Mohon tunggu...
Pringadi Abdi Surya
Pringadi Abdi Surya Mohon Tunggu... Penulis - Pejalan kreatif

Lahir di Palembang. Menulis puisi, cerpen, dan novel. Instagram @pringadisurya. Catatan pribadi http://catatanpringadi.com Instagramnya @pringadisurya dan Twitter @pringadi_as

Selanjutnya

Tutup

Segar Pilihan

Ngabuburit Baca Puisi

4 Mei 2020   20:11 Diperbarui: 4 Mei 2020   20:06 806
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Apa yang bisa dilakukan saat menunggu berbuka? Ngabuburit dengan cara apa di masa pandemi ini?

Mau nongkrong ke kafe nggak bisa. Mau jalan ke mal apalagi, mal sudah tutup semua. Kita hanya bisa di rumah. Fokus ibadah.

Beberapa penyair beberapa waktu lalu menggalang inisiatif membaca puisi lewat aplikasi Zoom. Dunia maya diubah menjadi panggung penyair. Seperti membacakan puisi di Malam Puisi.

Namun, aku sulit ikut serta sebab sinyal di rumahku terbilang jelek. Tidak ada ISP yang masuk di daerah perbatasan Depok dan Bogor. Hanya mengandalkan internet ponsel yang kuotanya terbatas. Di daerah sulit sinyal hanya provider yang kuotanya mahal yang bisa kuat videoan. Dan kuota itu kusimpan buat rapat di kantor.

Tapi rasanya hasrat ingin baca puisi itu selalu ada. Jadilah kadang-kadang aku "memaksa" anakku buat ikut-ikutan baca puisi lalu mengunggahnya ke Youtube.

Setidaknya selama work from home ini ada 3 puisi yang sudah kami unggah ke Youtube. Dia cuma mau baca 1. Puisinya Subagio Sastrowardoyo yang berjudul Salam kepada Heidegger yang sudah kuunggah beberapa waktu lalu videonya di Kompasiana.

Bersama Komunitas Sastra Keuangan sempat juga merekam sebuah puisi, namun itu sebelum puasa. Judulnya Dalam Sajak Ini Kita Sulit Bersatu. 

Puisi ini dilatarbelakangi physical distancing yang sekarang kita alami.

Sekarang, ada lagi satu kolaborasi yang tengah dirancang. Kolaborasi ini akan memadukan puisi dan musik. Temanya juga masih soal pandemi. Puisinya akan menceritakan tentang perjuangan pegawai yang tidak semuanya bisa bekerja dari rumah. Sebab, perihal pencairan dana ada yang tidak bisa diwakilkan. Hal ini menyebabkan ada yang berjuang tetap bekerja dari kantor.

Seperti inilah puisinya:

Aku sebenarnya tak pernah rela
Membiarkan negara dipeluk kesepian
Seolah sendiri, berdiri di sudut ruangan
Bersikap tegar, meski kabar buruk
Demi kabar buruk menghajar

Aku melihat bagian tubuh yang lelah,
bahkan lumpuh
Harus ada yang menjaga denyut nadi
Meski lemah, namun terus bertumbuh

Orang-orang diminta bekerja dari rumah
Namun tak segala
Sambil membayangkan genggaman tangan
Yang kini jauh, menutup mata, membayangkan
Keluarga sempurna, duduk bersama
Mengitari meja makan

Kubuka mata, dan kita bersama-sama saling menjaga
dengan cara semampu yang kita bisa

Aku, ah kami, yang tak pernah rela
Negara dipeluk sepi
Mendengarkan ia seolah berucap
Bila badai pasti berlalu
Luka yang lepuh pun pasti akan sembuh
Jika matahari terbenam menyambut malam
Esok matahari akan terbit membunuh segala sakit

(2020)

Bagaimana, apa cukup bagus?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Segar Selengkapnya
Lihat Segar Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun