kurikulum merdeka sebagai pengganti kurikulum 2013. Implementasi kurikulum merdeka dimulai sejak tahun pelajaran 2021/2022 untuk kelas 1 dan 4 jenjang SD, kelas 7 untuk jenjang SMP dan kelas 10 untuk jenjang SMA sederajat. Dua hal yang menarik dan membedakan kurikulum merdeka dengan kurikulum-kurikulum sebelumnya adalah adanya Projek Penguatan Profil Pelajar Pancasila (P5) dan konsep pembelajaran berdiferensiasi.
Pemerintah secara perlahan tapi pasti mulai mengimplementasikanKonsep pembelajaran berdiferensiasi sejatinya sudah muncul sejak akhir abad ke-19 dan awal abad ke-20. Saat itu seorang filsuf sekaligus ahli pendidikan asal Amerika Serikat John Dewey mengkritik sistem pendidikan yang rigid, otoriter dan kurang memperhatikan pengalaman, kepentingan serta kebutuhan siswa. Dewey menekankan pentingnya pendidikan yang demokratis, progresif serta berpusat pada murid. Dewey juga mengusulkan kegiatan pembelajaran yang berdasarkan pada kegiatan, masalah dan projek yang relevan dengan kehidupan nyata murid sehari-hari.
Tokoh lain yang berpengaruh dalam sejarah perkembangan pembelajaran berdiferensiasi adalah Jean Piaget. Piaget adalah psikolog dan epistemolog asal Swiss yang hidup di awal abad ke-20. Piaget mengembangkan teori perkembangan kognitif dimana dalam teori ini dijelaskan bahwa siswa membangun pengetahuan dan pemahaman mereka melalui hubungan interaksi dengan lingkungannya. Piaget membagi perkembangan kognitif dalam empat tahapan yaitu sensorimotor, praoperasional, operasional konkret, dan operasional formal. Piaget berpendapat bahwa pembelajaran harus disesuaikan dengan tahap perkembangan kognitif siswa, sehingga mereka dapat belajar sesuai dengan kemampuan dan kecepatan mereka sendiri. Mengingat setiap siswa memiliki kemampuan dan kecepatannya masing-masing. Tidak bisa disamakan ratakan satu dengan yang lain.
Selain Dewey dan Piaget, tokoh lain yang berperan dalam sejarah pembelajaran berdiferensiasi antara lain Lev Vygotsky, Howard Gardner, Benjamin Bloom, Robert Sternberg, Carol Ann Tomlinson, dan lain-lain. Mereka semua mempunyai cara pandang dan pendekatan yang berbeda-beda, namun semuanya mempunyai satu kesamaan yaitu menghargai keberagaman dan keunikan peserta didik dalam belajar. Pembelajaran yang berdiferensiasi merupakan hasil  perkembangan pemikiran dan praktik pendidikan yang berlanjut hingga saat ini. Pembelajaran  berdiferensiasi juga terus berkembang dan beradaptasi sesuai dengan kebutuhan dan tantangan jaman. Lalu sebetulnya apa dan bagaimana sejatinya pembelajaran berdiferensiasi itu?
Pengertian Pembelajaran Berdiferensiasi
Pembelajaran berdiferensiasi adalah proses belajar mengajar dimana peserta didik dapat mempelajari materi pelajaran sesuai dengan kemampuan, apa yang disukai, dan kebutuhannya masing-masing sehingga mereka tidak frustasi dan merasa gagal dalam pengalaman belajarnya (Breaux dan Magee, 2010; Fox & Hoffman, 2011; Tomlinson, 2017). Sederhananya pembelajaran berdiferensiasi pada kurikulum merdeka adalah suatu pendekatan yang mengakui bahwa setiap siswa memiliki kebutuhan dan kemampuan yang berbeda-beda, sehingga guru harus menyesuaikan proses pembelajaran di kelas dengan karakteristik, minat, dan gaya belajar siswa.
Pembelajaran berdiferensiasi bertujuan untuk memberikan fleksibilitas dan kemandirian pada siswa dalam memilih jalur pendidikan yang sesuai dengan potensi dan bakat mereka. Pembelajaran berdiferensiasi juga diharapkan dapat meningkatkan mutu pembelajaran, menghargai keunikan dan keragaman siswa, serta mewujudkan profil pelajar Pancasila.
Penerapan Pembelajaran Berdiferensiasi
Meskipun dikatakan bahwa konsep pembelajaran berdiferensiasi bukanlah hal yang baru toh harus diakui bahwa guru-guru kita belum terlalu familiar dengan konsep ini. Hal ini dikarenakan pembelajaran berdiferensiasi membutuhkan keterampilan pedagogi yang multiaction dan multivarian. Dalam pembelajaran berdiferensiasi seorang guru dituntut terampil meramu dan memperkaya pendekatan mengajarnya. Tidak hanya dari satu sisi pendekatan saja. Seorang guru harus mengindentifikasi minat, kebutuhan dan karakteristik belajar siswa. Tetapi saya meyakini bahwa untuk meramu sebuah pembelajaran berdiferensiasi bisa dimulai dengan memperluas pendekatan pada materi ajar. Dimulai dari diferensiasi kontennya terlebih dahulu.
Semisal guru akan mengajar materi IPA kelas VI tentang mengidentifikasi dan mengelompokkan benda-benda magnetis dan benda nonmagnetis (sifat-sifat magnet). Maka pendekatan yang dapat dilakukan antara lain dengan memperluas dan memperbanyak pendekatan pada materi ajar, misalnya menggunakan video, teks bacaan tentang magnet dan benda konkrit atau magnet itu sendiri. Ini sudah masuk tahap diferensiasi konten (materi). Dengan memulai dari perluasan pendekatan konten ajar terlebih dahulu guru juga akan lebih mudah mengembangkan pembelajaran berdiferensiasi. Termasuk diferensiasi proses dan produk nantinya.
Selanjutnya siswa dibagi menjadi 3 kelompok berdasarkan kesamaan kecenderungan gaya belajar. Kelompok pertama (kelompok visual) yaitu dengan mengamati video pembelajaran tentang benda magnetis dan nonmagnetis pada chromebook. Kelompok kedua (kelompok auditori) dengan membaca teks tentang benda magnetis dan nonmagnetis dan mendengarkan penjelasan dari guru. Kelompok ketiga (kelompok kinestetik) bisa dengan mengamati benda konkret yang telah disediakan guru. Guru membagikan LKPD tentang percobaan benda magnetis dan nonmagnetis. Siswa berdiskusi kelompok melakukan percobaan benda magnetis dan nonmagnetis kemudian mengelompokkan benda magnetis dan nonmagnetis dengan tepat dan menuliskan hasil percobaan dalam LKPD. Tahapan ini termasuk diferensiasi proses.