Mohon tunggu...
Pringadi Abdi Surya
Pringadi Abdi Surya Mohon Tunggu... Penulis - Pejalan kreatif

Lahir di Palembang. Menulis puisi, cerpen, dan novel. Instagram @pringadisurya. Catatan pribadi http://catatanpringadi.com Instagramnya @pringadisurya dan Twitter @pringadi_as

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Paradoks Pajak Daerah dan Investasi

25 Oktober 2017   21:57 Diperbarui: 25 Oktober 2017   22:18 1329
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Jalannya diskusi. Dokumentasi pribadi.

Masih banyak orang yang salah memahami tentang pajak di restoran. Bahkan dalam struk yang kita dapatkan, kerap tertulis PPN 10%. Padahal, tidak ada PPN di restoran. Pajak di restoran adalah PB1 atau termasuk dalam pajak daerah yang nilainya juga 10%.

Pajak daerah adalah salah satu sumber dari pendapatan asli daerah bersama retribusi daerah, laba dari BUMD, dan pendapatan asli daerah lainnya yang sah. Dari 542 daerah yang ada, kontribusi pajak daerah terdapat pendapatan asli daerah mencapai 68,5%. Namun, bila dibandingkan dengan belanja daerah, pajak daerah ini baru mampu mencukupi 15,67% belanja  (DJPK, 2016).

Menurut Mamesa (1999). kebijakan keuangan daerah diarahkan untuk meningkatkan pendapatan asli daerah sebagai sumber utama pendapatan daerah yang dapat dipergunakan oleh daerah dalam melaksanakan pemerintahan dan pembangunan daerah. Ketergantungan terhadap pemerintah pusat melalui dana transfer sepatutnya dikurangi. Usaha peningkatan pendapatan asli daerah pun seharusnya dilihat dari perspektif yang Iebih luas, bukan hanya ditinjau dan segi kedaerahan masing-masing melainkan juga dalam kaitan dengan kesatuan perekonomian Indonesia.

Yustinus Prastowo memberikan penjelasan. Dokumentasi pribadi.
Yustinus Prastowo memberikan penjelasan. Dokumentasi pribadi.
Menurut Yustinus Prastowo, penyusunan dan pelaksanaan kebijakan Pajak Daerah sepatutnya dilakukan dengan menaati koridor aturan yang telah disusun. Hal ini demi transparansi dan akuntabilitas. Bagi wajib pajak, pengelolaan pajak seperti ini memberikan kepastian (assurance) atas jumlah dan jenis pajak yang harus dibayarkan kepada pemerintah daerah setempat. Prinsip keadilan sebagai salah satu asas pemungutan pajak juga seyogianya dapat mendorong dunia usaha untuk dapat mengoptimalkan operasional bisnis dan investasinya. Pengembalian atas pajak yang dibayarkan akan mampu berkontribusi pada kelancaran usaha di sektor industri terkait. Pengelolaan perpajakan yang transparan dan akuntabel juga diharapkan
mampu mendorong iklim usaha dan stabilitas investasi yang relatif terjaga dengan baik.

Kurangnya transparansi dan akuntabilitas inilah yang kerap menimbulkan sengketa pada praktiknya. Dalam konteks Freeport, potensi penerimaan pajak dari PT Freeport Indonesia (PTFI) dipastikan bakal meningkat sesuai kesepakatan dalam penerapan Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK). Kepala Dinas Pendapatan Daerah Mimika, Dwi Cholifa, mengatakan, tiga potensi pajak dari Freeport yaitu pajak mineral bukan logam, pajak penerangan jalan (PPJ) dan pajak air permukaan, ditambah pajak Tailing Management System.

Menurut Center for Indonesian Tax Anaylsis (CITA), ada beberapa kasus yang terkait dengan pajak air permukaan. Salah satu jenis pajak yang kerap menjadi pokok sengketa sekaligus menciptakan momok bagi para pelaku usaha adalah Pajak Air Permukaan (PAP) yang diatur di dalam Pasal 2 ayat (1) huruf d UU PDRD Tahun 2009. PAP merupakan pajak atas pengambilan dan atau pemanfaatan air permukaan yang dipungut oleh Pemerintah Daerah Provinsi. Kasus-kasus pajak air permukaan (PAP) ini juga terjadi di beberapa daerah:

Di Sumatera Utara, sektor usaha mendapatkan tekanan dan perlakuan yang kurang adil dalam penyelesaian sengketa/perselisihan oleh pemerintah provinsi setempat. Ketidakjelasan dalam penetapan PAP juga telah mendorong pemeriksaan oleh KPK kepada pihak terkait. Pemerintah pusat akan meninjau lebih lanjut dan memfasilitasi perundingan antar pihak yang berselisih.

Jalannya diskusi. Dokumentasi pribadi.
Jalannya diskusi. Dokumentasi pribadi.

Di Batam, penyesuaian tarif PAP tiba-tiba mengalami peningkatan hingga 900% dari tarif yang ditetapkan dalam Peraturan Daerah (Perda) sebelumnya. Terdapat juga kerancuan pengenaan PAP dengan pembayaran konsesi kepada BP Batam yang di dalamnya juga memuat porsi pembayaran yang disetorkan ke Pemprov Kep. Riau. Kerancuan dan praktik penetapan ganda atas objek pajak yang sama membuat aturan pajak yang tidak selaras dengan paket regulasi setempat yang telah ada. Pemprov juga dianggap tidak memiliki basis perhitungan yang valid dan reliable dalam penyesuaian tarif PAP.

Kasus-kasus semacam di atas bisa berdampak buruk pada stabilitas bisnis dan investasi. Untuk itulah, Pemerintah daerah (Pemda) harus berhati-hati dalam menggenjot penerimaan melalui Pendapatan Asli Daerah (PAD) agar tidak berdampak negatif bagi perekonomian daerah.

Meskipun alasan Pemda utamanya adalah untuk meningkatkan pajak daerah, terbitnya banyak perda yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan maupun tanpa dasar hukum tidak bisa dibenarkan.   "Beban pajak baru tersebut akan memukul dunia usaha karena tidak masuk perhitungan awal dalam keputusan investasi. Salah satu sektor yang terdampak signifikan adalah sektor pertambangan yang bersifat padahal modal dan jangka panjang," kata Yustinus Pratowo.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun