Saya mencoba mencari aturan yang dapat menjadi landasan berpikir tentang kasus seperti ini, namun belum menemukannya (silahkan jika ada kawan pajak yang memiliki literatur tentang hal ini dapat menulis di kolom komentar sebagai bahan diskusi dan masukan).Sehingga hal ini menjadi suatu ruang kosong dalam aturan perpajakan kita yang semestinya dapat diperjelas sehingga kedepannya tidak menimbulkan perspektif yang berbeda, khususnya dari aparat pajak dan pemberi hibah (dalam hal ini Wajib pajak)
Bagaimana jika kita menemukan kasus seperti ini terjadi sekarang? Maka menurut hemat saya kita harus mencari definisi hibah dulu. Pada Kitab Undang-Undang Hukum Perdata pasal 1666, hibah adalah suatu pemberian oleh seseorang yang masih hidup kepada orang lain secara cuma-cuma dan tidak dapat ditarik kembali, atas barang bergerak maupun barang tidak bergerak.
Hal tersebut menunjukkan bahwa Hibah adalah pemberian cuma-cuma, sehingga jika hibah kepada pemerintah daerah, di mana pemberi hibah merupakan pengusaha kena pajak, serta barang dan atau jasa yang berikan merupakan objek yang terutang PPN, maka atas penyerahan ini terutang PPN pemberian cuma-cuma.
Nah adapun tentang aspek PPN cuma-cuma, kapan-kapan baru saya tulis lagi, jika Allah memberi waktu.
Salam Literasi Perpajakan
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H