Mohon tunggu...
Pringadi Abdi Surya
Pringadi Abdi Surya Mohon Tunggu... Penulis - Pejalan kreatif

Lahir di Palembang. Menulis puisi, cerpen, dan novel. Instagram @pringadisurya. Catatan pribadi http://catatanpringadi.com Instagramnya @pringadisurya dan Twitter @pringadi_as

Selanjutnya

Tutup

Kurma Pilihan

Melatih Kebiasaan Kaya dan Sukses Bersama Institut Manajemen Gong Byeong Ho

16 April 2023   23:00 Diperbarui: 16 April 2023   23:10 669
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: Twitter @jlee_OT

Beberapa waktu lalu, aku membelikan buku Seri Pengembangan Diri Anak. Judulnya Aku Bisa Jadi Kaya dan Sukses yang ditulis oleh Jeong Soon Eun dan Song Jin Wok. Penting memang untuk memberi pengetahuan ke anak sejak dini mengenai gaya hidup orang kaya yang sukses. Buku ini pun memuat hal itu, mulai dari prinsip ekonomi, keterampilan berpikir, hubungan pertemanan, kebiasaan sehari-hari, cara mengatur keuangan, dan rencana masa depan.

Hikmah dari buku tersebut bisa banget diterapkan dalam menjalani bulan Ramadan. Bagaimana sih caranya agar finansial sehat saat bulan Ramadan? Ya, kalau bagi orang-orang yang sudah kaya sih tidak akan masalah. Tapi bagi PNS sepertiku, yang penghasilannya sebatas cukup, memang harus menerapkan kedisiplinan guna sehat finansial.

Logikanya nih, seharusnya bulan puasa itu pengeluarn berkurang karena tidak makan siang toh. Tapi kenyataannya seringkali keborosan yang terjadi. Nah, ini yang kemudian kudiskusikan ke anakku (sekalian membangun literasi keuangan sejak dini) tentang bagaimana konten dalam buku Aku Bisa Kaya dan Sukses tersebut bisa diterapkan ke kehidupan sehari-hari.

Pelajaran pertama adalah mulai dari memahami arus ekonomi, tentang penghasilan dan pengeluaran. Dalam sehari misalnya, anakku akan mendapatkan uang jajan Rp10.000. Namun karena berpuasa, dia tidak jajan. Di sini sekalian aku mengajarkan apa yang harus dilakukan dengan uang Rp10.000 tersebut? Pertama, sisihkan buat bersedekah. Investasi akhirat seperti berinfaq tiap kali ke masjid saat tarawih. Anakku pun menyisihkan Rp2.000 untuk infaq. Sisanya Rp8.000 bisa ia tabung. Aku ajak ia berpikir mengenai simulasi tabungan. Dalam sebulan jika rutin menyisihkan Rp8.000 ia akan punya Rp240.000. Lumayan, bukan? 

Apakah berhenti sampai ke tabungan bulan puasa? Tentu tidak. Aku ajak ia membayangkan lagi berapa yang harus ia tabung nanti dari uang jajan setelah puasa? Maka ia kemudian memutuskan untuk menyisihkan Rp5.000 dari uang jajannya sehingga ia akan bisa menabung Rp150.000 dalam sebulan. Dalam setahun setidaknya, ia bisa punya tabungan Rp1.890.000.

Dalam ilmu ekonomi, saving berdampingan dengan investasi. Aku ceritakan kepadanya bahwa tabungan saja bisa membuat kita rugi. Langkah selanjutnya setelah kita berhasil menabung adalah investasi. Dan investasi paling dasar adalah emas. Setiap terkumpul Rp100.000 ia sudah dengan sukarela menyerahkan ke ibunya untuk kemudian dikonversi menjadi emas digital.

Ilustrasinya adalah setiap tahun seharusnya ia akan bisa punya tabungan emas 2 gr. Sekarang ia kelas 5 SD, nanti sampai ia lulus SMA, tabungan emasnya akan menjadi sekitar 16 gram. Ini belum ditambah faktor naiknya uang jajan dia sehari-hari dan penghasilan lain yang mungkin ia terima nantinya. 

Investasi emas ini adalah hal paling mendasar yang harus ia ketahui. Nanti setelah ia cukup dewasa, punya NIK, barulah saya akan mengajarkan langkah selanjutnya mengenai investasi seperti reksa dana dan saham, bahkan kripto (jika masih ada). Tabungan emasnya bisa dikonversi sebagian untuk dijadikan modal investasi dalam bentuk lain.

Pelajaran selanjutnya dalam bulan Ramadan ini adalah mengenai kebiasaan konsumsi. Beberapa waktu lalu ramai di media sosial tentang foto sisa makanan saat berbuka puasa.

Sumber: Twitter @jlee_OT
Sumber: Twitter @jlee_OT

Nah, sehari sebelum ini aku sempat ikut sebuah talkshow yang narasumbernya mengatakan bahwa limbah makanan di Indonesia itu tinggi.  Di dalam Food Waste Index 2021, Indonesia menjadi negara dengan produksi sampah makanan terbanyak di Asia Tenggara  yang mencapai 20,93 juta ton tiap tahunnya. Dan tahukah kalian kapan limbah makanan itu mencapai puncaknya? Ya, pada bulan Ramadan.

total-sampah-makanan-asean-2021png-643c168b08a8b541e255e512.png
total-sampah-makanan-asean-2021png-643c168b08a8b541e255e512.png
Dalam prinsip ekonomi, agar finansial sehat, kita harus betul-betul memahami apa yang jadi kebutuhan kita. Pada bulan Ramadan, penjaja makanan di mana-mana, beraneka rasa dan rupa. Bisa jadi kita lapar mata dan membeli terlalu banyak makanan padahal sebenarnya kita tidak butuh. 

Salah satu kunci penting agar finansial sehat selama Ramadan adalah bagaimana kita mengendalikan diri untuk makan secukupnya sesuai kebutuhan. Kebetulan saya pun dididik untuk jangan sampai ada makanan sisa. Jadi, kalau mau jajan pabukoan di luar, beli secukupnya saja. Dan yang terbaik adalah tetap masak sendiri di rumah. Seperti biasa saja, seperti sehari-hari, asalkan gizi tercukupi itu sudah cukup. Itu akan jauh lebih hemat.

Dalam konteks yang lebih luas, itu berlaku buat segala jenis kebutuhan. Bukan cuma makanan. Selalu pikirkan alasan ketika kita membeli sesuatu. Misalnya baju lebaran. Hanya saja dalam keluarga kami, baju lebaran itu tetap akan dibeli. Soalnya memang hanya beli baju baru setahun sekali. Hanya saja cukupkan sesuai fungsinya, tidak perlu memilih yang harganya cetar dan bermerk terkenal. Tetapi seperti diajarkan di buku, juga pikirkan kualitas terlebih dahulu sebelum harga murah.

Nah, bagaimana dengan biaya mudik? Ini erat dengan cara mengelola keuangan yang tidak berdiri sendiri. Mudik harus direncanakan dari jauh-jauh hari sehingga biaya mudik sudah harus disisihkan per bulannya. Jujur saja, sebagai PNS dengan anak 2, biaya mudik dengan menggunakan pesawat itu sangat besar. Bahkan dengan THR saja tidak tertutupi. Ayolah Pemerintah, apa kami yang bertugas jauh dari kampung halaman ini tidak ada ditanggung biaya pesawat mudik setahun sekali?

Demikianlah beberapa pelajaran yang bisa diambil dalam buku Aku Bisa Jadi Kaya dan Sukses yang bisa digunakan dalam konteks finansial sehat dalam Ramadan. Tentu kondisi keuangan dan kebutuhan kita berbeda-beda. Namun, saya percaya garis besarnya sama saja. Cobaan terbesar saat Ramadan adalah ketika tak sadar kita berpikir bahwa puasa adalah sebuah siksaan yang ketika waktu berbuka tiba, kita melampiaskan nafsu kita untuk memuaskan diri kita pada makanan, pada berbagai barang, yang sebenarnya melebih kebutuhan kita. Jadi, yuk, bangun kebiasaan ekonomi yang baik demi finansial sehat itu!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kurma Selengkapnya
Lihat Kurma Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun