Aku belajar banyak setelah pengalamanku terkena vonis kanker, sebelumnya seperti banyak orang lain kupikir makanku sudah termasuk sehat dan bersih. Dalam arti aku tidak merokok, minum minuman keras, makan terlalu pedas, membatasi vetsin dan bukan penggemar daging dagingan. Aku lebih sering memilih ayam, seafood atau ikan. Tetapi ternyata aku salah.
Orang terkadang malas untuk mempersiapkan makanannya sehari hari secara ideal, terkadang mereka sibuk dengan pekerjaan, berpikir hal itu sulit dan perlu banyak budget atau malas. Dulu akupun demikian, hingga akhirnya aku menderita sakit kanker paru di tahun 2018. Pertama kali mendengar vonis dokter, aku hanya tertegun, sedikit menangis dan tidak percaya, Â beberapa bulan setelah operasi pengangkatan tumor pun aku masih dalam penyangkalan. Koq bisa sih aku yang terkena kanker? Â kanker paru lagi, yang kupikir itu hanya mungkin bagi para perokok aktif.Â
 Ternyata aku lupa kalau sejak masa kecilku , ayah merokok setiap hari, demikian pula setelah menikah, suamiku juga seorang perokok, dengan demikian aku termasuk perokok pasif yang terimbas dari lingkungan.  Karenanya, memang benar bahwa rokok itu berbahaya bahkan untuk orang sekitar kita, walaupun dia bukan seorang perokok.  Tapi untuk sampai ke vonis ini ,aku pun menelusuri ingatanku kembali ke pola makanku dimasa lalu, karena tanpa kita sadari kebiasaan makan kita sangat berpengaruh pada kesehatan kita.
Pola makan biasa telah terbentuk sejak kita masih  kecil, kebiasaan kita terpengaruh oleh kebiasaan makan orang tua kita.  Aku tumbuh dalam keluarga dimana ayah ibuku sibuk dengan pekerjaannya, jadi kami terbiasa dengan lebih banyak makan di luar atau terkadang pembantu yang masak ala kadarnya sesuai kemampuan mereka.  Itu juga hal yang biasa untuk jaman sekarang bukan? terlebih dengan perkembangan teknologi, dengan satu sentuhan jari, kita dengan mudah memilih dan membeli makanan tanpa keluar rumah. Jadi apa salahnya?
Hingga aku banyak mempelajari cara mengatur pola makanku dengan makan lebih sehat atau clean eating, Â aku tahu dari beberapa kisah yang pernah kubaca tentang orang orang yang sakit kanker, Â mereka yang bisa bertahan biasanya merubah pola makannya. Â Aku mulai mengerti banyak hal setelah belajar food combining, cara makan yang berfokus utama pada buah buahan dan sayuran mentah. Aku menjadi paham mengapa aku sampai bisa terkena kanker.Â
Aku baru menyadari bahwa kebiasaan makanku sejak kecil berpengaruh pada kesehatanku saat ini, seperti orang lain pada umumnya, aku suka berbagai kuliner indonesia yang enak-enak dan mudah didapat. Jangan tanya siapa yang tak suka gorengan, seblak, cilok, nasi kuning, nasi uduk, baso, cemilan berbagai keripik dan kerupuk,kue , roti dll. Banyak berderet makanan dan minuman yang tersebutkan olehku, apalagi negara kita ini penuh dengan orang orang kreatif pencipta kuliner. Setiap kuliner baru muncul dan viral, pasti berbondong bondong orang yang penasaran ingin mencoba. Aku salah satunya.
Belum lagi kesukaanku terhadap susu dan produk turunannya, kue kue, cake, roti dan mie , semua makanan yang mengandung terigu tidak pernah bisa aku tolak. Ternyata hal itu turut menyumbang peranan dalam kesehatanku.
Sejak mempelajari food combining, secara bertahap aku mengubah kebiasaan makanku, dengan stop mengkonsumsi gula, terigu,kopi, teh dan coklat, tidak mengkonsumsi produk pabrikan , daging, dan lebih banyak mengkonsumsi buah dan sayuran.Â
Bukan perjalanan yang mudah untukku, kurasakan 3 bulan pertama sangat berat, terutama pindah ke beras merah dan stop beras putih, mengurangi gorengan, stop makan secara bebas , banyak sekali makan sayur dan buah buahan. Di awal suamiku melarang, tetapi setelah kujelaskan, dia mau mengerti, mengijinkanku untuk mencoba sambil terus memantau perkembangan kesehatanku. Dia sebagai orang terdekat yang menyaksikan bagaimana pola makan dengan food combining itu sangat membantu kestabilan fisikku, terutama pada saat setelah melakukan kemoterapi, berbagai keluhan yang biasa dialami setelah melakukan kemo tidak terjadi padaku. Seperti rambut  rontok, rasa mual, lemas, sakit lambung, sembelit, kulit menghitam dll. Perlahan tapi pasti staminaku pelan pelan membaik, tapi tentu saja untuk vonis bebas kanker aku masih harus menunggu karena aku baru masuk tahun 7.
Lumayan buatku ,karena menurut kerabatku yang dokter, kanker paru itu bisa bertahan 5 tahun saja sudah luar biasa. Dokterku pernah kutanyakan pun tidak mau menjawab secara pasti selain beliau katakan hanya Tuhan yang tahu. Aku bersyukur, karena aku benar memahami tidak semua teman seperjuanganku bisa seberuntung itu.
Banyak penderita kanker  yang tidak mengerti bagaimana selanjutnya yang harus dilakukan bila sudah terkena kanker, pengangkatan tumor, radiasi dan kemoterapi.Â
Mereka tidak pernah diberikan batasan untuk pola makan sehari hari, selain menghindari makanan yang diawetkan. Terbukti dari banyaknya teman yang kulihat saat di RS, mereka semua masih makan secara biasa, jarang kulihat ada yang makan buah atau sayuran. Terkadang saat di RS, aku bertemu dengan orang yang tertarik dengan melihat kondisiku, kami mengobrol dan biasa aku bagikan tips pola makanku dengan mereka. Biasa mereka tertarik dengan kepalaku yang masih berambut , tidak terlihat lesu dan lemas walau aku menjalani kemoterapi. Sayang tidak semua tertarik, terlampau banyak informasi untuk penderita kanker yang simpangsiur.
Kini suamiku yang di awal meragukan pilihan makanku,ikut bergabung merubah pola makanny juga anak anak kami. Â Dulu di pagi hari aku sibuk menyiapkan sarapan untuk mereka, nasi goreng, nasi kuning, nasi uduk, mie goreng dll , sekarang aku hanya menyiapkan air putih dan buah buahan untuk mereka. Perlahan keluarga kami berpindah lebih banyak konsumsi beras merah dan selalu mewajibkan diri makan sayur. Â Terbukti kini mereka lebih fit, penyakit biasa seperti batuk, pilek , radang tenggorokan dan sakit kepala pun jarang menghinggapi mereka.
Aku bersyukur mengenal food combining ini, terlebih aku berkaca pada kesehatan orang orang terdekatku yang lebih memilih medis saja tanpa perbaikan pola makan. Aku lebih memilih menjadikan makananku sebagai obat daripada  menjadikan obat obatan seb
Tertarik untuk mencobanya?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H