Mohon tunggu...
Priyasa Hevi Etikawan
Priyasa Hevi Etikawan Mohon Tunggu... Guru - Guru SD || Pecinta Anime Naruto dan One Piece

Penulis buku Asyiknya Menjadi Penulis Pemula (2023) | Antologi 1001 Kisah Guru (2023)

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Menilik Fenomena Siswa di Bawah Umur Mengendarai Sepeda Motor

27 Januari 2024   16:59 Diperbarui: 28 Januari 2024   06:33 1306
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi siswa bermotor(Tribun Jogja)

Pada suatu pagi yang cerah saya bersama rekan-rekan guru melaksanakan aktivitas rutin di sekolah kami menyiapkan kegiatan pembiasaan di pagi hari. 

Sekolah kami melaksanakan kegiatan pembiasaan di pagi hari rutin setiap pukul 07.00 WIB sebelum kegiatan belajar mengajar berlangsung. Jadi saya dan beberapa rekan guru sebelum pukul 7 pagi harus sudah bergegas menyiapkan segala peralatan dan perlengkapan untuk kegiatan pembiasaan tersebut.

Tapi di hari itu ada sebuah pemandangan yang berbeda dari biasanya. Saat saya sedang menyiapkan anak-anak, terlihat seorang siswa laki-laki melintas dengan menggunakan sepada motor matic lengkap dengan baju seragam batik dan tas sekolahnya. 

Setelah saya telusuri ternyata siswa tersebut adalah siswa SD kami. Tepatnya siswa saya sendiri, anak kelas 6.

Saya menjadi penasaran kemudian saya pastikan dengan bertanya kepada siswa yang lain untuk memastikan. Ternyata betul bahwa siswa yang saya lihat tadi, berangkat ke sekolah dengan mengendarai sepeda motor adalah siswa saya sendiri. Dia mengendarai sepeda motor dan diparkirkan dengan cara dititipkan di rumah tetangga dekat SD.

Sontak saya tanya apa sebab dan musababnya dia berangkat ke sekolah dengan mengendarai sepeda motor. Padahal aturan sekolah melarang siswanya berangkat ke sekolah dengan mengendarai sepeda motor sendiri dengan alasan belum cukup umur dan melanggar aturan lalu lintas. Siswa tersebut menjawab dengan berbagai macam alasan yang terkesan mengada-ada sehingga saya peringatkan agar di kemudian hari dia tidak lagi membawa sepeda motor ke sekolah.

Pemandangan siswa di bawah umur mengendarai sepeda motor ke sekolah sebetulnya bukan hal yang baru. Setiap pagi saat saya berangkat ke tempat tugas juga kerap berpapasan dengan kelompok siswa setingkat SMP/MTs yang berangkat sekolah dengan bersepeda motor. Mereka berangkat dengan mengendarai sepeda motor secara beriringan dengan teman-temannya yang lain. Sebuah fenomena yang menjadi kelaziman di jaman sekarang.

Ilustrasi siswa di bawah umur mengendarai sepeda motor | Sumber : www.liputan6.com
Ilustrasi siswa di bawah umur mengendarai sepeda motor | Sumber : www.liputan6.com

Belum Cukup Umur

Fenomena tersebut di atas sejatinya sebuah kesalahan yang kemudian dianggap kelaziman. Karena sejatinya menurut peraturan lalu-lintas orang belum berusia 17 tahun belum boleh mengendarai sepeda motor. Karena untuk mendapatkan Surat Ijin Mengemudi (SIM) ada persyaratan usia minimal 17 tahun. 

Usia 17 tahun di Indonesia secara normal adalah usia siswa SMA sederajat. Kecuali bagi mereka yang sering tinggal kelas mungkin belum SMA tapi sudah 17 tahun.

Adanya batasan usia dalam mengendarai sepeda motor tentu bukan tanpa alasan. Anak-anak sekolah yang belum cukup umur berangkat sekolah dan kesana kemari menggunakan sepeda motor tentu sangat beresiko. Karena anak usia di bawah 17 tahun secara psikologis belum matang. Belum dewasa dalam bersikap dan bertindak. Sehingga dalam berkendara beresiko mengancam keselamatan. Baik keselamatan diri sendiri maupun keselamatan pengguna jalan yang lain.

Tapi agaknya pihak sekolah juga kualahan dalam mengatasi siswa-siswinya yang nyeleneh itu. Alih-alih siswa-siswi dilarang ke sekolah dengan membawa sepeda motor malah semakin hari semakin banyak saja terlihat di jalanan. Sangat terlihat saat jam berangkat dan jam pulang sekolah. Ini merupakan sebuah keprihatinan. Hal yang salah dan keliru tapi tidak bisa dicari solusi bagaimana cara mengatasinya. Karena jelas secara aturan siswa di bawah usia 17 tahun berkendara dengan sepeda motor itu salah.

Kenyataan ini diperparah dengan masyarakat yang agaknya permisif dan pragmatis. Justru banyak masyarakat yang menyediakan lahan parkir di depan rumahnya untuk memarkir sepeda motor para siswa ini dengan tarif yang cukup terjangkau. Jadilah simbiosis mutualisme, siswa berangkat ke sekolah dengan bersepeda motor, diparkir dengan aman di rumah warga masyarakat dan warga masyarakat mendapatkan cuan serta pemasukan dari uang sewa parkir. Sungguh kenyataan yang miris.

Sementara pihak sekolah kualahan untuk mendisiplinkan siswanya ini, justru tidak sedikit orangtua menganggap semua itu hal yang wajar. Tak jarang orangtua beranggapan dengan mengendarai sepeda motor sendiri dianggap membantu orangtua. Karena si anak dapat berangkat dan pulang sekolah sendiri. Dan orangtua tidak perlu repot mengantar dan menjemput anaknya bersekolah. Luar biasa!

Ada juga kelompok orangtua yang berusaha tidak mengijinkan serta melarang anaknya untuk berangkat ke sekolah dengan mengendarai sepeda motor. Tetapi kualahan karena si anak bersih keras dan mengancam jika tidak diijinkan menggunakan sepeda motor ke sekolah maka si anak akan mogok bersekolah. Akhirnya orangtua berada dalam posisi serba salah dan berujung mengalah pada keinginan anaknya itu.

Maka jadilah fenomena ini seperti peribahasa dalam masyarakat Jawa, "Salah kaprah bener ora lumrah". Yang artinya kurang lebih kesalahan yang terjadi karena kebiasaan dengan sesuatu yang salah dan dibiarkan terus berjalan tanpa usaha perbaikan pemakainya. Sesuatu yang sebetulnya salah tetapi dianggap wajar karena dibiarkan begitu saja.

Perlunya Kesadaran Bersama

Padahal jika dipikir secara jernih berangkat ke sekolah tidak harus siswa mengendarai sepeda motor sendiri. Ada banyak ragam cara untuk siswa berangkat ke sekolah. Bisa berjalan kaki, naik sepeda onthel, naik angkutan umum atau diantar langsung oleh orangtuanya. 

Saya juga kerap mendapati beberapa anak yang berangkat sekolah dengan berjalan kaki untuk yang rumahnya dekat dengan sekolahnya. Atau dengan cara naik angkutan umum untuk yang rumahnya agak jauh. Semua dapat berjalan dengan baik tanpa harus melanggar peraturan lalu lintas.

Di jaman saya sendiri bersekolah era tahun 2000-an awal sangat jarang ditemui siswa di bawah umur yang berangkat sekolah dengan mengendarai sepeda motor. Karena saat itu harga sepeda motor tergolong mahal dan jarang warga masyarakat yang mampu membeli. Kalaupun mampu membeli, ya dipakai sendiri. Tidak diperuntukkan untuk anak-anaknya.

Berbeda dengan jaman sekarang dimana pembelian motor secara kredit semakin dimudahkan. Bahkan dipromosikan berkeliling dari desa ke desa sampai ke pelosok-pelosok kampung. Dengan uang muka yang terjangkau bahkan nol rupiah, masyarakat sudah bisa membeli sepeda motor secara kredit. Inilah salah satu penyebab maraknya anak-anak di bawah umur mengendarai sepeda motor. Kemudahan akses untuk membeli sepeda motor.

Memang jaman sudah berubah dan konon kita harus mendidik anak sesuai dengan kodrat alam dan kodrat jaman. Tetapi jika kodrat alam dan kodrat jaman itu tidak sesuai dengan nilai-nilai etis dan kebenaran universal maka kita sebagai manusia yang berpikir juga harus mempunyai saringan dan filter. Agar anak-anak kita terhindar dari dampak negatif kemajuan jaman itu sendiri.

Fenomena anak sekolah di bawah umur berkendara sepeda motor perlu disikapi secara komprehensif oleh berbagai pihak. Dimulai dari kesadaran orangtua yang menanamkan pengertian kepada anaknya akan larangan dan bahaya berkendara sebelum cukup umur. Pihak sekolah juga memberikan pembinaan kepada siswa bahwa berkendara di bawah usia 17 tahun melanggar aturan lalu lintas dan bisa terkena sanksi dari sekolah. Juga diperlukan kerjasama dan sinergi dengan pihak kepolisian untuk gencar melakukan razia bagi anak-anak sekolah di bawah umur yang kerap berkendara sepeda motor.

Saya yakin jika berbagai pihak ini serius saling bekerjasama dan bersinergi akan memperkecil dan mengurangi kebiasaan anak sekolah di bawah umur berkendara sepeda motor. 

Dengan menegakkan aturan hukum pihak kepolisian sering mengadakan razia dan penilangan sepeda motor para siswa ini. Untuk kemudian diadakan pembinaan kepada orangtua dan si anak tentu akan menimbulkan efek jera. Sebagai shock therapy untuk menumbuhkan kesadaran dan kepatuhan hukum dalam berlalu lintas.

Dengan demikian juga membantu para siswa agar disiplin dalam berkendara. Kalau tidak dimulai dari sekarang lalu kapan lagi? Bukankah sudah banyak kecelakaan lalu lintas yang korbannya adalah siswa di bawah umur?

Semoga anak-anak kita senantiasa menjadi pribadi yang patuh pada norma aturan. Demi keselamatan jiwa dan raganya sendiri. 

Salam blogger persahabatan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun