Sejatinya libur lebaran lalu, aku mau ikut silaturahmi bersama Kompasianer Palembang. Dok Posma bahkan sudah menjanjikan sanggup mentraktir makan pempek kalau tidak lebih dari 20 pempek. Tambah semangatlah aku membayangkan itu saat dalam perjalanan dari Sumatra Barat menuju Palembang. Â Aku memang mengunjungi keluargaku yang di Talang Babungo terlebih dahulu sebelum melanjutkan liburan ke Palembang.
Mendekati Jambi, hujan turun. Jalan lintas berkualitas buruk. Tidak rata dan berlubang. Air yang mulai menggenang di lubang-lubang tersebut menjebak kami. Karena mobil yang kunaiki rendah, jebakan lubang itu membuat rasa tidak nyaman. Sementara malam makin kental. Lewat pukul 12 malam.
Mobil melaju. Jalan mulai membaik. Gas mulai diinjak lebih kencang. Tiba-tiba saja, duar! Jalan yang membaik itu ilusi karena ada lubang besar yang menganga tak terlihat karena sudah tergenang air. Mobil ditepikan. Firasat tak enak. Setelah dicek, benar saja, oli menetes deras. Pecah. Perjalanan harus terhenti di Jambi hampir seharian karena tak ada bengkel yang buka. Untung saja, orang baik itu masih banyak sehingga kami dibantu beberapa orang, dicarikan solusi sementara agar bisa sampai ke Palembang meski memakan waktu yang cukup lama.
Itu juga artinya, aku tak bisa menghadiri pertemuan dengan Kompasianer Palembang keesokan hari.
Aku pikir harus menunggu setahun lagi baru bisa bertemu mereka. Huh.
Kompasianer Palembang selalu ramai dan seru bila di grup whatsapp. Tak berapa lama sejak kasus plagiarisme Afi Nihaya, aku diajak mengobrol oleh Yuk Elly. Ia mengundangku ke grup. Di sana, aku mengenal Dok Posma, Mang Due, Koh Deddy Huang, Bik Kartika, Ara, Mang Edy yang sering ngajak salaman, dokter cantik Evita, Kak Maria yang ternyata sama-sama di Jakarta, dan masih banyak yang lainnya. Total ada 52 orang. Cukup buat dua tim sepakbola beserta cadangannya.
Delapan tahun ber-Kompasiana, sejak lulus kuliah, baru bersama Kompasianer Palembang aku berinteraksi.Â
Aku meyakini, aktivitas menulis itu dilakukan sendirian. Namun, menumbuhkan energi menulis itu membutuhkan kebersamaan. Berkomunitas. Bisa berkumpul, berdiskusi, mewacanakan sesuatu, konon, lebih baik dari hanya membaca buku. Apalagi jika bisa membahas buku bersama-sama, itu juga dahsyat.
Nah, setelah mengikuti Danone Blogger Academy, minggu lalu aku balik ke Palembang. Ada acara bincang novel terbaruku, Phi, bersama komunitas literasi di Palembang. Sayangnya, Senin malam. Tadinya, bila hari Minggu sudah tiba di Palembang, aku berencana bertemu Kompasianer Palembang  di Gramedia. Semua punya kesibukan masing-masing bila sudah hari kerja.
Menganut pars pro toto, sebagian untuk menyatakan keseluruhan, akhirnya aku merasa bertemu Kompasianer Palembang. Hal ini membuatku yakin untuk mengajukan pindah tahun depan, pulang kembali ke kampung halaman yang sudah kutinggalkan merantau sejak lulus SMA. Soalnya, aku serius menganggap para Kompasianer Palembang sebagai teman, bukan basa-basi. Semoga suatu hari bisa mencurahkan energi bersama-sama untuk manfaat literasi di kampung halaman tercinta.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H