Mohon tunggu...
Priti
Priti Mohon Tunggu... Mahasiswa - Universitas Sriwijaya

Seorang anak kecil yang ingin bekarya

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Gnota: Meningkatkan Kesempatan Pendidikan Anak Indonesia Berprestasi Melalui Upaya Pemerataan sebagai Gerbang Awal Merdeka Belajar

23 April 2022   23:11 Diperbarui: 25 April 2022   21:56 921
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

By : Priti

Indonesia menginginkan Sumber Daya Manusia (SDM) yang berkualitas dan memiliki potensi yang maksimal. Hal ini tentu harus memiliki pendidikan karena melalui pendidikan dapat memberikan perubahan yang baik dan membentuk generasi yang berkualitas. Akan tetapi, dalam hal ini apa yang diharapkan tidak seimbang dengan keadaan sebenarnya mengenai pendidikan di Indonesia. Banyak anak bangsa saat ini yang masih belum bisa melanjutkan pendidikan yang tinggi, bahkan ada yang belum mampu duduk di bangku pendidikan. Hal ini tentu tidak dapat menghasilkan Sumber Daya Manusia (SDM) yang berkualitas karena pendidikan di Indonesia masih rendah. Banyak anak yang menjerit dan menangis diluar sana untuk menginginkan pendidikan. Menurut Machira (2021) yang dilansir dari Kontan.co.id bahwa data Angka Partisipasi Kasar (APK) pendidikan tinggi di Indonesia baru mencapai 34,58%, artinya pendidikan di Indonesia masih rendah dan tertinggal cukup jauh dari negara tetangga seperti Malaysia mencapai 50% dan Singapura 78%. Berdasarkan pengamatan sekitar bahwa anak bangsa yang tidak melanjutkan pendidikan atau putus sekolah dikarenakan adanya faktor yang memberikan hambatan seperti keadaan ekonomi keluarga yang mana keadaan ekonomi memiliki kaitan erat dalam menjalankan pendidikan, hal ini tercatat dari angka laju kemiskinan di Indonesia pada tahun 2022 mencapai 10,81% atau setara dengan 29,3 juta penduduk. Selain itu pula jauhnya jangkauan untuk menempuh pendidikan di daerah pelosok desa sehingga anak tersebut merasa akan memberikan beban kepada orang tuanya. Dalam hal ini tentu mempengaruhi minat anak bangsa untuk melanjutkan pendidikan. Berdasarkan berita yang didapat bahwa terdapat studi kasus mengenai anak yang memiliki banyak prestasi akademik dan non-akademik tepatnya di Jakarta yang mana anak ini tidak dapat melanjutkan pendidikannya dikarenakan penghasilan orang tua yang relatif kecil (news.detik.com). 

Selain dari permasalahan anak yang sehat fisik dan mampu memiliki prestasi namun terhambat dalam menjalankan pendidikan. Adapula terdapat permasalahan lain terkait dengan Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) yang mana masih banyaknya anak yang belum mendapatkan pendidikan. Menurut Aisyah (2020) dalam Kementerian dan Kebudayaan memperkirakan bahwa mencapai 70% Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) yang belum layak mendapatkan pendidikan. Artinya, banyak anak yang hampir satu juta lebih dari Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) dalam memperoleh pendidikan masih dianggap belum penting bagi kehidupannya. Padahal Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) juga perlu dan layak memiliki pendidikan yang hampir setara dengan anak yang sehat fisiknya. Dengan hal ini, banyaknya permasalahan anak bangsa yang istimewa belum memiliki kesempatan dalam pendidikannya sehingga saat ini pendidikan di Indonesia tertinggal jauh dengan negara tetangga. 

Dari keterbatasan tidak dapat memiliki kesempatan untuk menjalankan pendidikan,tentu menjadikan hambatannya untuk meraih banyak prestasi. Banyak anak bangsa yang
pada dasarnya memiliki kemampuan yang baik seperti kemampuan akademik ataupun non-akademik terkususnya kemampuan pada anak yang sehat fisik. Namun, Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) juga memiliki prestasi yang lebih dan setara dengan anak sehat fisik lainnya. Pada umumnya Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) lebih cenderung
memiliki kemampuan di bidang seni. Akan tetapi, dengan tidak memiliki kesempatan
untuk dapat pendidikan yang layak tentu menjadikan tantangan baginya yaitu anak
bangsa yang istimewa sulit mengembangkan dan meraih banyak prestasi. Hal ini disebabkan karena adanya faktor yang memberikannya untuk tidak melanjutkan pendidikan. Permasalahan seperti ini akan membuat sulitnya meningkatkan kualitas Sumber Daya Manusia(SDM) dan memperoleh pendidikan yang setara dengan negara
tetangga apabila permasalahan ini terus menerus tidak diatasi.

Permasalahan ini harus cepat diatasi karena akan memberikan dampak pada
pembangunan nasional. Pemerintah harus memperhatikan kondisi pendidikan saat ini yang mana harus adanya upaya pergerakan sehingga dari yang diharapkan tidak bertolak belakang. Pemerintah terus melirik permasalahan saat ini masih populer, maka dari itu pemerintah mengupayakan kebijakan untuk mengatasi permasalahan pendidikan Indonesia saat ini. Kebijakan yang dibuat oleh pemerintah dengan banyaknya pertimbangan yaitu melakukan pemerataan pembangunan dan fasilitas berupa sarana prasarana, dan juga beasiswa. Berdasarkan kabar pendidikan saat ini dari Parinduri
(2021) bahwa banyak kebijakan yang dilakukan oleh pemerintah dengan melakukan pembangunan pendidikan ditiap tempat baik kota dan pelosok desa, selain itu pemerintah menyediakan sekolah gratis yaitu belajar wajib 9 tahun dan dilengkapi  dengan sarana dan prasarana untuk mendukung kegiatan belajar. Upaya lainnya yaitu
memberikan beasiswa atau subsidi untuk membuka peluang kesempatan dalam
pendidikan. 

Melalui kebijakan dari upaya pemerintah berharap penuh dengan berbagai keputusan yang dibuat dan dijalankan maka para anak bangsa dapat berkesempatan menjalankan
pendidikan sehingga dapat memperbaiki kualitas hidup bangsa. Upaya yang dilakukan begitu banyak. Program yang dibuat mengenai beasiswa ataupun bidikmisi sudah meluas. Salah satunya Program Indonesia Pintar (PIP) yang menyediakan bantuan berupa tunai, kesempatan pendidikan untuk anak yang keadaan ekonominya rendah
untuk membiayai pendidikannya melalui Kartu Indonesia Pintar (KIP). Penerima Kartu Indonesia Pintar (KIP) pada 2022 berdasarkan dari Kemendikbud Ristek bahwa tercatat 7,79 juta siswa atau peserta didik dalam menerima bantuan dari jenjang SD, SMP, SMA
ataupun SMK, belum pula data dari Perguruan tinggi yang menerima bantuan (Taresa, 2022). Maka dari itu, pemerintah berharap penuh dengan memberikan dampak yang positif seperti para anak bangsa mendapatkan kesempatan dalam pendidikan dan beprestasi dari minat dan bakat yang dikembangkannya.

Harapan dari pemerintah melalui kebijakannya bertolak belakang, hal ini dikarenakan masih banyak yang belum mendapatkan pendidikan yang layak. Program yang diberikan pun tidak merata, penerima bantuan dalam pembiayaan pun masih tidak adil. Artinya dalam memberikan bantuan sebagian orang yang tergolong mampu pun
mendapatkannya sehingga peluang anak yang rendah ekonominya relatif kecil hal ini diakibatkan masih rendahnya pengawasan sehingga anak yang dari golongan mampu dan tidak mampu tidak terpantau dengan jelas. Dengan ini upaya dari pemerintah belum optimal dalam memberikan kesempatan pendidikan untuk anak bangsa yang istimewa.
Maka hal ini pemerintah harus membuat kebijakan dan mempertimbangkan dari
pergerakannya yang dilakukan agar memperoleh dampak yang maksimal. Pemerintah tidak dapat bergerak sendirian dengan Sumber Daya Manusia (SDM) yang banyak untuk pencapaian yang maksimal dari program yang dibuat. Maka dari itu, pemerintah perlu bekerja sama dengan pihak yang programnya seimbang dari program yang dibuat
oleh pemerintah sehingga upaya yang dilakukan akan tepat sasaran.

Program yang dapat membantu upaya pemerintah harus realistis, artinya program yang bekerja sama ini telah memiliki kriteria yang baik dalam penerapan melalui kebijakannya. Hadirnya program yang masih belum populer saat itu namun dari hasil
yang dilakukan maksimal. Program ini dapat membantu dan berkorelasi dengan
pemerintah dalam mewujudkan cita-cita bangsa yaitu pembangunan nasional yang baik dan berkualitas. Hadirnya GNOTA (Gerakan Nasional Orang Tua Asuh) siap
bepartisipasi mewujudkan cita-cita pemerintah dalam kebaikan Indonesia.

GNOTA (Gerakan Nasional Orang Tua Asuh) ialah sebuah organisasi sosial nirlaba, independen dan transparan. Gerakan ini didirikan pada 29 Mei 1996 yang mana asal mulanya inisiatif dari masyarakat membentuk organisasi ini dengan tujuan untuk menjaga agar anak-anak Indonesia mendapatkan pendidikan sebagai landasan meraih masa depan yang cemerlang. GNOTA (Gerakan Nasional Orang Tua Asuh) dikenal dengan yayasan. Banyak program yang berhasil dari yang dijalankan oleh gerakan ini, karena gerakan ini memiliki peranan prinsip untuk mewujudkan cita anak bangsa baik
anak yang sehat fisik ataupun Anak Berkebutuhan Khusus (ABK). GNOTA (Gerakan Nasional Orang Tua Asuh) memiliki peranan program yang baik, yaitu : 

1. Mendistribusikan paket bantuan pendidikan dan donasi uang

Melalui program ini dapat membantu anak-anak dari keluarga yang kurang mampu dapat terus sekolah dan menyelesaikan pendidikannya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun