RINDU JALAN PULANG
Belum genap sepekan kaki ini melangkah meninggalkan kampung halaman. Kampung yang kutinggali bersama keluarga, dikelilingi barisan bukit dengan jurang yang kadang menawarkan cerita yang menyeramkan. Semboyan “Jogja Berhati Nyaman” yang terpampang di sudut-sudut Kota Pelajar ini seakan berganti “Jogja Berhenti Nyaman”. Entah hanya perasaan yang begitu menggebu, atau ada harapan yang harus segera dituju. Aku rindu jalan pulang, rindu pada senyum kehangatan yang menyambut sebuah kedatangan. Aku rindu jalan pulang, pada sebuah kampung di pelosok timur Pacitan.
Aku rindu jalan pulang Mak! Rindu akan masakanmu yang tak pernah tergantikan. Pada ritual khas yang senantiasa kau lakukan sebelum makan. Yah, Mamakku selalu menyebut nama anak-cucunya sebelum beliau makan hidangan yang ada, apapun hidangan itu. “Sekedar memastikan bahwa mereka sudah makan.”, demikian ucap Mamakku saat aku menyusik tahu akan ritual itu. Aku pun rindu pula pada Bapak, pada nasihat sederhana yang penuh makna. Bapakku tak perlu menempuh pendidikan tinggi untuk mampu menguasai filosofi hdup, yang seringnya sulit kucerna. Bapak memang (hanya) lulusan Sekolah Rakyat, namun bagiku, jenjang pendidikan yang aku tempuh saat ini pun belum mampu meraih ilmu yang telah beliau bagikan kepadaku, kepada saudaraku dan segenap keluargaku.
Aku rindu jalan pulang, Mak, Pak!!
Jalan menuju Pacitan yang kadang harus meliuk, seperti kehidupan, yang tak pernah datar. Lewat bentangan jalan menuju Pacitan, aku belajar sedikit tentang kehidupan. Pacitan “hanya” sebuah daerah yang jauh dari hiruk-pikuk metropolitan. Pacitan hadir dengan pesona alam yang masih perawan, begitu menggiurkan. Aku sepakat dengan tag line Pemda Pacitan yang memproklamasikan bahwa Pacitan adalah surganya Jawa, ya, Paradise of Java. Tag line ini digaungkan pada puncak peringatan HUT Pacitan ke-269, 19 Februari 2014 Lalu. Mungkin demikian dengan hidup, untuk mencapai surga, jalan yang harus ditempuh penuh dengan liku dan gelombang.
Aku rindu jalan pulang, Mak! Pak!
Pada tanah Pacitan yang menawarkan keindahan luar biasa. Pantai, gunung, goa bahkan seni buatan manusia juga layak dikunjungi, dinikmati dan diapresiasi. Sebut saja pantai Telengria, Klayar, Srau, Watu Karung, Banyu Tibo, Karang Bolong, Segara Anakan, Wawaran, Pidakan, Soge, Sidomulyo, Taman dan beberapa pantai lain siap memanjakan para pelancong yang doyan nyebur ke genangan air asin itu. Untuk urusan goa, Pacitan adalah salah satu juaranya. Pesona Gua Gong, Gua Tabuhan dan gua lain yang banyak ditemukan di kecamatan Punung, wilayah barat Kabupaten Pacitan.
Aku rindu jalan pulang, Mak! Pak!
Aku rindu pada kehangatan senyum kalian. Seperti hangatnya mentari pagi yang menembus awan, atau sehangat air di Pemandian Banyu Anget, di daerah Arjosari, dekat dengan Pondok Pesantren Tremas. Lalu, aku juga rindu pada kehangatan tempe takik yang kau hidangkan bersama gerih yang terbungkus godhong lumbu suatu sore, saat hujan menghalangi pancaran matahari yang berjalan menuju peraduan.
Aku rindu jalan pulang, Mak! Pak!
Aku rindu pada lenggak-lenggok gerak penari yang menawarkan eksotisme budaya dan tradisi. Aku juga rindu pada riuh suara gamelan yang mengusik ketenangan.Lalu, aku juga rindu pada kidungmu yang sering ku dengar saat aku menuju alam mimpi yang melenakan.
Tuhan, jaga mereka seperti rinduku yang menjaga ingatan menuju jalan pulang.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H