Mohon tunggu...
Pringadi Abdi Surya
Pringadi Abdi Surya Mohon Tunggu... Penulis - Pejalan kreatif

Lahir di Palembang. Menulis puisi, cerpen, dan novel. Instagram @pringadisurya. Catatan pribadi http://catatanpringadi.com Instagramnya @pringadisurya dan Twitter @pringadi_as

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup Artikel Utama

Menulis Itu Susah, Dik!

29 Maret 2018   13:35 Diperbarui: 31 Maret 2018   13:00 3017
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: Kontenesia.com

Kasus plagiarisme yang dilakukan Devi Eka terus bergulir. Sampai siang ini, disebut-sebut sudah 30 cerita pendek dan 3 buah novel hasil jiplakan (update: dalam klarifikasi, Devi Eka menyebut ia menjiplak 13 cerpen + 1 novel) . Bisa dibilang, inilah kasus plagiarisme terbesar sepanjang sejarah (yang saya tahu), jauh lebih besar dari yang pernah dilakukan Afi Nihaya Faradisa.

Pasalnya, Devi Eka menyontek secara utuh karya-karya tersebut. Hanya diganti judul dan nama tokohnya. Selain itu, berbeda dengan Afi yang mendapatkan ketenaran melalui media sosial, Devi Eka mendapatkan materi dari hasil jiplakannya. Ia bahkan pernah hampir memenangkan sebuah penghargaan utama di UNSA (yang kemudian pihak UNSA mencabut gelar itu, apalagi diketahui karya-karya yang ia kirimkan ke UNSA adalah hasil jiplakan).

Sumber: Rido Arbain
Sumber: Rido Arbain
tangkapan gambar pribadi
tangkapan gambar pribadi
Publik pun marah, geram, tak tahu harus berkata apa lagi untuk kasus ini. Kegeraman itu bertambah manakala ada kesan pembelaan dari bos sebuah penerbit yang telah menerbitkan buku Devi Eka. Semua orang yang mengkritik beliau itu (si bos) bahkan dihapus dari pertemanan di media sosial. Usut diusut, kasus ini sebenarnya sudah tercium sedikit oleh seorang netizen, Rido Arbain, yang mengkritik naskah Devi Eka ke penerbit tersebut. Namun, sayangnya, ia tak mendapatkan tanggapan yang berarti.

Plagiarisme dan Tuntutan Hukum

Berbeda dengan kasus Afi yang mempublikasikan tulisannya di status Facebook, kasus Devi Eka memiliki implikasi yang lebih serius. Penerbitan sebuah buku didasarkan pada perjanjian penerbitan melalui kontrak. Kontrak tentu memiliki kekuatan hukum tertentu. Pelanggaran atas kontrak berarti merupakan pelanggaran hukum. Pihak penerbit sudah seharusnya menuntut Devi secara hukum.

Bukan hanya penerbit, pihak penulis yang dijiplak pun bisa menuntut keadilan. Devi memperoleh royalti dari tulisan yang diakuinya. Ada kerugian material yang diderita penulis asli.

Maka, penjara atau denda, adalah suatu keniscayaan bagi Devi.

Pelajaran Buat Redaktur Payah

Pertanyaan berikutnya, apa kerjaan redaktur yang menerima dan menyeleksi naskah? Sebagai pengelola sebuah jurnal ilmiah, saya selalu dibantu oleh aplikasi plagiarisme checker. Sebagus apapun karya yang hendak diterbitkan, kami harus punya keyakinan memadai bahwa tidak ada unsur plagiarismenya. Bukan cuma plagiarisme utuh yang mudah banget diidentifikasi sebenarnya, melainkan juga plagiarisme yang sifatnya mosaic plagiarisme, atau pun plagiarisme yang tidak disengaja seperti kesalahan dalam cara mengutip.

Di sisi lain, koran-koran juga sepatutnya mengunggah secara elektronik karya-karya yang sudah dimuat sebelumnya untuk memudahkan identifikasi plagiarisme. Dan yang lebih penting, seorang redaktur harus memahami tulisan, memperbanyak pengetahuan dalam bidang kepenulisan agar punya rasa mawas diri, rasa bahasa yang tinggi, untuk mencurigai setiap tulisan yang memiliki kejanggalan.

Menulis Itu Susah!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun