Sejak umur berapa kalian tahu bahwa Orang Pribadi, atau Badan Usaha dapat memberikan hibah kepada pemerintah daerah?
Hibah kepada pemerintah daerah  diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 57 tahun 2005 tentang Hibah kepada Daerah. Hibah ini dapat berasal dari dalam negeri maupun dari luar negeri. Adapun Hibah dari dalam negeri itu dapat bersumber dari Pemerintah, Pemerintah daerah lain, Badan/Lembaga/Organisasi swasta dalam negeri,  kelompok masyarakat/perorangan.
Saya akan mencoba menelaah bagian yang jarang dibahas dalam proses hibah ini, yakni apakah hibah ini kena pajak. Secara sederhana, logika kita akan berpikir seharusnya tidak kena pajak kan untuk pemerintah, namun sebelum sampai pada kesimpulan itu mesti kita pahami dasar-dasar hukumnya terlebih dahulu.
Apa saja hibah yang dibebaskan dari Pajak Penghasilan.
Hibah yang dibebaskan dari Pajak Penghasilan diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan PMK No.245/PMK.03/2008 ialah sebagai berikut:
- Hibah yang diberikan kepada keluarga sedarah dalam satu garis keturunan, dalam hal ini dalam ialah hubungan anak dan orang tua kandung. Sehingga jika selain itu seperti hibah ke saudara kandung, atau pihak lain maka dikenakan pajak penghasilan.
- Hibah yang diberikan kepada badan keagamaan yang mengurusi tempat ibadah tanpa adanya unsur mencari keuntungan
- Hibah yang diberikan kepada Lembaga Pendidikan yang bukan merupakan Lembaga profit
- Hibah yang diberikan kepada badan sosial yang menyelenggarakan kegiatan pemeliharaan kesehatan bagi orang usia, bagi anak yatim piatu, anak yang terlantar, orang berkebutuhan khusus, pemberian santunan untuk korban bencana alam, kecelakaan, pemberian beasiswa, pelestarian lingkungan hidup serta kegiatan sosial yang tidak mencari keuntungan.
- Hibah kepada orang pribadi yang menjalankan usaha mikro atau usaha kecil dengan syarat penerima hibah memiliki kekayaan bersih paling banyak 500 juta (tidak termasuk tanah dan bangunan), serta memiliki hasil penjualan tahunan paling banyak Rp.2.5 Miliar.
Lho jadi Hibah kepada Pemerintah Daerah tidak ada dalam klausul tersebut? Jadi Hibah kepada Pemerintah Daerah kena pajak penghasilan?
Setiap dari kita mesti memahami jika dalam mengartikan sebuah aturan hukum maka semestinya juga memperhatikan aturan lainnya yang bisa jadi bersinggungan. Pada Pasal 1 PP nomor 57 tahun 2005, definisi Hibah adalah Penerimaan Daerah yang berasal dari pemerintah negara asing, badan/lembaga asing, badan/lembaga internasional, pemerintah, badan/lembaga dalam negeri atau perorangan, baik dalam bentuk devisa, rupiah maupun barang dan atau jasa, termasuk tenaga ahli dan pelatihan yang tidak perlu di bayar kembali. Sehingga Hibah adalah sifatnya Penerimaan Daerah, hal ini menurut saya semestinya diperlakukan sama dengan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP). Disamping itu perlu juga dilihat posisi Pemerintah Daerah yang bukan merupakan Subjek Pajak yang makin menegaskan bahwa terhadap hibah kepada pemerintah daerah tidak dikenakan pajak penghasilan.
Subjek Pajak menurut aturan perpajakan menurut Undang Undang Nomor 36 Tahun 2008 Tentang Pajak Penghasilan sebagaimana diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 7 tahun 2021 tentang Harmonisasi Perpajakan maka yang termasuk subjek pajak ialah:
- Subjek pajak penghasilan orang pribadi
- Subjek pajak penghasilan badan
- Subjek Pajak penghasilan warisan yang belum terbagi
- Subjek pajak penghasilan Badan Usaha Tetap (BUT)
Lalu bagaimana dengan pihak pemberinya? Pemberi sebagai penyerah barang jelas tidak kena pajak penghasilan atas hibah ini, karena bukan sebagai penerima penghasilan, namun ada pajak lain yang bisa terutang yakni Pajak Pertambahan Nilai (PPN).
Menurut pasal 6 PP 57 tahun 2005,bentuk hibah berupa uang, barang dan/atau Jasa. Untuk poin hibah dalam bentuk uang maka jelas tidak kena PPN, lalu bagaimana dengan hibah dalam bentuk barang dan/atau jasa?
Menurut saya hal-hal yang perlu diperhatikan terlebih dahulu ialah pihak pemberi hibah, jika pemberi hibah merupakan pengusaha kena pajak (PKP) maka baru kita lihat aspek PPNnya, jika pihak pemberi bukan PKP maka otomatis atas penyerahan hibah tersebut tidak kena PPN, namun jika pemberi hibah merupakan PKP, maka kita harus lihat objek barang yang diserahkan, apakah barang dan atau jasa yang diserahkan ini termasuk barang dan atau jasa yang tidak kena PPN, atau tidak dipungut PPN, atau dibebaskan PPN, jika termasuk maka otomatis tidak terutang PPN, namun bagaimana jika barang atau jasa yang diserahkan terutang PPN, misal ada badan hukum yang menghibahkan mobil kepada pemerintah daerah?
Saya mencoba mencari aturan yang dapat menjadi landasan berpikir tentang kasus seperti ini, namun belum menemukannya (silahkan jika ada kawan pajak yang memiliki literatur tentang hal ini dapat menulis di kolom komentar sebagai bahan diskusi dan masukan).Sehingga hal ini menjadi suatu ruang kosong dalam aturan perpajakan kita yang semestinya dapat diperjelas sehingga kedepannya tidak menimbulkan perspektif yang berbeda, khususnya dari aparat pajak dan pemberi hibah (dalam hal ini Wajib pajak)
Bagaimana jika kita menemukan kasus seperti ini terjadi sekarang? Maka menurut hemat saya kita harus mencari definisi hibah dulu. Pada Kitab Undang-Undang Hukum Perdata pasal 1666, hibah adalah suatu pemberian oleh seseorang yang masih hidup kepada orang lain secara cuma-cuma dan tidak dapat ditarik kembali, atas barang bergerak maupun barang tidak bergerak.
Hal tersebut menunjukkan bahwa Hibah adalah pemberian cuma-cuma, sehingga jika hibah kepada pemerintah daerah, di mana pemberi hibah merupakan pengusaha kena pajak, serta barang dan atau jasa yang berikan merupakan objek yang terutang PPN, maka atas penyerahan ini terutang PPN pemberian cuma-cuma.
Nah adapun tentang aspek PPN cuma-cuma, kapan-kapan baru saya tulis lagi, jika Allah memberi waktu.
Salam Literasi Perpajakan
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H