UAS bercerai. Begitulah isi dari banyak laman pemberitaan.
Perceraian sendiri adalah sesuatu yang pribadi. Sebenarnya kita tidak perlu membincangkannya. Makanya, dulu ketika Pak Basuki bercerai, lebih baik kita berintrospeksi diri ketimbang nyinyir sampai mengatakan, "Ngurus rumah tangga saja nggak bisa, apalagi mau mengurus yang lain." Coba sekarang, yang dulu ngomong begitu, berani nggak ngomong hal yang sama ke UAS?
Aku sih nggak mau. Karena jalan cinta, jalan rumah tangga itu teramat panjang dan mungkin berliku. Tidak tahu kapan badai datang. Siapa saja bisa mengalami cobaan sedemikian berat.Â
Nah, aku jadi baca-baca, bagaimana sih hukum perceraian dalam Islam?
Bab ini pernah kupelajari saat kelas 3 SMA. Ada ingatan samar-samar mengatakan dalam Islam, pernikahan itu ibadah yang sakral banget. Perceraian memang nggak dilarang, tapi Allah membenci sebuah perceraian.Â
Hukum perceraian dalam Islam sendiri bisa beragam. Perceraian bisa bernilai wajib, sunnah, makruh, mubah, hingga haram, tergantung dari permasalahan dan situasinya. Dikutip dari Situs Dalam Islam, begini:
1. Hukum perceraian wajib
Perceraian menjadi wajib hukumnya jika pasangan suami istri sudah nggak satu visi, lebih sering bertengkar, nggak bisa lagi berdamai dan nggak punya solusi selain bercerai untuk menyelesaikan masalahnya.Â
Dalam hal ini aku jadi teringat kisahnya Deddy Corbuzer dengan Kalina. Mereka memutuskan bercerai karena tidak ingin anaknya tumbuh dengan melihat pertengkaran mereka berdua. Setelah bercerai, mereka malah menjadi teman baik dan bekerja sama dalam membesarkan anaknya.
Jika pengadilan memutuskan bahwa talak adalah keputusan yang terbaik, perceraian itu menjadi wajib hukumnya. Selain adanya masalah yang nggak bisa diselesaikan, alasan lain perceraian menjadi wajib hukumnya ialah ketika suami atau istri melakukan perbuatan keji dan nggak mau lagi bertaubat. Atau ketika salah satu pasangan murtad alias keluar dari agama Islam, maka perceraian jadi wajib hukumnya.Â
2. Hukum perceraian sunnah