Mohon tunggu...
Pringadi Abdi Surya
Pringadi Abdi Surya Mohon Tunggu... Penulis - Pejalan kreatif

Lahir di Palembang. Menulis puisi, cerpen, dan novel. Instagram @pringadisurya. Catatan pribadi http://catatanpringadi.com Instagramnya @pringadisurya dan Twitter @pringadi_as

Selanjutnya

Tutup

Kurma Pilihan

Kepada 25 Juta Penduduk Miskin di Indonesia

4 Juni 2019   20:50 Diperbarui: 4 Juni 2019   21:03 105
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kumulai surat ini dengan kata maaf.

Sebab, hari-hari selama Ramadan kerap gagal menjadi hari penuh empati, hari penuh berbagi kepada saudara-saudara sekalian yang membutuhkan. Hati ini masih terlalu bebal untuk bisa bersedekah lebih banyak, untuk mampu memaknai lapar dan dahaga sebagai cara merasakan hidup yang saudara alami.

Kadang aku ingin juga seperti beberapa teman, yang luar biasa menyisihkan sebagian besar hartanya, khusus menyiapkan menu berbuka, dibagi-bagikan kepada berbagai orang di jalanan. Tapi, sekali lagi maaf, hatiku masih terlalu keras untuk bisa berbuat seperti itu, meski aku ingin....

Aku jadi bertanya-tanya, apakah aku termasuk orang yang mendustakan hari pembalasan?

Sebab, di antara sifat orang yang mendustakan hari pembalasan adalah tidak punya kasih sayang pada anak yatim dan orang miskin. Allah Ta'ala berfirman,

"Tahukah kamu (orang) yang mendustakan hari pembalasan? Itulah orang yang menghardik anak yatim, dan tidak menganjurkan memberi makan orang miskin. Maka kecelakaanlah bagi orang-orang yang shalat, (yaitu) orang-orang yang lalai dari shalatnya. Orang-orang yang berbuat riya'  dan enggan (menolong dengan) barang berguna." (QS. Al Maa'uun: 1-7).

Karena itu, aku hanya bisa tidak berlebih-lebihan saat berbuka. Aku sungguh tidak ingin menjadi salah satu orang yang berfoya-foya pada bulan yang seharusnya menjadi bulan penuh rahmat. 

Saudaraku sekalian, 

Kurang lebih 25 juta jumlah kalian dicatat oleh statistik. Angka yang sering hanya dijadikan komoditas politik. Angka yang dijadikan tameng betapa barang mahal menjadi bukti tidak baiknya Pemerintah. Atau sebaliknya, angka itu dijadikan dalih bahwa perlindungan sudah ada. Berbagai kartu, berbagai subsidi sudah diberikan tepat sasaran.

Lantas karena itu, aku menutup mata dan berdalih juga, bahwa segalanya sudah diurus Pemerintah, segalanya sudah baik-baik saja, sehingga buat apa ikut peduli dengan kalian?

Ketika petani Kendeng berdemo, aku abai dan berkata, paling cuma oknum.

Ketika ada yang berteriak hidupnya susah, aku abai dan berkata, ah, tukang mengeluh.

Ketika ada yang berkata harga-harga mahal, aku abai dan berkata, dasar pemalas, tinggal bekerja lebih giat agar penghasilan bertambah.

Aku menduga, mungkin hatikulah yang miskin. Yang tak punya nilai untuk merasakan yang kalian rasakan.

Saudaraku sekalian,

Besok lebaran. Apa kalian sudah membuat ketupat? Apa kalian beli baju baru? Apa kalian....

Ah, apa kalian bisa makan hari ini?

Betapa, aku ingin peduli, tapi aku merasa jauh dari kalian. Semoga ada kesempatan untuk lebih dekat dan berbagi kepada kalian. Bukan hanya di Ramadan selanjutnya, tapi bulan-bulan lain, seperti cara Rasulullah mengajarkan, betapa beliau peduli dengan dhuafa.

Maafkan surat ini, apabila terasa sia-sia....

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kurma Selengkapnya
Lihat Kurma Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun