Salah satu hal yang penting untuk dipelajari di dunia ini adalah matematika. Tidak dapat dipungkiri karena sesungguhnya keberadaan ilmu matematika sangat berguna bagi kehidupan manusia dari zaman dahulu hingga sekarang ini.
Penerapannya di hampir segala bidang yang ada menyebabkan matematika ini menjadi komponen penting dan tidak dapat ditinggalkan. Sesederhana keseharian umat manusia saja sudah terindikasi memerlukan matematika di dalamnya.
Dari bangun tidur hingga kembali tidur sepertinya tidak lepas dari ilmu-ilmu penerapan basic matematika di sana. Matematika menjadi ilmu dasar yang mempunyai peranan penting dalam kehidupan manusia. Dalam setiap perkembangan zaman, matematika semakin dibutuhkan. Karena, dengan matematika manusia bisa berkembang menjadi manusia yang modern.
Ketika mempelajari, mendalami, atau menerapkan ajaran Agama Islam, dapat kita temukan pula keterkaitannya dengan matematika. Jika terdapat pertanyaan, apakah ada korelasi antara ajaran Agama Islam dengan ilmu matematika? Tentu saja jawabannya ada, karena memang terdapat korelasi yang dapat kita temukan dalam ajaran Agama Islam dan Ilmu matematika.
Mungkin terdengar sedikit membingungkan karena sepertinya keberadaan matematika tidak memiliki korelasi hubungan dengan ajaran agama manapun. Sepertinya matematika hanya ada kaitannya dengan pendidikan umat manusia hanya untuk kepentingan duniawi, tidak ada korelasinya dengan ajaran agama, tetapi ini merupakan pernyataan yang dapat dikatakan salah.
Dalam kitab Alquran kita dapat menemukan beberapa ayat yang berkaitan dengan ilmu matematika. Mungkin tidak dikatakan secara eksplisit ilmu matematika yang disampaikan dalam Alquran. Itu sebabkan karena pada zaman ketika Alquran diturunkan, matematika belum dipelajari sedalam, sedetil, dan seberkembang sekarang saat ini.
Yang disampaikan di sana adalah seperti pernyataan-pernyataan umum yang tentu saja berkaitan dengan keberadaan ilmu matematika. Karena seperti yang kita tahu, konsep-konsep yang dipelajari dalam matematika dapat diterapkan di manapun seseorang berada.
Dalam QS. An-Nisa ayat 12 yang berbunyi
وَلَكُمْ نِصْفُ مَا تَرَكَ اَزْوَاجُكُمْ اِنْ لَّمْ يَكُنْ لَّهُنَّ وَلَدٌ ۚ فَاِنْ كَانَ لَهُنَّ وَلَدٌ فَلَكُمُ الرُّبُعُ مِمَّا تَرَكْنَ مِنْۢ بَعْدِ وَصِيَّةٍ يُّوْصِيْنَ بِهَآ اَوْ دَيْنٍ ۗ وَلَهُنَّ الرُّبُعُ مِمَّا تَرَكْتُمْ اِنْ لَّمْ يَكُنْ لَّكُمْ وَلَدٌ ۚ فَاِنْ كَانَ لَكُمْ وَلَدٌ فَلَهُنَّ الثُّمُنُ مِمَّا تَرَكْتُمْ مِّنْۢ بَعْدِ وَصِيَّةٍ تُوْصُوْنَ بِهَآ اَوْ دَيْنٍ ۗ وَاِنْ كَانَ رَجُلٌ يُّوْرَثُ كَلٰلَةً اَوِ امْرَاَةٌ وَّلَهٗٓ اَخٌ اَوْ اُخْتٌ فَلِكُلِّ وَاحِدٍ مِّنْهُمَا السُّدُسُۚ فَاِنْ كَانُوْٓا اَكْثَرَ مِنْ ذٰلِكَ فَهُمْ شُرَكَاۤءُ فِى الثُّلُثِ مِنْۢ بَعْدِ وَصِيَّةٍ يُّوْصٰى بِهَآ اَوْ دَيْنٍۙ غَيْرَ مُضَاۤرٍّ ۚ وَصِيَّةً مِّنَ اللّٰهِ ۗ وَاللّٰهُ عَلِيْمٌ حَلِيْمٌ
“Dan bagianmu (suami-suami) adalah seperdua dari harta yang ditinggalkan oleh istri-istrimu, jika mereka tidak mempunyai anak. Jika mereka (istri-istrimu) itu mempunyai anak, maka kamu mendapat seperempat dari harta yang ditinggalkannya setelah (dipenuhi) wasiat yang mereka buat atau (dan setelah dibayar) utangnya. Para istri memperoleh seperempat harta yang kamu tinggalkan jika kamu tidak mempunyai anak. Jika kamu mempunyai anak, maka para istri memperoleh seperdelapan dari harta yang kamu tinggalkan (setelah dipenuhi) wasiat yang kamu buat atau (dan setelah dibayar) utang-utangmu. Jika seseorang meninggal, baik laki-laki maupun perempuan yang tidak meninggalkan ayah dan tidak meninggalkan anak, tetapi mempunyai seorang saudara laki-laki (seibu) atau seorang saudara perempuan (seibu), maka bagi masing-masing dari kedua jenis saudara itu seperenam harta. Tetapi jika saudara-saudara seibu itu lebih dari seorang, maka mereka bersama-sama dalam bagian yang sepertiga itu, setelah (dipenuhi wasiat) yang dibuatnya atau (dan setelah dibayar) utangnya dengan tidak menyusahkan (kepada ahli waris). Demikianlah ketentuan Allah. Allah Maha Mengetahui, Maha Penyantun.”
Di dalamnya disampaikan dengan jelas bagaimana cara orang-orang muslim selayaknya membagi harta warisannya. Terdapat tiga bahasan utama yang disampaikan dalam ayat di atas.
Bahasan pertama tentang dua kondisi pembagian harta warisan untuk suami, yaitu kondisi pertama ketika istri tidak mempunyai anak dan cucu dari anak laki-laki seterusnya ke bawah, baik laki-laki maupun perempuan, baik satu atau lebih, baik dari suami yang mewaris atau mantan suaminya, maka suami mendapat setengan bagian dari harta warisan istri.
Kondisi kedua ketika istri mempunyai anak dan cucu dari anak laki-laki seterusnya ke bawah, dengan rincian yang sama seperti kondisi pertama, maka suami mendapat seperempat bagian dari harta warisan istri. Dalam dua kondisi ini, sisa harta warisan yang ada maka untuk ahli waris lainnya. Kemudian bagian warisan suami dapat diambil setelah pemenuhan wasiat atau hutang mayit bila memang ada.
Bahasan kedua adalah pembagian harta warisan untuk istri yang juga memiliki dua kondisi. Kondisi pertama ketika suami tidak memiliki anak dan cucu dari anak laki-laki seterusnya ke bawah, dengan rincian yang sama seperti pada bahasan pertama, maka istri mendapat seperempat bagian dari harta warisan suami.
Kondisi kedua ketika suami memiliki anak dan cucu laki-laki seterusnya ke bawah, dengan rincian yang sama pada bahasan pertama, maka istri mendapat seperdelapan bagian dari harta warisan suami.
Dalam dua kondisi ini, sisanya untuk ahli waris lainnya. Pengambilan bagian warisan istri ini juga dilakukan setelah pemenuhan wasiat atau hutang mayit bila memang ada.
Bahasan yang ketiga adalah bagian waris untuk saudara laki-laki dan saudara perempuan seibu secara kalalah, yaitu ketika mayit tidak mempunyai ahli waris orang tua ke atas dan anak ke bawah.
Terdapat dua kondisi, kondisi satu bila mayit hanya mempunyai satu saudara laki-laki atau satu saudara perempuan seibu, maka masing-masing mendapatkan bagian waris seperenam, tanpa perbedaan dari sisi laki-laki dan perempuan sebagaimana prinsip ‘laki-laki mendapat bagian dua perempuan’, sebab jalur mereka kepada mayit sama-sama melalui perempuan, yaitu ibunya.
Dua, bila mayit mempunyai lebih dari satu saudara laki-laki atau saudara perempuan seibu, maka mereka bersama-sama mendapatkan bagian warisan sepertiga.
Dalam kata lain, sepertiga itulah yang menjadi bagian warisan mereka dan dibagi rata tanpa membeda-bedakan dari sisi laki-laki dan perempuannya. Sementara sisanya dibagikan kepada ahli waris lainnya, ashabul furudh dan ‘ashabah yang ada. Pembagian harta waris dalam dua kondisi ini juga dilakukan setelah pemenuhan wasiat dan hutang yang menjadi tanggungan mayit.
Dalam ayat di atas bahkan dibahas cukup rinci tentang konsep pembagian harta warisan yang ada pada ajaran Agama Islam. Seperti yang kita ketahui pula, konsep pembagian telah dipelajari dalam ilmu matematika.
Untuk menerapkan pernyataan yang disampaikan Allah swt dalam ayat di atas, diperlukan kemampuan menghitung dengan konsep pembagian yang telah kita pelajari sebelumnya. Terdapat pula ayat-ayat lain yang berkaitan dengan matematika dalam Alquran. Seperti konsep perhitungan lamanya waktu yang disampaikan Allah swt dalam QS. Al-Qadr ayat 3, QS. Al-Kahfi ayat 25, dan pada QS. Al-Ankabut ayat 15.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H