Mohon tunggu...
Prio Satrio
Prio Satrio Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa

Pendidikan Sosiologi Universitas Negeri Jakarta

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud Pilihan

Hilang Arahnya Pemerintah soal Kebijakan Pendidikan di Masa Pandemi

31 Desember 2020   13:10 Diperbarui: 31 Desember 2020   13:46 211
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi ketimpangan pendidikan. Gambar: Koren Shadmi

Pandemi Covid-19 memaksa seluruh negara melakukan penangangan sebagai upaya adaptif untuk bagimana meminimalisir dan menekan angka penyebaran virus Covid-19. Manajemen krisis yang cepat namun harus tetap terukur menjadi tantangan sekaligus tanggung jawab  negara  mengingat  dampak yang mungkin saja akan lebih berbahaya kepada kehidupan masyarakat jika melakukan manajemen krisis yang keliru. 

Saat itu, pada awal periode pandemi pemutusan kebijakan yang cepat oleh Kemendikbud terkait memberlakukan proses pembelarajan dari rumah dinilai merupakan langkah yang tepat sebagai upaya mitigasi. Namun, karena hal itu ada sekitar 646.200 sekolah ditutup dari jenjang pendidikan PAUD sampai perguruan tinggi. Akibatnya, 68,8 juta siswa belajar di rumah dan 4,2 juta guru dan dosen mengajar dari rumah (liputan6.com, 20/05/2020).

Kebijakan Kemendikbud yang memberlakukan kegiatan pembelajaran dari rumah  di seluruh wilayah Indonesia terlihat hanya sebagai kebijakan reaksioner yang hilang arah, pasalnya kebijakan ini dikeluarkan tanpa memperhatikan kondisi georgrafis Indonesia sebagai negara kepulauan. 

Pengambilan langkah penutupan sekolah yang akhirnya terkesan tergesa-gesa malah semakin menyulitkan dan memperlihatkan ketimpangan pendidikan yang sesungguhnya di Indonesia, sebab langkah tersebut tanpa dibarengi dengan perencaan pendidikan yang matang seperti kurikulum adaptif, ketersediaan sarana-prasarana, serta kapasitas nasional dan lokal untuk memastikan penyediaan pendidikan di daerah terpencil.

Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) melihat fenomena ketimpangan pendidikan dan perubahan pola pembelajaran yang mendadak dialami Indonesia pada masa darurat pandemi ini berasal dari proses pelaksanaan Pembelajaran Jarak jauh (PJJ) yang harus menggunakan dan menguasi beberapa teknologi seperi handphone (HP), laptop, hingga kesulitan sinyal yang menjadi masalah terhadap peserta didik dan tenaga pendidik di Indonesia terutama pada masyarakat yang berada didaerah terluar, terdepan, dan tertinggal (3T). Dilansir dalam laman line.today, 10/07/2020, KPAI mencatat di Provinsi Jawa Barat, Bogor ada 11% yang tak bisa akses internet bahkan yang lebih parah lagi di Papua, ada 54% siswa tidak melaksanakan pembelajaran daring.  

Dengan kondisi yang seperti ini, membuktikan bahwa kebijakan "cepat" untuk penutupan sekolah yang dilakukan Kemendikbud hanya sebatas kebijakan reaksioner yang hilang arah karena kebijakan tersebut tanpa dibarengi dengan perencanaan pendidikan yang terukur dalam masa darurat pandemi seperti ini.

Carut-marutnya Kebijakan Pendidikan Indonesia dimana Pandemi

Berbagai kebijakan pendidikan yang hilang arah dan tidak terukur akhirnya menjadikan kondisi pendidikan Indonesia yang seperti saat ini. Humanisme yang harusnya diwujudkan dalam pendidikan Indonesia malah semakin jauh dari kata terwujud. 

Paulo Freire dalam bukunya yang berjudul "Pedagogy of the Oppressed" menyebutkan bahwa pendidikan itu diciptakan sebagai ruang dialogis yang bertujuan untuk memupuk kerangka berpikir kritis dalam menganalisa persoalan-persoalan yang terjadi di lingkungan sosialnya. Berbagai ketimpangan yang terjadi dalam pendidikan Indonesia saat ini, menjadi krisis dalam mengejar humanisme pendidikan yang digambarkan oleh Paulo Freire pasalnya ketimpangan tersebut tidak sepenuhnya diatasi oleh sang pembuat kebijakan. 

Bagaimana pendidikan Indonesia bisa terhumanisasi jika kurikulum pembelajaran adaptif yang harusnya dapat membantu guru, siswa, dan orangtua dalam menjalankan PJJ sampai saat ini bahkan belum ada kejelasan ; sarana dan prasarana yang harusnya dapat menjaga keberlangsungan PJJ di wilayah 3T (Terluar, Terdepan, dan Tertinggal) Indonesia sampai saat ini masih terkendala ; Kapasitas nasional dan lokal untuk memastikan penyediaan pendidikan di daerah 3T sampai saat ini masih menuai problema. Ini semua menjadi gambaran akan kegagalan pemerintah dalam upaya mewujudkan humanisme dalam pendidikan.

 Jika tidak terdapat upaya yang solutif  akan permasalahan yang bernaung dalam pendidikan Indonesia saat ini, bagaimana bisa mewujudkan pendidikan yang digambarkan oleh Paulo Freire ? Apalagi dengan banyaknya tuntutan pemenuhan kompetensi yang harus dimiliki peserta didik dalam kondisi seperti ini. Persoalan tersebut harus diselesaikan segera mungkin, karena menyangkut nasib generasi penerus bangsa.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun