Aku kembali teringat masa lalu. Tiga hari setelah menikah kubawa istriku ke Sumbawa. Satu hari kami transit di Lombok. Di Senggigi tepatnya. Pemandangan yang sama tersaji meski dengan sudut yang berbeda. Kami mandi di pantai ditenggelamkan langit yang berrwarna oranye.
Sayangnya kali ini aku tak bersamanya. Dan banyak momen tak bersamanya saat aku berada di Sumbawa. Saat dia melanjutkan magister Fisika di ITB, aku juga sendirian dan mulailah punya hobi menunggu matahari terbenam.
Entah membawa kamera atau tidak, aku akan menunggu langit berubah warna. Syukur kalau aku sampai mendapatkan momen blue hour. Beberapa saat setelah matahari terbenam, langit akan berwarna biru gelap pekat. Itu indah sekali.
Sambil mengingat itu kupandangi matahari jatuh pelan-pelan dan alamakjang, ternyata matahari turun di balik Gunung Agung. Ah gagal melihat bulatan sempurna sang srengenge itu seperti angslup di balik cakrawala.
Lalu bedug mulai berbunyi. Suara azan dikumandangkan. Menu di meja baru hendak dihidangkan. Tanpa ragu kami pun menyantap satu demi satu makanan. Ah, nikmat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H