Justru saya mendapatkan buku beliau berjudul KOLAM yang memenangkan Katulistiwa Literary Award itu dari penyair asal Singkawang, Hanna Fransisca. Buku yang juga saya cintai.
Buku-buku lain yang kemudian saya koleksi, yang saya dapatkan dari hunting di toko-toko buku underground seperti di Blok M Plasa, antara lain Hujan Bulan Juni dan Ayat-ayat Api.
Bertemu Lagi di Festival Pembaca Indonesia 2015
Kemudian saya lulus kuliah dan ditempatkan di Sumbawa. Tak ada kesempatan untuk ikut acara-acara sastra lagi.
Baru pada tahun 2015, ketika kembali ke Bintaro, untuk melanjutkan kuliah, saya bisa bertemu beliau lagi.
Nasib beliau berubah. Pembaca buku makin menerima sastra. Buku-buku Sapardi dicetak ulang semuanya oleh Gramedia. Dan waktu itu beliau menerbitkan buku Melipat Jarak.
Seorang teman memberikan buku itu kepada saya.
Saya menonton beliau memberikan wejangan. Mengenai metafora. Bilangnya begini maksudnya begitu. Mengenai Dongeng Marsinah, puisi yang ia tulis selama tiga tahun karena menurutnya menulis puisi tidak boleh marah. Sementara kasus Marsinah membuatnya selalu marah sehingga ia perlu waktu yanh lama untuk menenangkan diri guna bisa menulis puisi.
Setahun berselang, sejarah menandai begitu populernya puisi dengan menghadirkan panggung di Asean Literary Festival 2016.
Sapardi Djoko Damono dihadapkan dengan Joko Pinurbo. Najwa Shihab menjadi moderator.
Saya duduk di depan karena beruntung menjadi salah satu penulis Indonesia dalam program residensi festival tersebut. Dan berterima kasih karena juga jasa beliau, puisi menjadi sedemikian populer hari-hari ini.