Kebijakan terbaru Seleksi Nasional Berbasis Prestasi (SNBP) 2025 yang melarang siswa lintas jurusan menuai pro dan kontra. Dengan dalih menyelaraskan jurusan SMA dengan program studi pilihan di Perguruan Tinggi, kebijakan ini berpotensi menghambat eksplorasi akademik dan membatasi peluang siswa untuk berkembang. Hal ini tidak sejalan dengan kebutuhan dunia modern yang semakin fleksibel dan multidisplin.
Pada saat akan memasuki SMA, siswa dihadapkan pada keputusan besar dalam memilih jurusan. Sebagian besar siswa pada tahap ini belum sepenuhnya memahami minta, bakat, atau potensi mmasa depan mereka. Menurut survei Kemendikbud 2022, hanya 35% siswa merasa yakin dengan pilihan jurusan SMA mereka, sedangkan 65% lainnya mengaku memilih jurusan karena tekanan lingkungan, orang tua, atau ketersediaan fasilitas di sekolah. Kebijakan ini mengunci siswa dalam jalur pendidikan yang mereka pilih pada usia muda, tanpa mempertimbangkan dinamika perkembangan diri mereka.
Argumen di Balik Larangan Lintas Jurusan
1. Kesesuaian Kompotensi dan Program Studi
Larangan lintas jurusan dianggap relevan untuk memastikan siswa yang diterima di program studi tertentuu memiliki dasar pengetahuan yang memadai. Misalnya, siswa IPS yang tidak memiliki latar belakang sains mungkin akan kesulitan mengikuti materi di program studi Teknik atau Kedokteran. Dengan membatasi pilihan berdasarkan jurusan di SMA, Perguruan Tinggi dapat menerima mahasiswa yang lebih siap akademis.
2. Mengurangi Persaingan Tidak Seimbang
Siswa IPA sering kali mendominasi di jalur Ilmu Sosial dan Humaniora (Soshum) dan sering kali dianggap memiliki peluang lebih besar untuk diterima di program studi tersebut karena bekal matematis dan logika yang lebih kuat. Larangan lintas jalur diharapkan dapat mengurangi persaingan tidak seimbang dan memberikan kesempatan yang lebih adil bagi siswa dari jurusan yang sesuai.
3. Dorongan untuk Perencanaan Karier Sejak Awal
Aturan ini mendorong siswa dan guru pembimbing untuk melakukan perencanaan karier sejak dini. Dengan tidak adanya peluang lintas jurusan, siswa harus lebih serius mempertimbangkan pilihan jurusan di SMA agar sesuai dengan rencana masa depan mereka.
Tidak Selaras dengan Tuntutan Era Multidisiplin
Saat ini, dunia kerja dan akademik semakin mengutamakan pendekatan multidisplin. Banyak pekerjaan masa depann menyatukan berbagai bidang ilmu, seperti psikoloogi ekonomi, bioinformatika, atau sosioteknologi. Kebiajakan larangan lintas jurusan justru bertentangan dengan semangat multidisiplin ini, memaksa siswa untuk tetap berada dalam "kotak" akademik yang sempit. Pendidikan seharusnya menjadi ruang yang memberikan kesempatan untuk mencoba gagal lalu menentukan kembali. Namun, kebijakan ini menciptakan sistem yang menghukum kesalahan awal tanpa memberikan kesempatan untuk memperbaikinya.
Pemerintah perlu mengingat bahwa pendidikan bukan hanya soal seleksi, tetapi juga tentang memberikan kesempatan seluas-luasnya bagi siswa untuk berkembang sesuai dengan minat dan bakat mereka. Larangan ini hanya akan mengekkang kebebasan siswa dan melenggangkan ketidakadilan dalam sistem pendidikan yang seharusnya inklusif dan fleksiel.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H