Mohon tunggu...
Priscilla Madu Sutami
Priscilla Madu Sutami Mohon Tunggu... Guru - guru

saya suka main musik, membaca dan jalan-jalan

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Pentingkah Menjadi Juara?

19 Juni 2024   13:07 Diperbarui: 19 Juni 2024   14:13 263
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Bulan Juni menjadi bulan yang dinanti-nanti baik oleh siswa-siswa SD, SMP, SMA maupun orang tua. Mereka menanti pengumuman kelulusan dari sekolah. Bagi mereka yang pintar dan memiliki nilai yang tinggi, hal tersebut tidaklah terlalu mendebarkan, akan tetapi bagi mereka yang memiliki nilai pas-pasan tentu saja dag dig dug menunggunya. 

Di sekolah penulis, khususnya di sekolah dasar, tempat penulis bekerja, sudah menjadi tradisi, pengumuman dibuat sedemikian mendebarkan supaya siswa-siswa bisa saling menghargai dan bersyukur atas pencapaian mereka. Kepala Sekolah biasanya akan menyebutkan inisial-inisial nama tertentu yang dinyatakan "TIDAK LULUS". 

Padahal hal tersebut sudah tradisi, tentunya kakak-kakak kelas pernah bercerita kepada adik-adik kelas, tetapi tetap saja ada yang menangis tersedu-sedu bila inisial namanya disebut. Kami para guru biasanya juga pasang raut muka yang lurus-lurus saja untuk mendukung "drama" tersebut. Setelah diumumkan bahwa mereka lulus 100%, drama pun berakhir dengan bahagia. Semua bergembira. Setelah itu ditutup dengan doa syukur bersama.

Beberapa hari kemudian, sekolah kami mengadakan acara pelepasan. Inti acaranya adalah penyerahan kembali peserta didik kepada orang tua siswa. Acara ini biasanya diadakan di sekolah dengan dihadiri oleh orang tua siswa. 

Dalam acara ini akan dilaksanakan juga pemberian penghargaan kepada para siswa. Penghargaan diberikan kepada para siswa-siswa dengan prestasi terbaik dan tertinggi, misalnya, terbaik dalam pelajaran Mandarin, Bahasa Inggris, Komputer. Ada juga juara kelas berdasarkan jumlah nilai tertinggi rapor selama semester dua kelas 6. Ada juga juara umum, yang ditentukan berdasarkan jumlah nilai rapor, ujian sekolah, dan ujian praktik. 

Pada saat pengumuman kejuaraan tersebut, terbersit kesedihan sekaligus banyak tanda tanya. Pada zaman pendidikan sudah semaju ini, mengapa ukuran sebuah prestasi adalah jumlah nilai? 

Tidak tahukah kita, atau pura-pura tidak tahu, bahwa pendidikan dasar adalah fondasi? Tidak tahukah atau pura-pura tidak tahukah kita, berapa banyak waktu bermain dan bergembira apa adanya yang mereka (siswa-siswa berprestasi ini) korbankan demi mendapat penghargaan itu? Tapi ya penulis bersyukur apabila memang siswa-siswa tersebut belajar dengan penuh keikhlasan dan kegembiraan. 

Sejauh pengalaman penulis, yang paling kelihatan happy ya tentu saja orang tua siswa berprestasi. Orang tua terlihat sangat bangga dan tersenyum lebar menyambut dan menggenggam piala tanda penghargaan putra-putrinya. Lagi-lagi penulis sedih melihat ekspresi tersebut. Ada yang mengentak-entak di dada. Sebenarnya yang kepengin jadi juara anaknya apa orang tuanya?

Bagi penulis sendiri, pendidikan di SD adalah fondasi. Fondasi itu seharusnya diisi dengan karakter kebaikan yang kuat, kegembiraan, dan sukacita. 

Seperti kita ketahui bahwa ada bermacam-macam kecerdasan, begitu pula hendaknya kita seharusnya memberikan ruang yang seluas-luasnya untuk anak-anak berkembang sesuai kecerdasan mereka. Kecerdasan dan bakat tidak dapat diukur oleh sekadar jumlah nilai rapor dan ujian. 

Sebagai guru dan orang tua, penulis mengajak, mari kita kembali. Kembali belajar lagi, perbarui ilmu kita dalam mendidik anak-anak.  Kembali menyadari bahwa anak-anak memiliki bakat dan kecerdasan yang tidak sama, karena itu jangan membanding-bandingkan anak kita dengan anak-anak lainnya. Mari, kita kembali menyayangi dan mencintai mereka apa adanya. Mari, kita kembali ke inti dasar pendidikan. 

Selamat kepada mereka yang lulus! Selamat penulis ucapkan juga kepada orang tua yang putra-putrinya meraih kejuaraan. Jangan kecewa apalagi bersedih bagi orang tua yang putra-putrinya tidak juara. Ayo, kita kembali!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun