Masih ingat nggak dengan judul berita yang pernah dibikin Bloomberg?Â
"Di Indonesia, mendapatkan data yang akurat sama halnya dengan kita harus menemukan Pokemon."
Judul itu dialamatkan untuk kasus kesalahan data impor beras yang berlebih sehingga Pemerintah harus mengekspor beras akibat kesalahan tersebut. Kini kesalahan yang sama terulang. Tapi bukan beras. Sekarang giliran garam.
Menteri Kelautan dan Perikanan pun geram dibuatnya. Pasalnya, harga garam di tingkat petambak langsung anjlok. Harga garam produksi rakyat kualitas unggul (KW I) ada di level Rp 600 per kilogram (Kg). Sementara, untuk garam jenis KW II ada di level Rp 500 per Kg dan KW III sebesar Rp 400 per Kg. Padahal tahun lalu, harga garam sempat berada di atas Rp 1.000 per Kg.Â
Soal impor garam ini, sejak tahun lalu, para petani garam sudah minta impor garam dikurangi. Menurut Asosiasi Petani Garam Rakyat Indonesia (APGRI), produksi garam tahun 2019 diperkirakan mencapai 2,4 juta ton.
Kementerian Perdagangan menerbitkan kuota impor garam sebesar 3,7 juta ton untuk memenuhi kebutuhan garam nasional yang diperkarakan sebesar 3,9 juta ton. Pada saat yang sama, Kementerian Kelautan dan Perikanan merekomendasikan impor garam hanya sebanyak 2,17 juta ton saja. Nah, masalahnya, sejak tahun lalu, pemerintah sepakat untuk mengalihkan kewenangan pemberian rekomendasi impor garam industri kepada Menteri Perindustrian.
Kondisi itu disinyalir mengakibatkan banyaknya stok garam 2018 yang masih tersedia. Berdasarkan data Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), stok garam rakyat produksi 2018 yang belum terserap sebanyak 237.068,86 ton. Selain itu, juga ada stok garam produksi PT Garam sebanyak 198.000 ton.Â
Tentu, kondisi ini menjadi PR besar Pemerintah untuk memperbaiki data dan analisis data agar kondisi impor berlebih tidak terulang. Salah data, petambak garam yang jadi korban.