Mohon tunggu...
Pringadi Abdi Surya
Pringadi Abdi Surya Mohon Tunggu... Penulis - Pejalan kreatif

Lahir di Palembang. Menulis puisi, cerpen, dan novel. Instagram @pringadisurya. Catatan pribadi http://catatanpringadi.com Instagramnya @pringadisurya dan Twitter @pringadi_as

Selanjutnya

Tutup

Kurma Pilihan

Melatih Kebiasaan Kaya dan Sukses Bersama Institut Manajemen Gong Byeong Ho

16 April 2023   23:00 Diperbarui: 16 April 2023   23:10 669
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Nah, sehari sebelum ini aku sempat ikut sebuah talkshow yang narasumbernya mengatakan bahwa limbah makanan di Indonesia itu tinggi.  Di dalam Food Waste Index 2021, Indonesia menjadi negara dengan produksi sampah makanan terbanyak di Asia Tenggara  yang mencapai 20,93 juta ton tiap tahunnya. Dan tahukah kalian kapan limbah makanan itu mencapai puncaknya? Ya, pada bulan Ramadan.

total-sampah-makanan-asean-2021png-643c168b08a8b541e255e512.png
total-sampah-makanan-asean-2021png-643c168b08a8b541e255e512.png
Dalam prinsip ekonomi, agar finansial sehat, kita harus betul-betul memahami apa yang jadi kebutuhan kita. Pada bulan Ramadan, penjaja makanan di mana-mana, beraneka rasa dan rupa. Bisa jadi kita lapar mata dan membeli terlalu banyak makanan padahal sebenarnya kita tidak butuh. 

Salah satu kunci penting agar finansial sehat selama Ramadan adalah bagaimana kita mengendalikan diri untuk makan secukupnya sesuai kebutuhan. Kebetulan saya pun dididik untuk jangan sampai ada makanan sisa. Jadi, kalau mau jajan pabukoan di luar, beli secukupnya saja. Dan yang terbaik adalah tetap masak sendiri di rumah. Seperti biasa saja, seperti sehari-hari, asalkan gizi tercukupi itu sudah cukup. Itu akan jauh lebih hemat.

Dalam konteks yang lebih luas, itu berlaku buat segala jenis kebutuhan. Bukan cuma makanan. Selalu pikirkan alasan ketika kita membeli sesuatu. Misalnya baju lebaran. Hanya saja dalam keluarga kami, baju lebaran itu tetap akan dibeli. Soalnya memang hanya beli baju baru setahun sekali. Hanya saja cukupkan sesuai fungsinya, tidak perlu memilih yang harganya cetar dan bermerk terkenal. Tetapi seperti diajarkan di buku, juga pikirkan kualitas terlebih dahulu sebelum harga murah.

Nah, bagaimana dengan biaya mudik? Ini erat dengan cara mengelola keuangan yang tidak berdiri sendiri. Mudik harus direncanakan dari jauh-jauh hari sehingga biaya mudik sudah harus disisihkan per bulannya. Jujur saja, sebagai PNS dengan anak 2, biaya mudik dengan menggunakan pesawat itu sangat besar. Bahkan dengan THR saja tidak tertutupi. Ayolah Pemerintah, apa kami yang bertugas jauh dari kampung halaman ini tidak ada ditanggung biaya pesawat mudik setahun sekali?

Demikianlah beberapa pelajaran yang bisa diambil dalam buku Aku Bisa Jadi Kaya dan Sukses yang bisa digunakan dalam konteks finansial sehat dalam Ramadan. Tentu kondisi keuangan dan kebutuhan kita berbeda-beda. Namun, saya percaya garis besarnya sama saja. Cobaan terbesar saat Ramadan adalah ketika tak sadar kita berpikir bahwa puasa adalah sebuah siksaan yang ketika waktu berbuka tiba, kita melampiaskan nafsu kita untuk memuaskan diri kita pada makanan, pada berbagai barang, yang sebenarnya melebih kebutuhan kita. Jadi, yuk, bangun kebiasaan ekonomi yang baik demi finansial sehat itu!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kurma Selengkapnya
Lihat Kurma Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun