Mohon tunggu...
Priyanto Nugroho
Priyanto Nugroho Mohon Tunggu... lainnya -

"art is long, life is short, opportunity fleeting, experiment dangerous, judgment difficult"

Selanjutnya

Tutup

Travel Story

Menyusuri Keindahan Sungai Rhine (1)

8 Agustus 2010   16:31 Diperbarui: 26 Juni 2015   14:12 1738
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Karier. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Menyusuri daerah sepanjang sungai Rhine di Jerman sungguh menakjubkan. Sepanjang sungai ini menawarkan panorama yang menawan. Apalagi di bagian sungai yang diapit perbukitan hijau, perpaduan antara hamparan kebun anggur (winery) dan kastil-kastil kuno yang cantik dan terawat apik di sela-selanya. Pemandangan alam yang terindah dari bagian sungai Rhine disebut ‘middle Rhine’, membentang dari koa Mainz hingga Cologne di Jerman. Tak heran bila bagian ini oleh UNESCO ditetapkan sebagai world heritage site pada tahun 2002. [caption id="attachment_219849" align="aligncenter" width="300" caption="Sungai Rhine dari Bukit Loreley (Priyanto B. Nugroho)"][/caption] Rhine, yang konon berarti ‘mengalir’, berawal dari pegunungan Alphen di Swiss dan membentang sepanjang sekitar 1.320 km hingga ke kota tempat pertunjukkan jazz terkenal di Belanda, yaitu North Sea. Sungai Rhine melintasi beberapa negara Eropa. Rhine sering disebut dengan Rhein (Jerman) dan Rijn (Belanda). Sungai Rhine ini juga merupakan nadi transportasi di Jerman. Melalui aliran sungai ini distribusi barang dan orang banyak bergantung. Sepanjang hari terlihat kapal-kapal besar penuh container lalu lalang, diringi satu dua kapal penumpang termasuk kapal ferry wisata. Sepanjang aliran sungai Rhine juga menunjukkan bukti kematangan rancang bangun moda transportasi di Eropa, khususnya Jerman, yang sangat efisien. Di sisi kiri dan kanan sungai, terdapat jalur jalan mobil dan kereta api. Sebuah bukti infrastruktur transportasi yang terencana dengan baik, menyatu dan sangat terawat sejak beratus tahun yang lalu. Sungguh beruntung saya sempat menikmati keindahan alam di sepanjang sungai Rhine. Benar-benar sebuah perjalanan yang menyegarkan. Apalagi dalam cuaca cerah dengan suhu yang sejuk, sekitar 20 derajad celcius pada pertengahan Mei lalu. Padahal beberapa hari sebelumnya wilayah Frankfurt dan sekitarnya diguyur hujan dan diselimuti mendung. Perjalanan ini semakin terasa menyegarkan karena beberapa hari sebelumnya, saya berkutat dalam ruang diskusi tentang prospek mata uang Euro yang penuh ketidakpastian di sebuah instansi di Frankfurt. Kandungan politik menyangkut solusi krisis di kawasan Eropa semakin besar, sehingga sudah pasti gonjang-ganjing terkait mata uang Euro dan peekonomian di Eropa masih akan berlangsung lama. Maka selepas acara diskusi di Jum’at siang, dengan antusias saya mengikuti ajakan saudara yang sudah beberapa tahun tinggal di Jerman untuk bergegas meninggalkan apartment di Fullerstasse Frankfurt, menuju Wiesbaden kota tempat mereka tinggal. [caption id="attachment_219894" align="aligncenter" width="300" caption="Photo : Priyanto B. Nugroho"][/caption] Dari Frankfurt menuju Wiesbaden hanya memerlukan waktu sekitar 45 menit dengan mobil, melalui jalan tol yang mulus. Wiesbaden rupanya merupakan tempat tinggal idaman banyak orang yang bekerja di Frankfurt. Mungkin karena di Wiesbaden, lingkungan lebih tenang dan segar serta tidak bising. Sementara Frankfurt, yang merupakan pusat industri keuangan Jerman, sehingga sering pula disebut sebagai ‘Mainhattan’ jelas hingar-bingar layaknya kota metropolitan. Penyebutan Frankfurt sebagai Mainhattan konon mengacu ke dua hal. Pertama sebagai semacam bentuk ‘plesetan’ dari Manhattan, pusat industri keuangan di New York, Amerika Serikat. Kedua, karena memang letaknya berada di daerah aliran sungai Main, salah satu sungai yang nantinya menyatu di sungai Rhine. Karena lokasinya itu, Frankfurt sering pula disebut sebagai Frankfurt am Main. Suasana bertambah semarak dan menyegarkan manakala menyaksikan bagaimana orang-orang menikmati indahnya hari. Hari yang cerah, dengan matahari bersinar dan cuaca sejuk memang tak bisa mereka nikmati setiap hari. Situasi terlihat semakin menggembirakan dengan berseliwerannya mobil mewah, motor ‘gedhe’ (moge), bahkan sepeda kelas premium di sepanjang jalan. Tak ketinggalan para penggiat olah raga jalan kaki dengan tongkat ski (nordic walking), atau yang sekedar terlihat kongko-kongko menikmati es krim. segelas wine ataupun cappuccino di café-café sepanjang jalan. [caption id="attachment_219889" align="aligncenter" width="300" caption="Photo : Priyanto B. Nugroho"][/caption] Sebenarnya saya tidak memiliki itinerary khusus, selain hanya ingin sekedar ‘menyegarkan diri’ dengan menikmati alam dan lingkungan di sekitar kota Frankfurt. Sengaja saya mengambil cuti pekerjaan beberapa hari, sekedar untuk menyegarkan diri dengan melepas dari rutinitas yang terasa semakin melelahkan di Jakarta. Tentu saja, selain ingin menyeragrkan diri dengan suasana lain di sana, ingin juga merasakan minuman serta masakan khas Jerman, khususnya yang berasal dari wilayah kota Frankfurt. Untuk minuman, yang harus dicoba tentu apple wine (‘apfelwein’). Sejenis anggur (wine) yang unik karena terbuat dari apel. Bagi yang tidak suka alkohol, tersedia pula apple wine tanpa alkohol. Jadi agak mirip apple juice lah, meski tetap lain rasanya. Untuk makanan, schnitzel dan sosis besar nan panjang legendaries, bratwurst, tentu tak boleh dilewatkan. Selain itu, karena kebetulan bulan Mei itu juga sedang musim asparagus, maka tak boleh juga melewatkan asparagus putih atau bleichspargel yang segar. [caption id="attachment_219854" align="aligncenter" width="300" caption="Warung Schnitzel dan Bratwurst (Priyanto B. Nugroho)"][/caption] [caption id="attachment_219864" align="aligncenter" width="300" caption="Bleichspargel masakan Kel. Rosenbaum (Priyanto B. Nugroho)"][/caption] Keluarga yang sudah lama tinggal di Jerman ini tahu persis tempat-tempat indah yang harus dijelajahi dan diabadikan dengan kamera. Rupanya mereka tahu bahwa saya tak pernah lepas dari kamera. Maka mereka menyodorkan beberapa kota di bagian tengah aliran sungai Rhine yang indah. Dua hari jelas tak akan cukup untuk menikmati middle Rhine. Maka kali ini kami hanya menyinggahi beberapa kota di sepanjang middle Rhine, selain tentunya menikmati keindahan lingkungan di seputar kota Wiesbaden sendiri. Rute kami kali ini adalah Wiesbaden - Ruedesheim - Loreley - Bacharach - Wiesbaden - Mainz - Wiesbaden. Rencana sampai ke daerah Boppard terpaksa dibatalkan, karena dengan waktu yang tersedia. Saya lebih senang bisa benar-benar menikmati setiap kota yang disinggahi daripada sekedar hanya menginjakkan kaki dan jepret sana jepret sini. Dengan VW Polo warna silver, bersama Kai dan Eni Rosenbaum kami bertiga memulai perjalanan kali ini. Ruedesheim. Sasaran pertama adalah kota Ruedesheim yang menjadi salah satu daerah tujuan wisata favorit. Kota ini terkenal sebagai wilayah perkebunan anggur (grape) terbaik di Jerman dan terkenal dengan winery resortnya. Perjalanan sepanjang Wiesbaden menuju Ruedesheim memakan waktu sekitar 45 menit dengan mobil. Sepanjang perjalanan selalu ditemani panorama yang cantik. Jalan mulus berkelok-kelok dengan hamparan winery, diselingi tanaman semacam bunga matahari yang kuning. Udara segar berhembus sepanjang perjalanan. Sesekali kami berpapasan dengan pengendara sepeda maupun moge serta melewati kota-kota kecil kuno yang antik. Bagian Ruedesheim yang banyak dikenal antara lain Drosselgasse, semacam gang sempit dengan jalanan berbatu. Di sepanjang gang ini penuh dengan restoran berdekorasi sangat unik, toko-toko souvenir khas Jerman dan halaman berupa kebun anggur. Salah satu souvenir yang terkenal adalah jam ku-ku (cuckoo clock). Jam yang terbuat dari kayu dan setiap tiga puluh menit berbunyi ‘ku ku ku ku’ dengan seekor burung menjulur keluar. Tentu tak lupa saya membeli jam ini sebagai kenang-kenangan. Harganya sekutar 50 - 150 euro, tergantung ukuran dan variasi ornamennya. Hal lain yang sangat menarik adalah kereta gantung (Seilbahn) di atas perkebunan anggur, yang membawa kita ke monumen Niederwald, monumen kemerdekaan, di puncak bukit. Harga karcis seilbahn ini pulang pergi sekitar 6,5 euro untuk orang dewasa. Namun kita bisa pula memilih membeli sekali jalan, apabila ingin hiking di perkebunan anggur ini. Sepanjang perjalanan dengan seilbahn, yang menggantung tidak terlalu tinggi dari kebung anggur terhampar panorama yang indah. Dari sini selain menikmati hamparan lereng perbukitan dan aliran sungai Rhine, juga beberapa kastil kuno. Salah satu yang terkenal adalah kastil Bruemser Castle (Rheingau wine museum), sebuah bangunan kas kastil, kotak dengan menara dari batu kecoklatan. Seilbahn ini berhenti dibukit dimana monumen Niederwald dibangun. Menara ini berada sekitar 250 m di atas permukaan sungai Rhine. Dibangun sekitar tahun 1877 dan 1833 untuk memperingati berdirinya kerajaan Jerman. Bangunan monument ini sangat besar, tinggi sekiar 132 m dan luas 120 m persegi namun dengan detail ornamen yang indah. Saking besarnya, monumen dari batu ini bisa dilihat dari kejauhan. Monumen ini dikelilingi kebun luas dengan tanaman yang sangat rindang. Puas memandangi panorama dari puncak bukit dan keelokan dalam di sekitar monumen, kami turun untuk melanjutkan perjalanan. Sekitar 3 jam kami habiskan waktu di Ruedesheim. Sebelum melanjutkan perjalanan, sekedar untuk mengganjal perut dan dahaga, kami sempatkan menikmati bratwurst dan ice cream rasa Vanila yang terasa sangat lezat. Selanjutnya kami menuju ke Loreley, yang berjarak sekitar 25 km dari Ruedesheim. [caption id="attachment_219872" align="aligncenter" width="300" caption="Seilbahn dan Winery di Ruedesheim (Priyanto B. Nugroho)"][/caption] [caption id="attachment_219876" align="aligncenter" width="300" caption="Panorama dari atas Seilbahn (Priyanto B. Nugroho)"][/caption] [caption id="attachment_219878" align="aligncenter" width="300" caption="Pemandangan dari pelataran Niederwald (Priyanto B. Nugroho) "][/caption] Loreley. Nama Loreley sejatinya merupakan batu di bukit Taunus di wilayah St. Goarshausen. Kata Loreley sendiri, konon awalnya terdiri atas dua suku kata, yaitu ‘lureln’ dan ‘ley’. Lureln konon ejaan lama Jerman yang berarti berbisik (murmur). Sementara ley berarti cadas atau batu (rock). Dalam versi ini, Loreley diartikan sebagai batu berbisik. Bisa jadi ini merupakan suara pantulan dari air terjun yang konon dulu terletak di dekat bebatuan tadi. Namun memang, di bukit ini terkenal dengan sebuah hikayat atau legenda unik. Konon di batu tadi dulu seringkali terlihat duduk seorang gadis cantik yang sedang patah hati. Gadis cantik tadi sering bersenandung sembari membelai rambutnya yang kuning keemasan diterpa cahaya bulan. Penampakan gadis cantik dan suara nyanyiannya inilah yang dianggap sering menyebabkan banyak kapal mengalami kecelakaan dan tenggelam di bagian aliran sungai ini. Konon karena para kapten kapal terpesona sehingga tidak berkonsentasi, dan terjadilah tabrakan atau kecelakaan kapal. Yang pasti, bagian sungai di wilayah ini termasuk bagian yang tersempit namun yang terdalam, kebetulan juga merupakan jalur yang menikung. Bisa jadi, kecelakaan kapal yang terjadi karena pusaran air sungai atau fenomena alam lainnya. [caption id="attachment_219884" align="aligncenter" width="300" caption="Sungai Rhine dari Bukit Loreley (Priyanto B. Nugroho)"][/caption] [caption id="attachment_219885" align="aligncenter" width="300" caption="Prasasti legenda Loreley. Jalur sungai di depan banyak terjadi kecelakaan di masa lalu (Priyanto B. Nugroho)"][/caption] Namun yang pasti, pemandangan dari bukit setinggi kira-kira 125 m dari permukaan sungai ini memang indah sekali. Dari atas, kita bisa menikmati hilir mudiknya kapal, kereta api yang melintas maupun hilir mudiknya mobil di sepanjang pimgiran sungai Rhine. Juga hamparan perbukitan nan hijau di wilayah seberang sungai Rhine. Dari Loreley, kami menuju ke kota tua nan cantik bernama Bacharach. Untuk menuju ke sana kami harus menyeberang sungai Rhine. Bagian ini akan saya sajikan dalam tulisan selanjutnya (jilid-2). Danke Schoen Kay dan Eni Rosenbaum.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun