Mohon tunggu...
Pringadi Abdi Surya
Pringadi Abdi Surya Mohon Tunggu... Penulis - Pejalan kreatif

Lahir di Palembang. Menulis puisi, cerpen, dan novel. Instagram @pringadisurya. Catatan pribadi http://catatanpringadi.com Instagramnya @pringadisurya dan Twitter @pringadi_as

Selanjutnya

Tutup

Kurma Pilihan

Sudah Sebaik Apa Mengajimu Saat Ini?

15 April 2021   20:26 Diperbarui: 15 April 2021   20:52 866
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Beberapa waktu lalu, aku membagikan aktivitas anakku. Dia kuikutkan les speaking untuk anak-anak dari Kampung Inggris secara daring. Setelah itu, dia juga ingin kuikutkan dalam pelatihan Public Speaking. Membaca itu, Eyang dari Palembang menghubungiku. Dia katakan, bagaimana mengajinya? Apakah sudah lancar membaca Alquran?

Pertanyaan itu menohokku. Kenangan masa kecil berkelindan di kepala.

Entah mengapa, kini mengaji menjadi persoalan kesekian. Berbagai pelatihan kuikuti. Kebanyakan tentang dunia blog. Belakangan aku juga belajar meningkatkan kemampuan desain grafis dan SEO di Youtube. Berbagai algoritma media sosial kupelajari demi menjadi social media strategist yang baik. Kursus persiapan IELTS pun kulakukan. Namun, sudah lama aku tidak mengaji.

Waktu kecil, aku mengaji hingga wisuda di TPA di masjid dekat rumah. Artinya, mengajiku tidak buruk-buruk amat. Semua nilai yang diujikan mendapat A, kecuali 1: tilawah itu sendiri mendapat B. Napasku yang pendek dan beberapa makhrajku tidak benar membuatku tidak sempurna. 

Aku masih ingat masa-masa sekolahku itu. Setiap hari selama bulan Ramadan aku akan mengaji. Ketika SMA bahkan, aku sudah belajar membaca dan memahami arti ayat-ayat yang kubaca. Jauh memang dari para penghafal Alquran, tapi dibandingkan aku yang sekarang, aku melihat diriku sebagai seseorang yang cukup alim di masa lalu.

Waktu berlalu, manusia berubah. Ketika kuliah, aku mengenal dunia yang amat menyilaukan mata. Pelan-pelan aku meninggalkan Alquran. Jarang sekali kubaca. Bahkan dalam Ramadan, setiap aku mencoba kembali, aku selalu gagal mengkhatamkannya.

Di rumah, aku terlalu terfokus berkarya. Menulis blog atau karya sastra. Aku terlalu terpaku pada masa kecilku di mana ibukulah yang lebih banyak berinteraksi dengan anak-anak. Termasuk mengaji. Seusai Maghrib ia akan mengajariku mengaji dari mula Hijaiyah. Setelah aku bisa dan lancar, ia hanya akan memintaku duduk di sampingnya, mengaji secara mandiri. Aku berharap istriku mengambil peran itu. Namun ternyata di keluarga istriku, ayahnyalah yang mengajari anak-anaknya mengaji. Sementara Ibu memasak setelah Maghrib. Sambil menunggu masakan matang, Sang Ayah akan mengajarkan mengaji.

Ramadan kali ini aku membuka Alquran kembali dan bertekad mengkhatamkannya. Di sisi lain, aku mulai disiplin mengajarkan sikap belajar termasuk belajar mengaji kepada anakku. Mungkin telat, tapi daripada tidak. 

Secara pribadi, aku kembali menengok kembali hapalan surat-surat pendek. Ternyata, ada banyak hapalanku yang hilang atau tersalah. Keliru panjang pendeknya, dan beberapa luput satu-dua huruf. 

Motivasinya sih agak keliru. Malu juga kalau tiap jadi imam, surat yang dibaca itu-itu lagi.

Belajar mengaji ini ternyata membuatku menyadari satu peran penting seorang lelaki: belajar menjadi ayah yang lebih baik. Tidak mudah lho mengajari anak. Apalagi ketika dia tidak bisa-bisa. Emosi harus dijaga. 

Sebenarnya dia sudah hampir bisa membaca Alquran. Cuma belum lancar. Satu hal yang belum tumbuh adalah kesadaran menghadapi suatu teks secara serius. Kesadaran untuk belajar karena ingin bisa bukan karena disuruh. 

Aku dulu patut bersyukur bisa melakukan itu dalam berbagai bidang studi karena status sebagai anak bungsu. Dari kecil banyak kakak yang mengajariku sehingga ketika bersekolah aku terbiasa. Sementara anakku hanya punya orang tuanya. Kami jauh dari anggota keluarga yang lain.

Ramadan kali ini, selain berupaya memperbaiki bacaanku dan komitmenku sendiri terhadap Alquran, aku pun berupaya mengajarkan anakku mengaji. Minimal selancar aku. Hanya itu targetku.

Kubaca semua riwayat. Dikisahkan dari buku "Himpunan Fadhilah Amal" karya Maulana Muhammad Zakariyya al-Kandahlawi Rah.a bahwa dalam Jamu'uk Fawaid dengan riwayat Thabrani dari Anas ra Rasulullah SAW bersabda, "Barangsiapa mengajarkan anaknya membaca Alquran, maka dosa-dosanya yang akan datang dan yang telah lalu akan diampuni. Dan barangsiapa mengajarkan anaknya sehingga menjadi hafizh Alquran, maka pada hari Kiamat ia akan dibangkitkan dengan wajah yang bercahaya seperti cahaya bulan purnama, dan dikatakan kepada anaknya, 'Mulailah membaca Alquran." Ketika anaknya mulai membaca satu ayat Alquran, ayahnya dinaikkan satu derajat, hingga terus bertambah tinggi sampai tamat bacaanya.'"

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kurma Selengkapnya
Lihat Kurma Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun