Mohon tunggu...
Priyanto Nugroho
Priyanto Nugroho Mohon Tunggu... lainnya -

"art is long, life is short, opportunity fleeting, experiment dangerous, judgment difficult"

Selanjutnya

Tutup

Travel Story

Bangun Pagi Demi Lumba-lumba ...

26 Mei 2011   09:53 Diperbarui: 26 Juni 2015   05:12 214
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bangun pagi, apalagi sebelum jam 4 pagi bukan perkara mudah buat saya. Bahkan, merupakan tantangan terberat. Namun tekad untuk menyaksikan tingkah lumba-lumba di laut lepas ternyata mampu mengalahkannya. [caption id="attachment_110449" align="aligncenter" width="300" caption="Photo: Priyanto B. Nugroho"][/caption] Saat itu, saya dan beberapa kawan sedang 'break' dan berlibur singkat ke Bali. Sejak awal, kami memang berencana melihat sisi lain Bali. Bukan di daerah selatan yang selalu padat dan ramai dengan turis. Masih seputaran pantai yang hendak kami tuju, laut tepatnya, namun bukan untuk menikmati pantainya. Yang ada di benak kami adalah Lovina, pantai di daerah Buleleng, Singaraja. Bali bagian utara. Pantai Lovina sebenarnya juga cukup indah dan banyak obyek laut yang bisa dinikmati. Pasir pantainya bersih kehitaman, tidak putih seperti pantai pulau Dewata bagian selatan. Kali ini kami punya tujuan khusus, yaitu melihat kehidupan lumba-lumba di laut bebas. Konon, saat itu air laut di sana sedang hangat-hangatnya sehingga lumba-lumba, dengan atraksi melompat ke atas permukaan laut akan banyak dijumpai. Pagi, jam 4 kurang saya sudah bangun. Kami menginap di salah satu hotel di Singaraja. Konon hotel ini dimiliki orang Jerman. Dengan mata masih berat sekali dan hanya sekedar cuci muka, bersama-sama kami langsung menuju pantai. Di sana, kami berbagi 'cadik', perahu kecil tradisional milik nelayan, yang sudah dipesan sore sebelumnya. Masing-masing cadik, dinaiki sekitar 4 orang dan sesuai dengan standard keamanan, masing-masing mengenakan jaket pelampung.

 

[caption id="attachment_110450" align="aligncenter" width="300" caption="Semakin banyak perahu yang terlihat setelah matahari terbit"][/caption]

 Sebelum matahari terbit, kamipun sudah 'melaut'. Udara segar pagi dini hari dan hembusan angin pantai serta perasaan sedikit 'ngeri' menyapu kantuk yang masih menggayut. Untuk menghilangkan rasa ngeri terapung di laut, karena cadik sesekali bergoyang cukup keras, saya arahkan pandangan jauh ke cakrawala. Sembari tentu saja berharap para lumba-lumba sudah bangun ... agar kami dapat benar-benar menikmati tariannya di tengah laut.

Tak berapa lama, sang mentari pun terbit dari ufuk timur. Sedikit demi sedikit muncul dari cakrawala di ujung timur. Indah sekali cahaya yang menyertainya, langit pun perlahan berubah dari semburat kekuningan menjadi merah keemasan. Tak berapa lama, fajar terang merekah saat mentari sudah semakin ke atas menuju langit yang terlihat makin membiru.

 

[caption id="attachment_110452" align="aligncenter" width="300" caption="cadik-cadik yang menanti lumba-lumba"][/caption] [caption id="attachment_110616" align="aligncenter" width="300" caption="Priyanto B. Nugroho"][/caption] Belum satupun si lumba-lumba terlihat, meski sudah lebih dari setengah jam kami 'melaut'. Yang makin banyak justru cadik yang sama-sama hendak melihat sang lumba-lumba. Semakin lama semakin banyak hingga mirip karnaval cadik di tengah laut. Begitu ada satu cadik yang lepas sendirian menuju arah lain, yang lain serentak mengikuti karena mengira pasti melihat lumba-lumba. Sembari para penumpangnya berteriak 'itu! Itu! ikuti cadik yang itu ... pasti dia melihat lumba-lumba di sana'. Demikianlah, setiap kali ada cadik yang memisahkan diri, yang lain mengikuti. Saya jadi berfikir, 'kalau banyak cadik begini dan sangat rapat satu dengan yang lainnya, dimana 'arena' buat sang lumba-lumba?' Jangan-jangan justru lumba-lumbanya yang melihat kami semua dari kedalaman lautan, sembari tersenyum simpul. Sejam lebih pencarian kami. Setiap ada sedikit 'keanehan' di sela-sela ombak yang bergulung tenang, kami pelototi. Sambil berharap-harap cemas ... meski bukan dalam kesunyian, karena selalu terdengar teriakan 'itu kali! itu kali! di sana, sebelah sana ...' Akhirnya, nun jauh di sana, di tengah lautan, sekelebat terlihat dua ekor lumba-lumba yang menyembul sekilas di permukaan laut. Serentak terdengar teriakan para 'pemburu' lumba-luma di atas cadik sembari cadik-cadik berebut mendekat ke titik dimana lumba-lumba sempat terlihat punggungnya. Udara pagipun semakin panas karena matahari sudah semakin beranjak ke atas. Setelah hampir dua jam kami mencari, satu demi satu cadik berputar haluan menuju kea rah pantai kembali. Saya amati wajah para penumpangnya, juga teman saya sendir di cadik yang sama. Tampak wajah cerah bercampur kantuk, sembari beberapa senyum-senyum dikulum. Mungkin kecewa karena tak melihat gambaran sebagaimana yang dibayangkan, yaitu lumba-lumba yang lincah berlompatan bak menari di lautan lepas. Namun yang pasti, udara pantai di pagi hari, dengan anginnya yang sepoi-sepoi, serta ramainya suasana pencarian lumba-lumba cukuplah menyegarkan jiwa. Sesampainya kembali di darat, dan setelah turun dari cadik, sembari berjalan kea rah hotel, saya hirup udara pantai yang segar dan merasakan hembusan angin pantainya yang melenakan ... sembari membayangkan melihat lumba-lumba yang berloncatan menari, bersalto di udara. Akhhhh, seandainya saja ...

 

[caption id="attachment_110455" align="aligncenter" width="300" caption="Perahu kecil yang digunakan untuk melihat lumba-lumba"][/caption]

Artikel lain serupa:

Fremantle dan Perahu Nelayan Pulau Rote

Eksotisme Valparaiso

Jalan Bersenandung di Fujiyama

Menyusuri Keindahan Sungai Rhine (1)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun