ORKESTRA GANDALIA MUSIK BAMBU BANYUMAS
Orkestrasi Gandalia Musik Bambu Banyumas adalah bentuk elaburasi dari aspek-aspek pertunjukan dalam sajian kesenian Gandalia yang dijadikan sebuah konsep tentang gambaran dari spirit eksistensi seni pertunjukan kesenian tradisional di wilayah budaya tradisional agraris Banyumas raya. Dari kurang lebih lima puluh jenis kesenian tradisi yang ada wilayah Banyumas, tinggal beberapa jenis kesenian yang eksistensinya masih bertahan untuk hidup hingga sekarang, diantaranya adalah kesenian Lengger, Ebeg, Wayang kulit, Ketoprak, Kenthongan, Slawatan, Calung, Buncis dan Bongkel.Hal ini tentu tidak terlepas dari kondisi masyarakat pendukungnya yang kian waktu semakin berubah. Keberdaan kesenian dalam budaya masyarakattertentu dapat dimaknai sebagairepresntasi dari tingkat peradaban masyarakat itu sendiri.Tradisi masyarakat Banyumas yang mayoritas hidup dalam buadaya agraris mempengaruhi berbagai kehidupan kesenian tradisi yang tumbuh di dalamnya mengalami perubahan.Dalam konteks historinya kehidupan kesenian Banyumas mayoritas memiliki keterkaitan dengan kehidupan tradisi masyarakat petani. Hal ini selain yang terdapat pada sebagian besar simbol berupa asesoris perangkatnya terbuat dari bahanbaku bambu, juga pada keberadaannya yang sering difungsikan dalam tradisi ritual masyarakat petani seperti; upacara baritan, sedekah bumi, mimiti (memulai tanam padi/jagung), syukuran pasca panen, kaul dan lain-lain. Berbagai alat musik bambu yang pernah eksis dalam tradisi masyarakat Banyumas antara lain: Bongkel, Gandalia, Buncis, Krumpyung, Calung dan Kenthongan.
Berangkat dari keberadaan musik bambu yang ada dewasa ini sebagian besar diambang kepunahan. Penyusun bersama dengan Sanggar Seni Sabawana bermaksud untuk mengeksiskan kembali melalui kegiatan workshop dalam bentuk pelatihan alih ketrampilan dari generasi tua ke generasi muda. Salah satu jenis kesenian yang menjadi obyek pelatihan kali ini adalah musik Gandalia. Pemilihan obyek materi musik Gandalian adalah dengan pertimbangan dua hal yakni, (1)keberadaan pemain yang dewasa ini tinggal empat orang yang rata-rata usianya 80 tahun. Dengan keberadaan ini kami merasa kawatir karena jika tidak diupayakan secara sungguh-sunguh untuk meregenerasi, maka musik Gandalia akan punah, karena melihat kondisi pelaku yang mumpuni saat ini sudah berusia lanjut, (2)musik gandalia memiliki keunikan, kekhasan dan kerumitan teknik yang tidak bisa dengan mudah ditirukan oleh orang lain. Keunikan dan kekhasan adalah sebuah nilai yang melekat dalam tradisi budaya kesenian tradisi, yang harus dipertahankan keberadannya sebagai dentitas budaya lokal.
1.Kesenian Tradisional Masa Lalu (Dekade 70an – akhir 80an)
Fenomena tradisi kelisanan dalam seni pertunjukan sebenarnya bukan hal baru dalam masyarakat kita. Gandalia sebagai salah satu jenis kesenian tradisional Banyumas pada awal-awal diciptakannya adalah sebuah peristiwa tradisi kelisanan yang memunculkan ekspresi komunal, begitu juga apa yang dilakukan warga desa-desa bantaran sungai Serayu, lereng gunung Slamet dengan pesta “kesenian rakyat” mereka. Gandalia adalah bentuk peristiwa kesenian embrio dari seni pertunjukan rakyat yang sekarang kita kenal dengan nama Calung. Kesenian ini muncul di daerah pedesaan di perbatasan antara Kabupaten Banyumas dan Cilacap pada sekitaran akhir abad 17. Kesenian Bongkel berasal dari bunyi-bunyian yang sengaja dihasilkan disaat menabur benih biji-bijian diladang yang oleh masyarakat Banyumas disebut manja. Mereka beraktivitas di ladang menabur biji-bijian (manja) seperti kedelai, kacang tanah, jagung, dan atau padi secara bergotong royong, menggunakan sepotong kayuberukuran panjang kurang lebih 1.5 meterdan berdiameter 5 cm yang pada bagian ujung atas diberi satu ruas bambu, sehingga jika alat tersebut dihentakkan untuk melubangi tanah akan menghasilkan bunyi yang nyaring.Sembari melubangi tanah mereka menikmati jalinan bunyi yang secara konstan memicu semangatnya sehingga sesekali diantara mereka bernyanyi, menari dan atau bahkan menjadi penonton. Dalam peristiwa ini yang paling diutamakan adalah kegembiraan bersama, “gayeng”. Semuanya bisa turut serta dalam peristiwa kesenian ini, dan akhirnya pertunjukan ini diusung bersama baik penyaji maupun penonton (ulang-alik).
Pada perkembangan selanjutnya tidak hanya bernyanyi dan menari, ada adegan drama dengan lakon sederhana. Biasanya menggambarkan kejadian-kejadian di seputaran mereka, misalnya tentang adegan obrolan pasangan petani dengan setting tempat --yang diceritakan-- di pematang sawah. Penyajian dan penceritaannya biasanya segar dan lucu. Penonton turut berceloteh selama lakon dimainkan. Dan biasanya celoteh mereka akan membangun jalannya pertunjukan.
Pada tahapan ini sudah mulai ada desain pementasan namun pada dasarnya pemainnya bisa siapa saja di antara mereka dari warga desa, dan atau penonton. Dalam pertunjukan Gandalia baik dan buruk pementasan tersebut tidak dipersoalkan, dan tidak dipersoalkan pula siapa pemain dan siapa penonton, yang lebih dipentingkan dalam peristiwa tersebut adalah munculnya ekspresi komunal warga desa setempat; rasa gayeng, bercengkerama antar tetangga, bahagia bersama dan semakin eratnya rasa primordial sebagai “satu keluarga”.
Begitu juga apa yang terjadi di daerah pedesaan di bantaran sungai Serayu. Sebagai contoh misalnya di desa Sidanegara, Kecamatan Rawalo, Kabupaten Banyumas. Di desa tersebut sering diselenggarakan pementasan berbagai jenis kesenian rakyat seperti Lengger, Ebeg, Ujungan, Slawatan, dan Gandalia itu sendiri. Pementasan tersebut digelar benar-benar untuk kegembiraan bersama saja. Dipentaskan oleh warga desa dan ditonton oleh kerabat mereka. Meskipun sekarang sudah mulai banyak orang dari luar desa datang untuk menonton pementasan-pementasan mereka, namun niatan untuk siapa peristiwa tersebut diselenggarakan tetap, dari warga oleh warga untuk warga desa --dan tetangga-tetangga desa-- tersebut. Penonton (dan atau turis) dari luar daerah dipersilahkan saja menonton dan dianggapnya sekedar efek dari apa yang merekalakukan.
2. Kesenian Tradisional Dewasa Ini (Dekade 90an – 2013)
Fenomena di atas menunjuk pada bentuk peristiwa tradisi kelisanan masa lalu, yang dalam seni pertunjukan memunculkan ekspresi komunal dalam masyarakat dimana peristiwa itu dibuat dan dipentaskan. Ada dampak yang sangat tebal dimunculkan dalam peristiwa tersebut; gayeng dan ikatan yang hangat antar manusia. Tidak ada hitungan untung rugi dari perspektif kapital dalam peristiwa-peristiwa tersebut; bahakan pada masa itu uang tidak berbicara.
Bebicara peritiwa masa lalu akan kesenian tradisional jika dibandingkan dengan era sekarang, dianalogika seperti siang dan malam.Jika siang sebagai gambaran akan ketransparanan wujud yang memiliki kekuatan serta kecirikhasan sebuah bentuk kesenian tradisional masa lalu, maka malam adalah sebuah gambaran yang sebaliknya yakni keberadaan bentuk kesenian tradisional di era sekarang. Malam diartikan sebagai sebuah warna yanghitam (gelap) yang jika dijadikan tolok ukur untuk melihat warna dan bentuk dari kesenian tradisional era sekarang tidak memiliki perwujudan yang jelas dan khas sebagai kekuatan identitas budaya lokal. Sebagian besar bentuk kesenian tradisional di desa-desa telah mengalami krisis lokalitas. Banyak hadirnya unsur-unsur pertunjukan dari budaya di luar identitasnya yang telah membawa warna/gaya kesenian lokal menjadi bias dan tidak unik. Sebagai contoh masuknya lagu-lagu “pop”, instrumen musik “barat” dan sajian kendhang “jaipong/sunda” ke dalam pertunjukan kesenian tradisional (Lengger, Ebeg, Banyumas, dan Gandalia) menjadikan kesenian tersebut kehialangan kekuatan khasnya yang pada masa dulu kompleks dengan varian-varian sajian ekspresi seniman setempat.
Melihat keberadaan yang demikian itu maka penyusun tertantang untuk membangkitkan kembali spirit kesenian tersebut menjadi lebih membumi dan menarik baik dari aspek kualitas sajian maupun keunikannya. Apakah tidak mungkin spirit fenomena tersebut dimunculkan kembali dalam komunitas-komunitas masyarakat di era modernisasi dalam bentuk yang berbeda? Yakni fenomena aktivitas kesenian di lereng Gunung Slamet yang mampu memunculkan kegayengan, ekspresi dalam komunitas mereka, merekatkan hubungan antar tetangga dan bergembira bersama. Dalam konteks seperti itu kesenian (seni pertunjukan) menempati fungsi sosiologisnya dan menjadi sangat penting peranannya dalam masyarakat sebagai hiburan, perekat sosial, secara ekonomi misalnya munculnya warung-warung di sekitaran arena petunjukan, dan bila dilangsungkan dalam kerangka acara bersih desa diyakini sebagai sarana untuk membersihkan dan menata kosmologi desa yang bersangkutan dan sebagainya. Artinya bahwa kesenian tidak lagi menyendiri,malahan justru menabalkan keberadaannya padalingkup masyarakat secara luas, tidak hanya pada selingkungannya saja, pelaku kesenian dan para pengamat kebudayaan.
Gerakan tradisi kelisanan adalah sebuah counter culture terhadap dampak arus pemodernan yang individualistik-materialistik dan hegemonik yang cenderung mengasingkan. Dari gagasan-gagasan tersebutlah maka dirancang mencipta sebuah jenis desain baru yang bersumber dari kesenian Gandalia yang akan diberi judul “Orkestra Musik Bambu Banyumas”.Desain baru ini dimaksudkan sebagai stimulan dari adanya ekspresi komunal dalam komunitas-komunitas masyarakat di sub-sub wilayah pedsaan Banyumas. Artinya bahwa karya ini dirancang tidak hanya sekedar sebagai arak-arakan acara kesenian belaka yang kemudian hilang tak berbekas, bukan juga sekedar art ceremonial yang hanya menuntaskan dahaga para seniman belaka atau bukan juga sekedar acara yang diusulkan untuk sekedar menjadi kesenian yang artificial, akan tetapi bagaimana, sekali lagi, merangsang kembali manusia desa untuk saling menyapa.
B. Tujuan, dan Manfaat Berkarya Seni
Berkarya seni adalah bentuk pemenuhan kebutuhan estetik bagi seorang seiman dalam mengekspresikan ide dan gagasannya ke dalam sebuah karya seni. Karya besar yang bertema Lengger Dalam Kesungguhan kali ini adalah lebih bertujuan pada pengembalian nilai atau ruh seni pertunjukan kerakyatan Banyumas kealam tradisinya agar antara bumi, tradisi masyarakat dan keseniannya bisa menyatu kembali. Penyusun yang dalam hal ini sebagai penggagas ide untuk merancang karya baru adalah bermaksud untuk menuangkan gagasannya ke dalam karya musik yang didasari oleh berbagai pikiran dan alasan.
Arus perkembangan kesenian tradisional Banyumas secara siklis telah mengalami pergeseran nilai yang sangat sigifikan. Melihat perjalanannya yang kian waktu semakin menjauh dari akar tradisinya, penyusun merasa prihatin dengan keberadaaanya yang semakin lama semakin tampak terpuruk. Akibat kurang berimbangnya kemampuan masyarakat khususnya pelaku seni dalam menjaga keberlagsungan kekuatan lokal, maka kemudian secara perlahan-lahan kekuatan tersebut menjadi rapuh.
C. Manfaat
Upaya pengembangan bentuk kesenian tradisi agar tetap tidak terlepas dari budayanya tentu harus menggunakan strategi yang tepat dan kompromis. Salah satu kiat yang telah penyusun lakukan adalah mendekatkan diri langsung kepada pemilik keseniannya yakni dengan cara memberi rangsangan kreatif berupa konsep-konsep pengembangan kesenian tradisional melalui pendekatan inovasi. Kesenian Gandalia yang secara musikal dan pertunjukan dengan bentuk sederhana dan statis penyusun kembangkan ke dalam bentuk orkestra bambu, sehingga diharapan secara pertunjukan musik mampu menumbuhkan spirit dan suasana yang lebih dinamis tentu dengan mengedepankan aspek yang lebih substansial yakni nilai estetik dan filosofinya.
Berdasarkan hasil terwujudnya karya ini melalui perjalanan proses pelatihan yang sangat panjang, akhirnyabanyak diakui oleh masyarakat pemilik khususnya para pendukung karya bahwa mereka merasa mendapat berbagai ilmu dan pengalman baru yang sebelumnya tidak terbayangkan kalau bisa memahami cara-cara menyusun karya baru dan sampai dalam bentuk sebuah pertunjukan spektakuler. Selain bermanfaat bagi pelaku seni dan masyarakat pemilik seni gandalia, juga sebagai sumbangsihuntuk menambah kekayaan seni tradisi inovasi khususnya bagi pemerintah daerah Kabupaten Banyumas, dan umumnya pecinta budaya lokal. Dampak yang langsung direspon oleh Bupati Banyumas saat memberi tanggapan dalam pidatonya seuasi pertunjukan orkestra adalah menyampaikan dengan tegas bahwa hasil kolaburasi ini akan dipatenkan untuk menjadi kekayaan kesenian Kabupaten Banyumas, yang pada saat bersamaan juga langsung menugaskan pada stafnya untuk memproses hak paten tersebut.perbendaharaan pengetahuan masyarakat khususnya seniman daerah mengenai bentuk-bentuk karya baru yang bersumber dari kesenian lokal.
D. Dampak dari Pergelaran Orkestra Gandalia
Melalui proses kurang lebih tiga bulan yang semula Desa Tambaknegara hanya memiliki empat jenis instrumen dan empat orang pemain Gandalia, dengan kerja sama antar institusi akhirnya kegiatan pergelaran Lengger Dalam Kesungguhan mampu mencetak 40 pemain muda instrumen Gandalia, 15 vokalis tembang-tembang Gandalia, dan 40 buah instrumen baru Gandalia. Dampak yang dihasilkan tentu sangat positif karena disamping berhasil mencetak regenerasi pemain Gandalia, juga memberi pengalaman baru tentang kiat-kiat mengembangkan kesenian tradisi yang semula tidak diminati masyarakatnya menjadi bangkit kembali dalam nuansa yang lebih beradaptasi dengan selera jamannya.
E. Kerja Sama dengan Fihak Lain
Karya Gandalia dalam bentuk baru adalah dirancang sebagai bentuk keinginan akan sebuah perubahan yang lebih baik. Dalam rangka terciptanya karya ini tentu tidak hanya bisa mengandalkan satu bidang ilmu yakni seni musik atau tari saja, akan tetapi sangat diperlukan keterlibatan lintas bindang.Beberapa ahli bidang lain yang diperlukan dalam karya ini antara lain; bidang desain interior panggung, desain alat baru (tenaga ahli dibidang bambu khususnya untuk membuat instrumen Gandalia, bidang menejemen pertunjukan, seniman akademisi (Komunitas Pring Sedhapur), seniman lokal Banyumas, dan kerja sama dengan Dinporabudpar, Kemendikbud, Sanggar Seni Sabawana, Kabupaten Banyumas.
Dengan bentuk kerja sama ini akhirnya mampu menciptakan sebuah jenis pertunjukan yang spektakuler yang bernafas kedaerahan namun memiliki nilai artistik dan estetik yang tinggi, sehingga para seniman dan masyarakat pengunjung akan mendapat pencerahan serta informasi edukasi sebagai bentuk pengalaman baru dalam pendekatan modern. Aspek-aspek penggarapan dalam karya ini sengaja didesain baru dengan maksud agar kesenian tradisional (lokal daerah) yang selama ini dipandang terkesan kumuh menjadi segar, elegan dan dinamis.
PRA PENYUSUNAN
A.Langkah-langkah Kerja Penyusun
Didalam proses pelaksanaan sebuah kegiatan berkarya, terlebih dahulu saya menyusun program kerja, dengan tujuan agar semua kegiatan yang berkaitan dengan batas waktu yang telah ditentukan oleh lembaga dapat berjalan dengan lancar. Dalam kurun waktu yang diberikan selama kurang lebih enam bulanpenyusun mencoba mengagendakan semua kegiatan yang diatur sesuai dengan tingkat kepentingan masing-masing.Oleh karena hal ini merupakan kegiatan yang berkaitan dengan program lembaga dan sudah tersusun secara pasti, maka langkah berikutnya adalah menyusun rencana kerja.
Adapun langkah-langkah kerja yang telah dibuat dalam rangka untuk mengatur semua kegiatan yang berkaitan dengan kekaryaan adalah menyusun jadual sebagai berikut:
Minggu/bulan
Kegiatan
Keterangan
Pertama/pertama
Tgl 5,6,7Juli 2013
Observasi/wawancara
Observasi (melihat secara langsung) pertunjukan kesenian Gandalia di Banyumas serta wawancara dengan tokoh seniman Gandalia dan beberapa tokoh lain termasuk budayawan setempat.
Kedua
Tgl 8 – 13 juli 2013
Pemilihan Materi
Mengakomodasi semua materi dari hasil observasi , kemudian dipilih sesuai dengan kebutuhan dalam konsep kekaryaan serta memilih mediumgarap yang akan digunakan
Ketiga-keempat
Tgl 15 – 31 juli 2013
Membuat instumen
Membuat instrumen baik penabahan jenis alat yang sudah ada (Gandalia) maupun membuat alat baru dari bahan baku bambu yang akan digunakan sebagai ia ungkap karya baru.
Pertama
Tgl 1 – 2 agustus 2013
Menentukan Pendukung Karya
Menghubungi semua pendukung yang sudah dipilih berdasarkan kebutuhan penyusun.
Pertama
Tg 3 agustus 2013
Menyusun Jadual Latihan
Pertemuan atau rapat dengan semua pendukung yang sudah dihubungi oleh koordinator latian untuk menyusun jadual kegiatan/latihan
Pertama-ke dua
Tgl 4-14 agustus 2013
Workshop
Tahap ini adalah bentuk pelatihan yang dalam kegitannya merupakan transfer keahlian praktik ketrampilan memainkan instrumen Gandalia dari nara sumber (empat orang usia tua) ke generasi muda.
Ke dua
Tgl 15 agustus 2013
Gladi bersih
Gladi bersih dalam tahap ini merupakan pertunjukan awal untuk melihat hasil dari kegiatan workshop musik Gandalia dalam bentuk sajian yang murni.
Ke tiga
Tgl 16 agustus
Pergelaran perdana
Pergelaran musik gandalia dengan jumlah pemusik 40 orang.
Petama
Tgl 1 september 2013
Koordinasi proses
Penggarapan karya
Pada tahap ini merupakan proses awal dalam rangka penyusunan karya baru yang berpijak dari pertunjukan perdana, membahas proses kerja kolaburasi musik Gandalia, Buncis, dan Calung bersama kelolmpok Pring Sedhapur dan Grup Sabawana Rawalo.
Pertama
Tgl 2 – 6september 2013
Eksplorasi pencarian bentuk garapan
Dalam tahap ini adalah babak awal penyusun untuk masuk kegiatan workshop. Tahap ini merupakan kegiatan penjelajahan untuk mencari berbagai kemungkinan garap musikal baik terkait dengan bunyi, pola maupun repertoar-repertoar tradisi yang akan dijadikan materi terpilih sebagai bagian dari bentuk karya secara menyeluruh.Kerja eksplorasi hanya akan dilakukan oleh beberapa pendukung karya yang sengaja dipilih berdasarkan kompetensinya masing-masing baik dalam hal ketrampilan tradisi, maupun keakhlian dalam mengolah bunyi-bunyi instrumen secara inovatif.
Pertama
Tgl 7-13
Penggarapan kolaburasi
Proses penyusunan karya kolaburasi musik Gandalia, Buncis, dan Calung dalam bentuk kesatuan yang didukung oleh 70 pendukung.
Kedua
Tgl 13 september 2013
Rapat panitia pertunjukan
Menyusun panitia pertunjukan yang melibatkan berbagi bidang ahli seperti, pamong desa, pamong budaya, sie tata pentas, sie tata busana, dan sie kaemanan.
Ke dua
Tgl 14 september 2013
Pertunjukan danDiskusi
Pertunjukan di Bendungan Irigasi Sungai Serayu, Desa Sidanegara, Kecamatan Rawalo, Kabupaten Banyumas dengan dilanjutkan diskusi pertanggung jawaban karya. Dalam pertunjukan ini mengundang berbagai kalangan seperti; budayawan lokal, akademisi, seniman lokal, pejabat pemerintah terkait, guru-guru kesenian dan wartawan.
Keempat
Tgl 23 – 30 september 2013
Laporan pertanggung jawaban kegiatan
Menyerahkan hasil laporan kegiatan kekaryaan dalam bentuk tertulis dan dokumentasi rekaman audio visual kepada ISI Surakarta, Diporabudpar Banyumas, dan Kemrndikbud Jakarta.
B. Konsep Bangunan Orkestra Musik Gandalia
Karya ini merupakan pengembangan dari bentuk bangunan musik yang sangat sederhana, untuk diurai menjadi struktur bangunan yang lebih besar, kompleks dan variatif.Dengan berbagai kemumgkinan kompleksitas penggarapan baik dari aspek sajian estetik, aspek artistik dan kebutuhan kelengkapan panggung secara menyeluruh, maka perlu disiapkan kerangka bangun yang matang. Beberapa langkah perencanaan yang telah dipersiapkan antara lain pengembangan bentuk dari aspek musikal, visual instrumen, dan setting pertunjukan.
Bentuk pengembangan dari aspek musikal dalam karya ini adalah berupa aransmen lagu-lagu khas Gandalia baik dari unsur vokal maupun instrumentasi musikal melalui idiom yang digunakan. Konsep mengembangkan dalam karya ini adalah bentuk kerja kompositorik yang lebih menitik beratkan pada aspek musikal yang sumbernya berbentuk tembang dan pola-pola tabuhan instrumen Gandalia. Berikut ini empat repertoar bentuk tembang Gandaliayang dikembangkan dalam karya orkestra adalah sebagai berikut:
Lagu Gandalia
Gandalia laras bamboo patang werna
Karangane Bangsa Setra asale Tambak Negara
Awan-awan medang kopi karo nyambi tunggu pari
Neng tengah-tengah gubug gunung tembange melung-melung
Gandlia kabudayan wiwit kuna
Antarane wiwit tahun sewu sangangatus selawe
Sore-sore medang jahe lan disambi nyambut gawe
Supaya seneng atine Gandalia hiburane
Tembang tersebut di atas pada mulanya hanya berupa data audio yang ditembangkan oleh seorang laki-laki yang bernama Rusdi (nara sumber) lalu kemudian dinotasikan/ditranskrip oleh Darno Kartawi (dosen ISI Surakarta) dan dibantu oelh Didik Himawan(pegawai Dinporabudpar Banyumas) dalam bentuk notasi kepatihan. Dari hasil trankrip kemudian dijadikan sumber pengembangan dalam karya baru dan dielaburasikan dengan beragai ragam garap musikal, serta ragam instrumen (idiom bunyi). Berbagai aspek musikal seperti repertoar lagu, cengkok tradisi, pola dan teknik sajian tradisi karawitan akan diekspos secara total ke dalam sajian garap secara terbagi. Sedangkan aspek media atau instrumen yaitu akan memadukan bebagai alat musik bambu tradisional yang ada di Banyumas seperti Bongkel itu sendiri , Buncis, dan Calung.
Pendekatan garap dalam bangunan musikal secara oskestra penyusun mengacu pada pertunjukan konser musik etnik Asia-Korea di Korea yang pernah melibatkan beberapa musisi dari Institut Seni Indonesia (ISI) Surakarta pada tahun 2007-2009, yang secara kebetulan juga terdapat gamelan calung Banyumas sebagai bagian dari bangunan musikal. Berikut gambaran secara visual tentang pengembangan bentuk pertunjukan musik yang bersumber dari kesenian Gandalia menjadi musik Gandalia sebuah orkestra musik bambu Banyumas.
-Bentuk fisik pertunjukan Gandalia tradisional Banyumas
-Bentuk fisik pertunjukan Orkestra Musik Bambu Gandalia Banyumas dalam bangunan karya baru
C. Hasil Yang Dicapai
Berasarkan konsep yang diacu dalam penyusunan karya Orkestra, penyusun telah berhasil membentuk satu banguanan karya yang melibatkan beberapa aspek pertunjukan terkait dengan aspek musikal, instrumen, dan setting panggung.Tiga aspek tersebuat dikemas berdasarkan pertimbangan-pertimbangan lokalitas yang berpijak dari nilai-nilai filosifi yang dimiliki oleh tradisi masyarakat setempat yakni Desa Tambaknegara. Nilai-nilai filosofi yang melekat dalam tradisi masyarakat Tambaknegara yang paling haliki adalah tampak pada perilaku kehidupan masyarakatnya seperti dalam berinteraksi, adat istiadat, dalam menggunakan alat-alat pertanian dan juga cara berkesnian.
Seperti yang diuraikan dalam bab 1 bahwa sifat-sifat komunal dalam tradisi masyarakat budaya agraris adalah sebuah spirit yang sangat kuat dimiliki oleh masyarakat pedesaan adalah acuan mendasar dalam pembentukan karya orkestra ini. Hubungan interaksi antar permaianan instrumen Gandalia yang dibentuk berdasarkan tiga ukuran berbeda adalah satu usaha baru dalam rangka mencari kemungkinan-kemungkinan baru agar musik Gandaia yang sudah ada dengan bentuk yang statis menjadi lebih dinamis. Pembentuka dari tiga bentuk isntrumen Gandalia dalam ukuran kecil, sedang, dan besar ini adalah salah satu ide penyusun dalam merekayasa warna bunyi agar bisa menghasilkan setidaknya tiga ragam karakter. Perpaduan tga karakter bunyi inilah yang penyusun jadikan kiat untuk membentuk kebaruan dalam musik Orkestra Gandalia.
Langkah kedua adalah pemanfaatan vokal-vokal khusus musik Gandalia yang semula hanya disajikan dalam bentuk solo vokal dalam karya ini dicoba disajikan dalam bentuk koor (vokal bersama) yang dimainkan oleh anak-anak. Kiat ini selain bermaksud sebagai bentuk aliah kemampuan vokal pada generasi muda juga secara musikal mampu mengakngkat karakter vokal menjadi lebih dinamis dan berimbang dengan jumlah instrumen dalam jumlah besar. Perpaduan antara sajian instrumen Gandalia dengan vokal koor anak-anak menjadikan spirit musikalitas Gandalia lebih dinamis dan unik mengena sesuai dengan sifat seni pertunjukan kerakyatan.
Langkah ketiga-penyusun melakukan penataan lagu-lagu Gandalia yang disusun berdasarkan alur dramatisasi musik yang bersifat mengalir, mengulang tapi tidak dalam bentuk repetisi. Unsur sambung rapat dikemas berdasarkan arah dan alur kalimat lagu setiap repertoar agar sajian antar bagian tidak menjadikan satu pemaksaan rasa musikal.Berait dengan kemasan yang mengacu pada pertimbangan musikal penyusun juga mencoba merubah pola sajian isntrumen Gandalia khsusnya pada wilayah yang bernada tengah.Pola-pola yang semula berbentuk melodi dengan mengikuti lagu khusus Gandalia, dirubah dengan mengacu garap tabuhan gambang pada perangkat gamelan Calung yang berbentuk pola imbal. Pola imbal dalam tabuhan instrumen ini mengacu dari seleh-seleh gatra pada setiap lagu yang disajikan. Bentuk karya ini jika dilihat secara garap sebenarnya masih sangat sederhana, namun oleh karena teknik pembunyian pada setiap instrumen Gandalia sangat sulit maka, penyusun belum bisa menyusun bentuk-bentuk pola tabuhan yang lebih kompleks. Namun demikan walaupun baru sampai pada tahap alih kemampuan, setidaknya penyusun telah berupaya meregenerasi musik Gandalia secara sungguh-sungguh, sehingga bisa memunculkan ide-ide baru untuk sajian berikutnya menjadi lebih dinamis da kompleks.
PERTUNJUKAN
A.Tempat dan Waktu Pelaksanaan
Pertunjukan pertama diselenggarakan pada tanggal 16 Agustus 2013 di PendapaSasana Adi Rasa, Desa Tambaknegara, Kecamatan Rawalo, Kabupaten Banyumas sekaligus untuk melangsungkan acara malam tirakatan dalam rangka Tujuh Belas Agustus. Pertunjukan kedua dilakukan pada tanggal 15 September 2013 di Bendungan Gerak Serayu yang sekaligus turut berpartisipasi dalam kegiatan Festival Serayu dan dilanjutkan diskusi/tanya jawab dengan tamu undangan serta wartawan media cetak /elektronik.
B.Pementasan
Pementasan berjalan lancar dan sangat sukses sesuai dengan harapan yang dicapai oleh penyelenggara pergelaran. Adapun susunan acara pergelaran Karya Orkestra Gandalia Musik Bambu Banyumas adalah sebagai berikut:
1.Pukul 19.30-20.00 Konser Calung Banyumasan oleh Komunitas Pring Sedhapur
2.Pukul 20.00-20.15 Pentas Tari Lengger Sekar Gadhung yang dipentaskan oleh anak-anak warga Desa Tambaknegara, Rawalo, Banyumas.
3.Pukul 20.30-21.00 Pertunjukan Orkesta Gandalia Musik Bambu Banyumas Kolaburasi denganBuncis, dan Calung.
4.Pukul 21.10 – 21.25.00 Sambutan sekaligus mengulas hasil pertunjukan karya dari reviwer ISI Surakarta oleh: Prof. Dr. Santosa, S.Kar.M.A
5.Pukul 21.30 – 22.00 Sambutan Kepala Pemerintah Daerah Kabupaten Banyumas oleh Bupati Banyumas
C.Pengunjung yang Hadir
Pementasan dihadiri oleh sekitar 5000 penonton mulai dari bupati banyumas, perwakilan beberapa instansi pemerintah, budayawan lokal, akademisi, seniman lokal, guru-guru seni dan warga masyarakat setempat dan umum.
PENUTUP
A.Kesimpulan
Sifat kesenian tradisional yang tetap tumbuh dan berada ditengah-tengah pemiliknya selalu mencoba beradaptasi, berkembang secara dinamis mengikuti nafas kehidupan pendukungnya. Jika kesenian ingin selalu bersanding, bermanfaat dengan makna dan nilai yang mulia maka pemiliklah yang harus mampu untuk memelihara agar keberadaanya tetap terjaga secara harmoni bersinergi dengan budaya masyarakatnya. Namun sebaliknya, jika sang pemiliki kesenian tidak menguasai lagi akan hakekat seni dalam budaya masyarakat, maka dipastikan akan terjadi dua kemungkinan yakni kemungkinan kesenian tersebut punah atau rusak. Pengertian rusak yang dimaksud di sini adalah jika terjadi pemunculan kembali jenis kesenian baru yang memanfaatkan kesenian tradisi dalam kepentingan terentu dan dikerjakan oleh orang-orang yang tidak faham akan konsep perkembangan secara filosofi, etika, estetika yang berorientasi pada kearifan lokal.
Kegiatan penggalian, transfer keakhlian, dan pengembangan yang bersumber dari kesenian Gandalia adalah contoh kerja konkrit yang mencoba membangkitkan kembali keberadaan kesenian tradisi melalui prinsip-prinsip penciptaan secara komunal.Sifat kesenian tradisional adalah komunal, ia ada dan tumbuh di tengah-tengah masyarakatnya karena digerakkan secara bersama-sama untuk kepentingan bersama. Sentuhan-sentuhan kebaruan yang telah kami lakukan adalah sebuah kiat yang sewajarnya masuk ke dalam konsep pengembangan kesenian tradisi. Asal semua pertimbangan-pertimbangan kearifan lokal telah dikuasai secara mendalam, maka hasil ciptaannyapun akan bisa menyatu dengan kehidupan masyarakat pemiliknya. Atas dasar prinsip-prinsip kerja secara kolektif antara kelompok Pring Sedhapur dan seniman lokal Desa Tambaknegara, bukti nyata sebuah hasil karya seni yang telah membumi. Artinya bahwa buah karya Orkestra Gandalia menjadi bentuk kebangkitan baru dan menjadi milik pribumi tanpa kehilngan spirit dan atmosfir yang menyatu dengan alamnya.
Pementasan berjalan dengan sukses dan lancar dengan dihadiri oleh seluruh lapisan masyarakat seperti bupati banyumas, perwakilan beberapa instansi pemerintah, budayawan lokal, akademisi, seniman lokal, guru-guru seni dan warga masyarakat setempat dan umum. Pementasan ini juga dihadiri oleh Prof.Dr.Santoso S.Kar,M.Mus selaku reviewer mewakili LPPMPP ISI Surakarta. Pementasan ini juga menimbulkan dampak-dampak positif serta manfaat baik bagi pendukung karya, maupun bagi masyarakat daerah setempat. Selanjutnya, diharapkan kegiatan ini dapat menjadi jembatan emas bagi pengembangan kesenian tradisional selanjutnya atau bahkan menjadi embrio bagi kegiatan pengembangan kesenian lain tidak hanya gandalia.
B.Saran
Kegiatan pengembangan kesenian ini diharapkan mampu menjadi contoh bagi kelompok seniman lainnya agar kesenian tradisional yang menjadi identitas budaya setempat mampu mempertahankan eksistensiannya. Seyogyanya jika seniman atau siapapun yang akan melakukan kegiatanpengembangan kesenian tradisional libatkan seniman-seniman akademisi, budayawan, dan pelaku seni. Karena dengan cara inilah bentuk-bentuk karya inovasi bisa bersinergi dan dipertanggung jawabkan secara akademis. Pemerintah daerah setempat diharapkan lebih memperhatikan aspek-aspek keraifan lokalnya sehingga dalam setiap membuat kebijakan untuk melestarikan kebudayaannya daerah tidak hanya berfihak pada kepentingan golongan tertentu dan atau pencitraan semata.
Tim Kreatif
1.Penata Musik: Darno Kartawi
2.Penata Vokal: Muriah Budiarti
3.Asisten Penata musik 1: Warsito,
4.Asisten Penata Musik 2: Sukendar
5.Asisten Penata Vokal 1: Rusdi
6.Asisten Penata Vokal 2: Daisah
7.Didik Himawan: Pelatih
Pembina daerah :
1.Amrin Maruf (Disporabudpar)
2.Kasirun (Disporabudpar)
3.Bagas K. (Disporabudpar)
4.Didik Himawan (Disporabudpar)
5.Suwanto (Pamong Budaya Rawalo)
6.Kartam B. (Kepala Desa Tambaknegara)
Pendukung Karya :
a. Pemain Calung (Kelompok Pring Sedhapur) :
1.Kendang : Ajib Subejo
2.Gambang 1 : Dwi Lukito
3.Gambang 2 : Prasetya Aji
4.Ketuk dan kenong:Aji Cahyadi
5.Dendem : Eko Pramono
6.Gong bumbung: Uki Tri Harnowo
7.Penggerong : Teguh Septiawan
Galih Apriiyanto
Resi Aji Susilo
b. Pemain Gandalia :
- Kelompok Senior (narasumber)
1.Ki Sanwiata
2.Ki Turmidi
3.Ki Kusmarja
4.Ki Kusmeja
- Kelompok Yunior (generasi penerus)
1.Febryanto
2.Siwan
3.Hendro
4.Agus
5.Endi Catim
6.Seto
7.Nurul
8.Rian
9.Keling Abimanyu
10.Juli
11.Toni
12.Saino Al Sagro
13.Tunggul
14.Toto
15.Doni
16.Adit Sino
d. Pemain Buncis
1.Yunita
2.Endah
3.Umi
4.Wanti
5.Arie
6.Fany
7.Dhea
8.Mega
9.Narso
10.Eko
11.Satria
12.Kadim
13.Danar
14.Yuda
d. Vokal
1.Rusdi (Sindhen Lanang)
2.Gatot
3.Sarkum
4.Rusli Ardi
5.Agung A.
6.Agung B.
7.Pei
8.Agis
9.Salsa
10.Wida
11.Yuka
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI