Mohon tunggu...
priskalia nikenwidowati
priskalia nikenwidowati Mohon Tunggu... Guru - Pengajar di Sekolah Dasar

shaping the brain through knowledge

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Membangun Perkembangan Kognitif Melalui Model Pembelajaran Bruner

4 November 2021   16:17 Diperbarui: 4 November 2021   16:45 229
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ainia, Dela Khoirul (2020) menyatakan dalam journal yang ditulisnya hasil penilaian matematika dan literasi pada peserta didik Indonesia menduduki posisi keenam dari bawah yaitu posisi ke -74 dari 79 negara. Jika hal tersebut terjadi siapakah yang salah? Apakah murid, guru atau sistem pengajaran di negara Indonesia yang perlu dirombak untuk dapat mengejar ketinggalan yang selama ini terjadi.

Banyak sekolah di Indonesia yang masih mengadalkan sistem pengajaran tradisional dimana pembelajaran di dalam kelas berpusat pada guru. Dalam hal ini segala pengetahuan masih bersumber dari guru sehingga kemampuan berpikir kritis, komunikasi, kolaborasi dan kreativitas peserta didik di Indonesia memang masih terbilang lemah jika dibandingkan dengan negara lain.

Merujuk pada permasalahan yang telah dipaparkan sebelumnya, mari mengenal salah satu model pembelajaran yang digagas oleh Jerome Seymour Bruner ( 1915-2016). Bruner adalah seorang psokolog Amerika yang memberikan kontribusi signifikan pada perkembangan kognitif manusia dan teori pembelajaran kognitif.

Bruner (1975) menyatakan bahwa  hasil akhir perkembangan kognitif adalah pemikiran. Pemikiran cerdas tercipta dari pengalaman yang berasal dari “sistem pengkodean umum yang memungkinkan seseorang melampaui data baru dan dan berhasil membuat prediksi.”

Dengan demikian pada pertumbuhan anak harus memperoleh cara “keteraturan berulang” di lingkungan mereka.

Bruner berpendapat hasil akhir dari suatu pembelajaran tidak hanya mencakup konsep, kategori dan prosedur problem solving tetapi yang terpenting adalah kemampuan untuk “mencipta” yang mucul dari diri anak anak. Dalam peneliatiannya tentang perkembangan kognitif anak (1966), Jerome Bruner mengusulkan tiga mode representasi:

(1) Enactive merupakan representasi berbasis tindakan.

      Pengetahuan dipelajari secara aktif melalui hands on activity dimana siswa dapat   

       menggali informasi, mengalami dan mencari pemecahan masalah sendiri.

      Pada mode tersebut peserta didik dapat melakukan observasi menggunakan benda 

      konkret dan dihadapkan pada situasi yang nyata.

      Contoh penerapan dikelas rendah pada pelajaran matematika, pada saat guru  

      menjelaskan materi penjumlahan. Sorang guru dapat membawa  benda konkrit  

      berupa buah apel. Anak anak diminta untuk memegang dan menghitung   

      buah apel dan belajar konsep penjumlahan dan pengurangan menggunakan benda

      konkrit.

 (2) Iconic merupakan representasi berbasis gambar.

       Setelah mengalami tahap Enactive, peserta didik dapat belajar melalui bayangan visual, 

       gambar atau diagram yang menggambarkan kegiatan konkret.

       Contoh: setelah mengalami pengalaman menghitung buah apel. Seorang guru dapat

       mengganti benda konkrit dengan menggunakan gambar buah apel untuk memelajari  

       konsep penjumlahan dan pengurangan.

 (3) Symbolic merupakan representasi berbasis bahasa

       Pengetahuan direpresentasikan (diwujudkan) dalam bentuk simbol-simbol abstrak, yaitu simbol- 

simbol arbiter baik simbol verbal (huruf-huruf, kata-kata, kalimat-kalimat), lambang matematika, atau lambang abstrak yang lain. Pada tahap ini peserta didik dapat belajar secara abstrak seperti menganalisa atau menafsirkan teori.

Contoh: Peserta didik dapat belajar matematika melalui simbol angka, penjumlahan dan pengurangan.

Bruner lebih lanjut menyatakan tujuan pendidikan  semata-mata bukan untuk memberikan pengetahuan, melainkan untuk memfasilitasi pemikiran anak serta pengembangan kemampuan untuk memecahkan masalah dalam berbagai situasi. 

Secara khusus, pendidikan juga harus mengembangkan pemikiran simbolik dalam diri anak-anak. Bagaimana dapat mewujutkan pemikiran tersebut, Bruner menyatakan gagasannya mengenai konsep spiral curriculum. 

Konsep tersebut melibatkan informasi terstuktur sehingga kosep abastrak dapat disederhanakan terlebih dahulu, dan kemudian diulang kembali pada tingkat yang lebih kompleks di kemudian hari atau di kelas yang lebih tinggi. 

Berdasarkan analogi spiral kurikulum, kesulitan materi pelajaran yang akan diajarkan bertingkat secara bertahap. Gagasan utamanya peserta didik bisa

Bruner (1960) mengadopsi pandangan yang berbeda dan percaya bahwa seorang anak dari tahap perkembangan manapun (dari segala usia) mampu memahami informasi yang kompleks. 

Bruner menambahkan peserta didik membangun pengetahuannya dan mengkategorikan informasi menggunakan sistem pengkodean. Cara yang paling efektif untuk mengembangkan sistem pengkodean adalah dengan mengalami sendiri dibandingkan langsung diberi tahu oleh guru. Konsep discovery learning menyiratkan bahwa siswa membangun sendiri pengetahuannya.

Peran seorang guru lebih sebagai fasilitator. Guru yang baik merencanakan pelajaran sedemikian rupa sehingga pelajaran terpusat pada masalah-masalah yang diselidiki oleh peserta didik. Guru menyajikan materi pelajaran diperlukan, sehingga peserta didik dapat mencari solusi atau pemecahan suatu masalah dari diri sendiri.

Cara menyajikan materi sesuai dengan perkembangan kognitif siswa berawal dari tahap yang paling konkrit menggunakan objek nyata, beralih ke gambar kemudian ke konsep yang lebih abstrak yang di transformasikan melalui bahasa. 

Harapannya setelah menjalani tahapan enactive, iconic dan symbolic, anak-anak dapat mengembangkan pengetahuan kognitifnya. Jika hal tersebut dapat diterapkan di sekolah-sekolah yang ada di Indonesia semoga ketinggalan keterbelakangan dalam penguasaan literasi dan matematika dapat teratasi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun