Mohon tunggu...
Pringadi Abdi Surya
Pringadi Abdi Surya Mohon Tunggu... Penulis - Pejalan kreatif

Lahir di Palembang. Menulis puisi, cerpen, dan novel. Instagram @pringadisurya. Catatan pribadi http://catatanpringadi.com Instagramnya @pringadisurya dan Twitter @pringadi_as

Selanjutnya

Tutup

Ramadan

Zakat, Potongan Gaji PNS, dan Hablum Minannas

20 April 2022   22:53 Diperbarui: 20 April 2022   22:58 708
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Beberapa hari ini ramai di media sosial soal zakat profesi. Tapi dalam tulisan ini saya tidak akan membahas perdebatan soal hukumnya, karena itu memang di luar wewenang saya. Hanya, zakat profesi ramai karena ada beberapa yang memberikan keterangan gajinya sebagai PNS, langsung kena potongan zakat profesi sebesar 2,5% tersebut.

Soal zakat dan PNS ini sebenarnya sudah ramai tahun lalu ketika Bazarnas meminta Presiden Jokowi meneken Keputusan Presiden tentang pemotongan gaji PNS untuk zakat. Hal itu juga memantik perdebatan. KORPRI pada saat itu turut memberikan pendapat bahwa mereka setuju dengan syarat.

Sumber: Tangkapan Layar Detik Com
Sumber: Tangkapan Layar Detik Com

Pertama, Korpri sepakat sepanjang aturan pemotongan zakat PNS bersifat sukarela atau ada persetujuan dari ASN untuk dipotong zakatnya. Kedua, mengusulkan penyaluran zakat tidak dibatasi melalui Baznas. PNS boleh mengusulkan penyalur yang lain. Ketiga, ada akuntabilitas pelaporan dari Baznas mulai dari besaran pemotongan zakat bagi PNS, sasaran, hingga penyalurannya agar dapat dipastikan penyaluran hasil zakat tidak disalahgunakan.  Keempat, jangan sampai ada pemotongan zakat dua kali bagi PNS. Kelima, tidak semua PNS memiliki kemampuan keuangan yang sama sehingga kebijakan ini tidak boleh diterapkan ke semua PNS.

Lima syarat yang diajukan KORPRI itu sangat masuk akal karena utamanya kembali ke filosofi zakat itu sendiri.

Selain membersihkan jiwa dan membersihkan harta, zakat punya fungsi sosial dalam hablum minannas. Ada filosofi mendalam dari frasa dalam ayat yang menyebut zakat harus diberikan "yang miskin di antara kamu". Kebetulan sekali, soal ini baru saya dengarkan di kultum tarawih malam ini. Dan pulang, saya langsung kepingin menuliskan isu ini.

Apa maksudnya "yang miskin di antara kamu"? Artinya, ada pengetahuan dan kewajiban sosial bagi kita yang berpunya untuk membantu orang yang kekurangan yang kita ketahui. Siapa yang bisa kita ketahui, tentu saja orang-orang yang berada dekat dengan kita. Karena itulah diutamakan zakat diberikan terlebih dahulu kepada yang masih keluarga (di luar anggota keluarga yang sifatnya wajib dinafkahi). Nilai memberi zakat kepada mereka lebih tinggi karena bukan hanya mendapatkan pahala zakat tapi juga mempererat persaudaraan. Setelah keluarga, yang kita tengok adalah tetangga terdekat, satu rukun tetangga yang akan menyambung tali silaturahmi.

Sedekah kepada orang miskin nilainya sedekah. Sedekah kepada kerabat, nilainya dua, sedekah dan silaturahim. (HR. Nasai 2594, Ibnu Hibban 3344 dan dishahihkan Syuaib al-Arnouth)
 

Sebab, jika ada yang masih kelaparan di sekitar kita yang kelebihan, itu akan menjadi tanggung jawab kita lho. Makanya, saya selalu ditekankan saat membayar zakat fitrah adalah ke masjid yang terdekat. Karena masjid itu akan menyalurkannya ke ruang lingkup yang dekat di sekitar masjid.

Memusatkan zakat ke satu badan amil juga menurut saya agak menyalahi konsep desentralisasi. Meski alasan pembenarnya adalah bisa saja ada daerah-daerah tertentu yang sebenarnya surplus, dan ada daerah yang minus. Sehingga sentralisasi akan memungkinkan kita untuk menyalurkan zakat kepada daerah yang kekurangan.

Inilah yang juga termasuk syarat transparansi tadi. Nah, soal itu saya dari dulu berpikir, ada satu syarat yang terkait transparansi, yang sebenarnya harus dilakukan jika zakat disentralisasi.

Ini sudah eranya Fintech. Kenapa tidak membangun sebuah sistem yang dapat mengakodomasi kebutuhan transparansi tersebut, entah itu berbasis web atau aplikasi. Ada data per desa (lebih bagus lagi per RT) untuk seluruh Indonesia tentang para penerima zakat. Saya yang berada di Desa Sukamoro jadi tahu ada berapa anggota keluarga yang kekurangan di desa saya. Lalu saya membayar zakat dan kemudian dapat dihitung berapa yang terkumpul dari semua pembayar zakat di satu desa.

Dari situ ketahuan nilai sebuah desa, apakah desa tersebut merupakan desa yang senjang atau tidak. Seluruh Indonesia bisa didapatkan dan dilihat datanya, dan itu bisa dieskalasi dalam kebijakan yang lebih tinggi terkait penanggulangan kemiskinan. Data yang mungkin jadi lebih riil ketimbang data tingkat kemiskinan BPS.

Fungsi monitoring pun akan jalan ketika nama penerima dimasukkan di dalamnya, masyarakat bisa langsung mengecek langsung apakah patut menerima, dan ketika sudah disalurkan, langsung bisa dipastikan apakah memang benar menerima tepat jumlahnya.

Dengan cara itu sebenarnya, fungsi sosial dan dalam konteks hablum minannas tadi, bisa berjalan dengan baik tanpa adanya prasangka. Tidak seperti kondisi saat ini yang menaruh curiga. Otoritas menaruh curiga dengan alasan sentralisasi diperlukan agar penyaluran zakat tidak untuk kegiatan terorisme. Sementara masyarakat curiga, jika pajak, bantuan sosial, dana haji saja bisa dikorupsi, gimana zakat?

Terlebih zakat sebagai rukun Islam adalah kewajiban yang sifatnya pribadi, self assessment. Dosa ditanggung sendiri. Ketika ada aturan yang "memaksa" dan "mengikat" meski niatnya baik, orang kan jadi bertanya-tanya: "Zakat itu kan rukun Islam ke-4. Kenapa Pemerintah juga tidak mengeluarkan aturan PNS wajib salat dan puasa juga ya?"

(2022)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ramadan Selengkapnya
Lihat Ramadan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun