Mohon tunggu...
Priyanto Nugroho
Priyanto Nugroho Mohon Tunggu... lainnya -

"art is long, life is short, opportunity fleeting, experiment dangerous, judgment difficult"

Selanjutnya

Tutup

Money Artikel Utama

Tukar Uang Pecahan Cukup dengan ATM

6 Agustus 2012   07:56 Diperbarui: 25 Juni 2015   02:11 5916
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ada dua kejadian yang selalu menyertai bulan Puasa dan menjelang Lebaran di Indonesia, yaitu naiknya harga kebutuhan pokok, terutama makanan, dan meningkatnya permintaan masyarakat akan uang pecahan kecil. Kejadian naiknya harga barang selama bulan puasa, sekilas terlihat kontradiktif karena seharusnya konsumsi makanan berkurang selama bulan puasa. Namun demikian, fenomena tahunan ini terjadi di hampir semua negara yang penduduknya muslim. Beberapa hari yang lalu, seorang teman memasang status di facebook-nya mengatakan bahwa berat badannya naik 3 kg memasuki minggu kedua bulan Ramadhan. Tentu banyak faktor yang menyebabkan naiknya harga pangan selama bulan puasa ini. Mulai dari ulah pedagang hingga budaya, terutama kecenderungan masyarakat untuk menumpuk stok makanan selama bulan puasa dan Lebaran, antara lain untuk dibagikan kepada saudara-saudara yang kurang mampu. Badan statistis Abudabi (SCAD) misalnya, sebagaimana dikutip harian Khaleej Times, Sabtu lalu menyatakan bahwa harga makanan sudah naik 2,6% di minggu pertama bulan Ramadhan. Harga ikan dan seafood naik 8,8%, sayuran 6,7% dan buah-buahan naik 4,2%. Hal serupa tentu terjadi di Indonesia. Harga makanan di bulan Juli ini naik 1,7% dibandingkan bulan sebelumnya, yang berarti meningkat 7,3% dibandingkan harga setahun lalu. Terkait dengan naiknya harga-harga menjelang hari Raya Idhul Fitri ini, pemerintah Arab Saudi diberitakan akan mematok harga terhadap 1.600 jenis makanan agar tidak memberatkan masyarakat. Namun, berbeda dengan fenomena meningkatnya harga beberapa kebutuhan pokok merupakan kejadian yang serupa di negara-negala lain yang mayoritas penduduknya muslim, naiknya permintaan uang pecahan kecil sepertinya merupakan fenomena khas di Indonesia. Tentu ini juga karena faktor budaya untuk berbagi rejeki dengan sanak- saudara dan yang kurang beruntung, selain mungkin juga karena uang Rupiah memiliki 'nol' yang banyak. Bisa jadi fenomena ini akan berkurang bila Redenominasi nanti jadi dilakukan. Nah, untuk memenuhi kebutuhan pecahan uang kecil tadi, Bank Indonesia yang oleh undang-undang diberikan amanat untuk mengeluarkan dan mengedarkan uang Rupiah ke masyarakat, sejak tahun 2008 telah menyediakan semacam 'kas keliling' untuk bisa melayani masyarakat lebih luas. Kini, upaya untuk melayani kebutuhan masyarakat untuk memperoleh uang pecahan kecil tersebut semakin diperluas melalui kerjasama dengan beberapa bank.

[caption id="attachment_191629" align="aligncenter" width="300" caption="Barisan mobil tempat penukaran uang pecahan dan tenda untuk menunggu (Priyanto B. Nugroho)"][/caption] [caption id="attachment_191631" align="aligncenter" width="300" caption="Deretan mobil tempat penukaran uang pecahan dari berbagai bank (Priyanto B. Nugroho)"]

1344238952191103318
1344238952191103318
[/caption] Tempat penukaran juga diperluas bukan hanya di kantor Bank Indonesia, melainkan di beberapa tempat terbuka seperti di Lapangan Monas dan beberapa stasiun Kereta Api di Jakarta (Gambir, Tanah Abang, Kota, Jatinegara dan Senin). Juga di beberapa pusat keramaian seperti pasar tradisonal dan mall-mall. Sayangnya sampai saat ini belum ada publikasi jadual-jadual pelayanan penukaran uang pecahan kecil tersebut. Hal serupa juga dilakukan di daerah-daerah, bahkan di Bandung ada inovasi yang menarik dengan masyarakat bisa menukarkan uang pecahan secara 'drive thru' seperti saat membeli makanan cepat saji. Hal yang juga berbeda juga terlihat di tempat penukaran uang pecahan kecil yang ada di Lapangan Monas, yang melibatkan 9 bank. Di salah satu bank yang membuka stand di sana, kita bisa menukar uang cukup dengan menggesek kartu debet (kartu ATM). Jadi lebih praktis karena tidak perlu membawa uang tunai terlebih dulu untuk menukar. Sayangnya belum semua bank memiliki mekanisme yang praktis ini. Beberapa bank masih dengan cara tradisional, yaitu menukar uang tunai pecahan besar (biasanya 100 dan 50 ribuan) ke pecahan kecil. Uang pecahan kecil yang paling banyak diminati masyarakat adalah pecahan 10 ribuan, 5 ribuan dan seribuan. Selain bisa menukar uang pecahan dengan kartu ATM, kita bisa pula menukar dengan kartu elektronik (e-money). Penggunaan uang elektronik ini, atau yang lazim dikenal dengan kartu pra-bayar (prepaid card) sebenarnya sangat fleksibel karena kita tidak perlu lagi repot dengan membawa uang pecahan besar atau kecil sehingga dompet tebal, meskipun sayangnya memang belum bisa menjangkau warung-warung kecil saat ini. Beberapa kartu elektronik yang sudah mulai dikenal masyarakat misalnya, kartu Flazz dari BCA, Mandiri Pre-Paid, BNI Pre-paid atau Brizzi dari bank BRI. Penggunaan uang elektronik sebagai sarana bayar untuk berbagai transaksi ini memang sedang meningkat, baik pembayaran di pintu toll, pompa bensin, belanja di toko eceran, beli tiket kereta api, tiket pesawat hingga untuk bayar parkir. Bank Indonesia, dalam siaran persnya, memperkirakan kebutuhan uang tunai masyarakat terkait puasa dan Lebaran tahun ini akan mencapai 89,4 triliun Rupiah, diantaranya yang berupa uang pecahan kecil 8,3 triliun Rupiah. Fenomena naiknya permintaan masyarakat akan uang kecil ini juga sudah menjadi lahan bisnis. Banyak terlihat yang 'menjajakan' uang pecahan kecil di pinggir-pinggir jalan dengan keuntungan sampai 10%, misalnya 100 ribuan diganti dengan pecahan kecil senilai hanya 90%-nya. Meski bisnis sebagian masyarakat ini banyak dikritik karena seolah memperjual-belikan uang, namun masih terjadi sampai kini. Bukan tidak mungkin sebagian masyarakat yang antri untuk menukar uang pecahan kecil ini juga adalah 'pedagang' uang tersebut. Memang dilematis dan harus semakin waspada dengan kemungkinan menyebarnya uang palsu. Tempat penukaran uang di Monas ini juga cukup nyaman dan rapi karena diberikan tempat menunggu bertenda sehingga cukup teduh meski di lapangan terbuka. Penukar akan menukarkan uang pecahan kecil di dalam mobil (mirip proses E-KTP) dengan terlebih dulu mengisi semacam formulir berapa uang yang hendak ditukar, lengkap dengan rincian pecahan yang diinginkan.

[caption id="attachment_191632" align="aligncenter" width="300" caption="Salah satu formulir penukaran uang pecahan (Priyanto B. Nugroho)"]

1344239179380366051
1344239179380366051
[/caption] [caption id="attachment_191633" align="aligncenter" width="300" caption="Transaksi penukaran uang pecahan di salah satu stand (Priyanto B. Nugroho)"]
13442393331500566738
13442393331500566738
[/caption] [caption id="attachment_191639" align="aligncenter" width="300" caption="Salah satu stand mobil penukaran uang pecahan yang juga menyediakan perangkat ATM (Priyanto B. Nugroho)"]
13442397151023228073
13442397151023228073
[/caption]

Mudah-mudahan ke depan, penggunaan uang elektronik semakin meningkat sehingga masyarakat lebih flesibel dalam bertransaksi, tidak perlu repot dengan beragam pecahan. Termasuk juga agar para keponakan dan handai taulan akan terbiasa pula menerima 'ang pao' berupa uang elektronik.

[caption id="attachment_191634" align="aligncenter" width="300" caption="Photo: Priyanto B. Nugroho)"]

13442394111572068661
13442394111572068661
[/caption]

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun