Mohon tunggu...
Prisca Yulanda
Prisca Yulanda Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Indonesia

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Kajian Pembuktian dalam Hukum Acara Perdata di Indonesia

6 Maret 2024   22:05 Diperbarui: 6 Maret 2024   22:19 265
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ada dua unsur yang dapat membentuk suatu persangkaan hakim, yaitu unsur yang sudah terbukti dan diketahui serta unsur akal atau intelektualitas. Kedua faktor ini saling berhubungan dengan satu sama lain dan tidak dapat berdiri sendiri. Dalam pembentukan persangkaan hakim, maka dirinya akan melihat fakta prosesuil yang dapat dijadikan unsur utama persangkaan hakim. 

Selanjutnya, sang hakim akan menggunakan akalnya untuk menarik kesimpulan yang berupa fakta, wujud, atau niat dari suatu kejadian (Sudikno Mertokusumo, 2002). Contoh penerapannya dalam persidangan adalah kesimpulan hakim untuk memutus perkara gugatan cerai atas dasar perzinahan.

ALAT BUKTI PENGAKUAN

Alat bukti pengakuan diatur dalam Pasal 174-176 HIR dan Pasal 311 RBg. Pengakuan masih banyak diperdebatkan oleh ahli hukum karena dianggap bukan alat bukti walaupun secara tegas telah disebutkan sebagai alat bukti dalam Pasal 164 HIR. Menurut para ahli, apabila dalil salah satu pihak telah diakui pihak lain, maka tidak ada keperluan untuk tetap dibuktikannya dalil tersebut. 

Dengan telah diakuinya suatu perbuatan, maka terbukalah kemungkinan hakim untuk memberikan pendapatnya dari hal yang diakui sehingga tidak ada kewajiban membuktikan untuk para pihak yang mendalilkan (Retnowulan Sutantio dan Iskandar Oeripkartawinata, 1997).

Dalam Hukum Acara Perdata, dikenal dua jenis pengakuan, yaitu pengakuan yang dilakukan di hadapan persidangan dan yang dilakukan di luar persidangan. Pengakuan di depan persidangan dapat dilakukan secara lisan maupun tertulis dengan tegas dan dapat membenarkan baik sebagian maupun seluruhnya dari suatu peristiwa atau hal yang diajukan sehingga pada akhirnya tidak diperlukan pemeriksaan dan pembuktian lebih lanjut terkait hal tersebut. 

Terkait alat bukti pengakuan, dijelaskan dalam Pasal 311 RBg, "pengakuan yang dilakukan di depan hakim merupakan bukti lengkap, baik terhadap yang mengemukakannya secara pribadi, maupun lewat seorang kuasa khusus." Pengakuan yang dilakukan di depan persidangan harus memperhatikan prinsip kehati-hatian karena apa yang telah disampaikan tidak dapat ditarik kembali kecuali si pengaku dapat membuktikan bahwa pengakuan tersebut adalah didasarkan kekhilafan tentang fakta sebagaimana yang diatur dalam Pasal 1926 KUHPerdata. 

Selanjutnya, dalam Pasal 174 HIR pengakuan dianggap memiliki kekuatan pembuktian yang mengikat dan sempurna. Pasal 1916 KUHPerdata juga menambahkan bahwa pengakuan bersifat menentukan dan tidak dapat dibuka kemungkinan untuk adanya bukti lawan. Oleh karena itu, hakim terikat oleh apa yang telah diakui oleh para pihak yang berperkara dan pengakuan tersebut harus dianggap benar sehingga putusan harus didasarkan pada alat bukti pengakuan ini. 

Lalu, pengakuan yang dilakukan di luar persidangan merupakan keterangan yang diberikan pihak untuk membenarkan pernyataan dalil yang dibenarkan oleh lawannya dan dapat juga dilakukan secara lisan maupun tulisan (H. Enju Juanda, 2016). Perbedaan antara pengakuan di dalam dan di luar pengadilan terletak pada kekuatan pembuktiannya. 

Pengakuan di dalam persidangan bersifat mengikat dan sempurna, sedangkan pengakuan yang dilakukan di luar persidangan kekuatan pembuktiannya kembali diserahkan pada kebijaksanaan hakim (kekuatan pembuktian bebas). Pengakuan di luar sidang dan dilakukan secara tertulis tidak harus dibuktikan lagi tentang eksistensi pengakuan tersebut. 

Sebaliknya, apabila pengakuan di luar persidangan tersebut adalah secara lisan, maka agar dapat dianggap terbukti mengenai eksistensi pengakuan tersebut harus dibuktikan lebih lanjut dengan adanya saksi atau alat bukti lain. Perbedaan lainnya adalah pengakuan di luar persidangan ini dapat ditarik kembali (Sudikno Mertokusumo, 2002).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun