Mohon tunggu...
Lenny Yulia
Lenny Yulia Mohon Tunggu... Wiraswasta - Ibu Rumah Tangga

saya survivor ca paru dan seorang praktisi makan sehat yang ingin berbagi tips kesehatan dengan banyak orang

Selanjutnya

Tutup

Healthy Artikel Utama

My Journey as Survivor Cancer

22 Juni 2024   11:58 Diperbarui: 23 Juni 2024   05:07 470
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bulan juni 2018 adalah perjalanan awalku mendapatkan vonis kanker paru. Aku masih mengingat dengan jelas di bulan Mei kami merayakan ulang tahun putri bungsuku yang ke 5 tahun di sekolahnya. Itu momen spesial untuk anakku, terlebih setelah aku memilih hidup berpisah dengan suamiku, saat itu dia hadir di hari ulang tahun putrinya. Anakku sangat terlihat bahagia dan menikmati hari itu.

Satu bulan setelah itu tiba-tiba aku terbatuk di saat malam menjelang istirahat. Batukku tidak berkali-kali, tapi seperti batuk yang ingin mengeluarkan dahak. Hanya, yang membuatku terkejut, adalah dahak itu berupa gumpalan darah beku. Mencurigakan buatku, walau memang biasa aku sering mengalami gangguan kesehatan ringan, tetapi ini pengalaman yang aneh buatku.

Karena penasaran, aku berinisiatif bertanya kepada iparku yang seorang dokter anak. Dan dia menjadwalkanku untuk segera melakukan rontgen, kecurigaan awal adalah aku mengidap TBC, yang membuatku cukup galau, mengingat aku tidur selalu bersama anak-anakku, aku takut mereka tertular.

Setelah hasil rontgen keluar, terlihat ada bercak bercak putih pada paru kananku, lalu iparku membawaku untuk melakukan tes scan dengan kontras di RS. Dokter THT di kota kami berbicara dengan ipar yang mendampingiku saat itu dan meminta kami untuk melakukan biopsi di RS besar di Jakarta.

Aku masih belum memahaminya, masih mencerna semua kejadian ini. Saat konsultasi di Jakarta, setelah ada hasil biopsi, dokter memvonis aku terkena kanker paru stadium 2. Saat itu, aku hanya bisa terdiam dan bingung.

Aku tak tahu harus bagaimana, yang terpikirkan saat itu adalah kedua anakku, si sulung masih kelas 5 SD dan adiknya TK. Bagaimana bila mereka tak mempunyai aku, sedangkan aku sudah hidup berpisah dengan ayah mereka hampir 2 tahun. Hingga saat itu kami belum bisa memutuskan bercerai, hanya kami berusaha bersikap dewasa demi anak-anak, kami tetap menjalin komunikasi. 

Beruntung aku memiliki adik lelakiku dan anak beserta istrinya yang juga dokter. Mereka mendampingiku saat awal pengobatan hingga aku menjalani operasi pengangkatan tumor di paru, tak lama setelah aku divonis. Sebagai orang medis, mereka sangat paham bahwa kami berpacu dengan waktu, karena kanker paru ini cepat berkembang. Bulan juni 2018 aku dioperasi.

Setelah recovery, aku menjalani masa kemoterapi. Jujur saat itu aku belum benar-benar memahami tentang penyakitku, aku hanya berpikir, apapun akan kujalani asal aku memperoleh waktu tambahan untuk membesarkan anak-anakku dulu. Ketakutanku bukanlah pada kematian, tetapi akan nasib anak-anakku saat itu tanpa ayah ibunya.

Jadi kujalani saja apa yang harus kujalani tanpa banyak bicara, aku hanya percaya, Tuhan mengijinkan aku menjalaninya untuk suatu rencana-Nya. Aku hanya memegang imanku.

Setelah menjalani operasi pengangkatan tumor, aku memutuskan untuk berbicara dari ke hati dengan suamiku, dengan kondisi kesehatanku yang seperti ini, aku perlu kepastian anak-anakku mendapatkan pendampingan ayah mereka. Kami memang tidak mungkin bercerai secara agama, kami masih saling menyayangi. Hal terbesar yang memisahkan kami adalah suamiku bipolar dan dia menolak untuk berobat.

Sesaat menjelang operasi kemarin, sempat aku merenung dan berpikir, untuk apa sih aku hidup selama ini? Apa yang kuinginkan dalam hidupku? Seperti dalam adegan film, aku kilas balik hidupku. Bahagia apa yang kudapatkan dan kucari selama ini? Sering dalam rumah tangga, kami ribut memaksakan pendapat kami masing-masing, ingin merubah pasangan kami. Lalu apa yang kudapatkan? Suamiku tak sempurna, dia bipolar. Sementara aku pun penderita kanker yang tak tahu akan bisa bertahan berapa lama lagi. Lalu bagaimana dengan nasib anak-anakku? Kehilangan seorang ibu untuk anak-anak adalah hal yang sangat berat, tak mungkin kutambahkan dengan kehilangan ayah mereka.

Hasil pembicaraan mendalam, kami memutuskan untuk menghapus masa lalu kami, sama-sama memperbaiki rumah tangga kami demi anak-anak.

Masa kemoterapi kujalani hingga bulan november 2018, dan hasil petscan saat itu menyatakan bahwa aku sudah bersih. Hidup serasa memberikanku kesempatan baru, tanpa kusadari aku masih belum memahami penyakitku. Kupikir setelah operasi dan kemoterapi aku telah sembuh. Tak mengerti kalau kanker itu perjuangannya ternyata dimulai setelah operasi, kemoterapi atau radiasi. Yang terberat adalah menjaga kondisi tubuh kita tetap stabil agar sel kanker tak kambuh lagi. Penderita kanker sering terlena pada masa masa setelah selesai pengobatan yang dipikirnya telah usai.

Vonis bebas kanker baru bisa terbukti setelah kita mampu menjalani 15 tahun tanpa kambuh kembali. Aku terkaget setelah tahun 2020 kanker paru kembali kambuh, aku harus kembali dirawat di RS karena ada cairan di paru dan jantungku.

Setelah itu vonis dokter berubah, stadiumnya menjadi 4. Aku merasa down dan tak tahu harus bagaimana lagi. Dokter memintaku menjalani kemoterapi kembali. Saat itu aku masih menjalani pola makanku seperti biasa, hanya saja aku mengurangi makanan pabrikan atau fast food. Aku tak paham apa yang harus aku lakukan karena dokter pun tak memberikan pantangan makan apapun.

Tanpa sengaja aku membaca tentang pola makan food combining, aku tertarik untuk mempelajarinya. Dulu sebelum mendapat vonis kanker, aku pernah membaca cerita tentang orang-orang yang berhasil bertahan dengan penyakit kanker adalah mereka yang merubah pola makannya secara total dan konsisten. Kupikir tak ada ruginya aku mencoba merubah pola makanku.

Setelah aku memahami pola makan food combining, aku menjalaninya secara konsisten, dan efeknya langsung terasa pada tubuhku, membuat aku optimis untuk menjalani kehidupanku kembali.

Sayang, aku sempat terlena dengan kondisiku yang membaik, saat liburan lebaran 2022 aku sempat lengah, kupikir karena sulit mendapatkan asupan sayur dan buah segar, aku sempat makan bersama keluargaku di mall. Kupikir, toh cuma sedikit dan sesekali saja, ternyata akibatnya tak semudah itu.

Tak lama beberapa bulan setelah itu, hasil scan rutinku tidak bagus, nampak sel-sel kanker yang tersisa bertumbuh cepat kembali. Dokter memintaku kemoterapi, yang tak ingin kujalani. Kemoterapi memang mematikan sel kanker, tapi juga melemahkan tubuhku, banyak efeknya yang kurasakan termasuk rambut rontok.

Akhirnya, dokter memberi opsi untuk mencoba kemo oral, kupikir itu lebih ringan daripada kemoterapi suntik. Dan ternyata efeknya lebih berat untukku, wajahku, jadi berjerawat besar, hal yang tidak pernah kualami seumur hidupku, dan kuku jari tangan dan kakiku rusak dan copot.

Hanya saja obat itu membuat rambutku bertumbuh sangat subur bahkan bulu mataku bertumbuh panjang dan lentik. Aneh sekali. Akhirnya setelah hampir 6 bulan menjalani kemo oral dan perkembangannya kurang memuaskan, dokter tetap memintaku menjalani kemoterapi infus.

Ternyata efek kemo oral atau kemoterapi infus untuk tiap orang dan tiap kasus itu berbeda, tidak selalu kemo oral lebih mudah dijalani daripada kemoterapi infus. Untuk kasusku, tubuhku lebih beradaptasi dengan kemoterapi infus.

Kini aku menjalani tahun ke-7 sebagai survivor kanker paru dan tetap konsisten dengan pola makan food combining selama ini. Banyak orang yang memberikanku saran kesehatan ini dan itu, tapi aku memilih hal yang kuyakini saja sendiri, dan kurasakan sendiri pada tubuhku. Seperti yang sering dikatakan para senior dalam food combining, bahwa tubuh itu tak bisa bohong. 

Tertarik merubah pola makanmu?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun