menjadi PR besar bagi pemerintah kita. Setiap tahun masih saja terdengar isu tentang kesejahteraan para guru. Juga tidak sedikit berita tentang sekolah yang minim sarana prasarana. Khususnya di wilayah-wilayah pelosok tanah air.
Memang untuk menggerakkan kapal besar bernama pendidikan Indonesia ini membutuhkan kerja keras dan komitmen dari semua pihak. Tidak bisa hanya disandarkan pada satu atau dua pihak saja. Pemerintah sudah memulainya dengan agen penggerak perubahan pendidikan itu sendiri yang hari ini kita kenal dengan nama guru penggerak. Tapi para guru penggerak saja tidak akan cukup. Tanpa dukungan dan komitmen dari semua insan pendidikan. Kembali keberhasilan pendidikan adalah soal komitmen bersama antara keluarga, sekolah dan masyarakat. Juga negara ada di dalamnya.