Kejutan Di Tengah Malam Saya masih ingat betul malam itu sekitar tanggal 27-28 November 2012, saya mendadak terkena insomnia, entah kenapa. Padahal siangnya saya nggak tidur sama sekali. Maka untuk mengisi waktu, saya mencoba menulis dan membaca buku. Lepas tengah malam, mata saya belum juga terpejam. Tapi karena nggak mau terlambat bangun keesokan harinya, maka saya paksakan saja untuk tidur. Baru sekitar 5-10 menit berbaring, ada pesan masuk ke ponsel saya. Hey, siapa juga yang iseng kirim SMS tengah malam? Kurang kerjaan apa?! Tapi manatahu penting, saya akhirnya bangun lagi dan memeriksa pesan masuk itu. Cuma butuh dua detik, kemarahan saya berubah jadi campuran rasa bahagia, haru, terkejut dan lainnya jadi satu. Pasalnya isi SMS itu memberitahukan bahwa saya lolos menjadi salah satu dari 20 nominator Lomba Penulisan Skenario Film 2012 yang diadakan oleh Kemendikbud! Segera saja saya membangunkan suami, menyuruhnya memeriksa tulisan dalam ponsel saya. Ya, ini pengumuman super penting. Jangan sampai saya berhalusinasi gara-gara terkena insomnia sampai lewat tengah malam. "Alhamdulillah, selamat ya Bunda. Sana cek email untuk penjelasan lebih lengkapnya." ujar suami saya pelan. Tanpa menunggu perintah dua kali, saya segera saja online. Pembacaan email dilakukan berdua dengan suami. Sekali lagi, saya cuma khawatir sang pengirim sms/email salah orang. Coba bayangkan, di dunia ini mungkin saja kan ada lebih dari satu orang dengan nama yang persis sama dengan saya? Tapi sekali lagi suami saya mengangguk--memastikan kalau nama dan data saya lah yang dimaksud oleh sms dan email itu. Saya diundang untuk menghadiri penjurian serta malam penganugerahan Lomba Skenario Film 2012 (LPSF 2012) yang akan diselenggarakan selama 3 hari di Jakarta. Saya pun semakin nggak bisa tidur. Tentang Lomba Penulisan Skenario Film (LPSF 2012) Mari kita flashback. Ini semua diawali dari adanya pengumuman lomba penulisan skenario film 2012 yang di-share oleh seorang teman ke jejaring sosial. Saya sih memang pada dasarnya senang mengikuti lomba menulis, maka semangat saja ikutan. Meski jujur saja skenario sebetulnya bukan bidang yang saya pahami betul. Memang sih saya pernah juga tergabung dalam tim penulis skenario sebuah sitkom yang tayang di sebuah televisi swasta sekitar akhir 2007-awal 2008 serta 2-3 kali menjadi asisten penulis skenario film televisi. Tapi tentu saja pengalaman itu jauh sekali dari kata 'mumpuni' untuk seorang penulis skenario. Apalagi ini lomba tingkat nasional yang diselenggarakan oleh sebuah departemen dalam pemerintahan. Hiy, membayangkannya saja saya sudah ngeri duluan. Belum lagi saya ingat bahwa acara serupa (dengan penyelenggara yang sama), juga sudah diadakan tahun kemarin. Dimana saya ikutan dan kalah. Semua itu semakin menambah rasa pesimis dalam diri saya. Kalimat-kalimat pematah semangat saat itu bergelayutan di otak saya, "Hey hallo, penulis skenario yang udah jago di negeri ini tuh banyaaaak banget kali. Siapa kamu berani-beraninya ikutan lomba bergengsi seperti ini?" "Lomba nulis skenario? Lomba cerpen aja belum tentu menang. Percuma lah buang-buang energi untuk ikutan ini." "Udah sana, mending nulis blog aja, udah pasti bisa di-publish. Lah admin-nya juga diri sendiri." Dan entah apa lagi kalimat-kalimat super pesimis yang muncul di otak saya, yang jelas banyak banget. Apalagi setelah saya baca tenggat waktunya: 1 bulan saja! Semakin melempem deh rasanya. Tapi suami saya nggak begitu. Pas saya kasih tahu mengenai hal ini, dia langsung semangat dan menyemangati saya. "Ikutan aja, rezeki siapa yang tahu, sih?" begitu katanya. Seorang teman saya yang pernah sama-sama menulis skenario sitkom pun mengatakan hal yang serupa pada saya, "Kesempatan, ambil aja. Pengalaman meskipun seuprit kan paling nggak nya udah ada." Galau? Ya iya lah jelas. Apalagi hadiahnya menggiurkan sekali, uang tunai total nyaris 200 juta rupiah  untuk para pemenang. Meski harus saya akui bahwa itu bukan satu-satunya motivasi. Waktu itu saya pikir, ini ajang yang sangat tepat untuk mengukur kemampuan menulis saya, terutama dalam hal skenario film. Maka setelah bergulat dengan berbagai pemikiran negatif, memikirkan adakah sesuatu yang bisa saya tulis berkaitan dengan tema (tahun lalu temanya Cerita Anak, Nasionalisme dan Kepahlawanan). 1...2...3... Ok I'll take it! Proses Kreatif Yang Hanya 3 Minggu Keputusan nekat, saudara-saudara. Saya harus nulis sekitar 90-100 halaman skenario dalam waktu kurang dari 1 bulan. Dulu saat belum menikah dan punya anak, mungkin ini bukan hal yang sulit. Saya tinggal berburu bahan untuk referensi, begadang dan menyiapkan camilan supaya tak mengantuk. Nah kali ini kondisinya berbeda. Saya sudah menikah, punya anak laki-laki menjelang 3 tahun yang lagi aktif-aktifnya serta tak punya asisten rumahtangga. Yang mana kalau saya begadang, itu artinya besoknya saya akan bangun dengan mata berkantung dan masak serta ngurus anak dalam keadaan mengantuk. Good job, Pritha! Sempat saya menyesali keputusan supernekat ini dan ingin membatalkannya. Tapi entah dorongan dari mana yang membuat saya terus maju. Saya akhirnya memutuskan mengambil tema Anak. Dengan mengambil setting sebuah kota kecil di Jawa Barat, saya menulis kisah seorang siswa SD yang mengalami bully secara psikis dari seorang oknum guru di sekolahnya. Dimana sang anak sebetulnya berprestasi tinggi, tapi karena kondisi ekonomi yang serba pas-pasan ditambah wali kelas mata duitan, ia terhadang oleh siswa lain yang memiliki prestasi di bawahnya. Alasan saya sederhana saja, kisah ini lumayan sering saya baca dan dengar, bahkan saksikan sendiri bahwa ada kerabat atau teman yang mengalami langsung. Bermanfaat kah tulisan saya? Menurut saya sih iya. Coba bayangkan jika Anda mengalami bully secara psikis saat masih kanak-kanak, bukan tidak mungkin kan itu akan berdampak trauma sampai dewasa? Tak lagi bersemangat untuk mengejar prestasi dan jadi pesimis karena berpikir semua hal akan kalah dengan uang, bahkan memunculkan dendam pada sang guru--tokoh yang semestinya menjadi panutan siswanya. Naskah tersebut saya beri judul: Sang Juara. Penggarapan tulisan yang memakan waktu 3 minggu itu akhirnya rampung 3 hari sebelum deadline. Saya begadang untuk mengeditnya agar bisa selesai dalam sehari lalu print dan dikirim. Soalnya format pengiriman harus dalam 2 bentuk, print out dan email. Pengiriman Diantar Langsung di Hari Terakhir Tenggat Malangnya, saya baru ingat kalau dikirim via pos itu enggak bisa hari minggu. Ya iyalah, nggak perlu dijelasin lagi. Di mana-mana kantor pos sama jasa ekspedisi itu libur di hari minggu. Sampai akhirnya saya menemukan ide untuk: Meminta tolong suami mengantarkan berkasnya langsung ke gedung Diknas di Senayan pada hari senin (tepat di batas waktu pengiriman). Syukurlah suami saya setuju jadi kurir dadakan. Meski sempat ngomel juga sih, kenapa juga menyelesaikan tulisan harus mepet deadline? Saya nyengir aja digituin. Senin malamnya saya kembali mengecek dan mendapati bahwa saya lupa memasukkan foto ke dalam amplop. Oh ya Tuhan! Suami saya yang super bijak bilang, "Ini kan lomba nulis, bukan lomba fotomodel. Jadi kalau tulisannya bagus, nggak perlu ngecek wajah juga kan untuk bisa jadi pemenang?" Hmm, iya juga ya? Meski untuk jadi pemenang itu jauh banget dari bayangan saya. Kali ini antara pesimis dan tahu diri. Hingga akhirnya, kesibukan harian membuat saya melupakan tulisan yang dikirim itu, sampai datangnya SMS tengah malam yang super duper mengejutkan itu. Here's the day Setelah menitipkan anak saya pada orangtua di Sukabumi, subuh-subuh tanggal 3 Desember saya naik bis sendiri ke Jakarta untuk mengikuti penjurian yang akan diadakan di sebuah apartemen yang terletak di kawasan Casablanca Jakarta Selatan. Perasaan saya saat itu masih campur aduk antara bahagia dan cemas. Kalau cemas, ini gara-gara untuk pertama kalinya saya meninggalkan anak sampai berhari-hari. Sebelumnya saya selalu membawa Gaza--putera saya, kemanapun saya pergi. Saya cemas banget, apakah dia nggak bakal rewel 3 hari tanpa saya? Saya pun tiba di apartemen. Dan wajah-wajah itu pun muncul satu-persatu di hadapan saya, wajah para nominator lainnya. Dimana sehari sebelumnya saya sempat tanya-tanya sama teman serta memasukkan nama mereka ke mesin pencari. Jadi saya tahu bahwa sebagian besar dari para nominator ini adalah orang-orang hebat di dunia kepenulisan. Ada wartawan, penulis feature di media, penulis puluhan buku dan tentu saja para penulis skenario profesional! Hebat banget saya akan bersanding bersama mereka semua saat penjurian nanti. Ini membuat saya makin merinding. [caption id="attachment_263049" align="aligncenter" width="300" caption="Presentasi saat penjurian LPSF 2012"][/caption] Malam Penjurian Malam harinya penjurian pun diadakan. Sebelumnya kami semua--para nominator sudah mendapat bocoran bahwa juri di dalam lomba ini adalah Didi Petet, Hadi Artomo, Tommy Awuy, Armantono, Clara Shinta, Hardo Sukoyo, Sapardi Djoko Damono dan N. Riantiarno. Ini bikin perasaan semakin tidak karuan saja. Bayangkan saja nama-nama besar dalam bidang perfilman dan sastra itu yang menilai karya saya dan teman-teman nominator lainnya? Saya semakin merasa bahwa berada di situ saja sudah merupakan satu keajaiban besar! Dengan deg-degan luar biasa, saya mempresentasikan skenario saya. Salah satu skenario yang katanya lolos dari ratusan skenario yang masuk ke meja panitia. Semua naskah dipresentasikan dengan sangat luar biasa malam itu. Para nominator pun terlihat sangat siap dan seolah 'sudah biasa' dengan pertanyaan yang diajukan oleh juri. Sekali lagi saya berdecak kagum. Hebat! Meski didera minder luar biasa, saya jadi ketularan semangatnya. [caption id="attachment_263050" align="aligncenter" width="300" caption="20 Nominator LPSF 2012 Pasca Presentasi"]
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H