Kesalahan Tere Liye berikutnya adalah membandingkan penghasilannya dengan profesi lain, seperti UMKM. Pajak untuk UMKM dengan omset di bawah 4,8 M adalah 1% (jika tidak ingin repot bikin laporan keuangan). Kesalahan Tere adalah dia tidak bisa menerjemahkan angka 1% dari omset, atau dari total arus kas masuk secara keseluruhan.
Kalau omsetnya 1 miliar, maka pajaknya 10 juta. Tapi, Tere tidak memperhitungkan berapa keuntungannya. Saya berlatar belakang keluarga kelompok tani dan UMKM yang tahu persis pengambilan margin untuk UMKM itu bahkan ada yang hanya 5% bersih. Jika omset 1 milyar, untungnya bisa hanya 50 juta. Sementara, jika Anda penulis dapat 50 juta, Anda nggak perlu bayar pajak, bukan? Atau katakanlah margin umum 10%, atau 100 juta. Kalau Anda penulis, setelah disetahunkan, Anda hanya akan membayar 5% x 46 juta atau 8,3 juta rupiah. Masih lebih rendah, bukan?
Kesalahan ketiga, jika tidak menjual di toko, Tere mau ngapain? Menulis secara gratis? Atau bikin buku sendiri dan jualan online? Oh, hal itu tentu tidak menghapus kewajiban perpajakan. Bedanya hanya jadi self-assessment, kita yang menghitung dan menyetor pajak kita sendiri. Kalau tidak menyetor tidak apa-apa, sampai pemeriksa turun dan kita bisa kena denda 2-4 kali lipat dari pajak terutang lho. Tahun depan Pajak bisa melihat dan menganalisis transaksi di rekening pribadi kita lho.
Satu-satunya Hal Benar dari Tere Liye
Meski dibangun dengan argumentasi yang keliru, ada satu hal baik dari tindakan Tere Liye. Penulis melawan. Tindakan politis Tere Liye sebenarnya lebih bagus ditujukan untuk memangkas porsi distribusi dan toko buku. Dengan statusnya sebagai penulis bermassa besar, Tere Liye bisa menjadi benchmark bahwa pada saatnya penulis tak butuh toko buku. Dia bisa cukup berjualan online dan menambah penghasilannya 52% dari pengalihan distribusi dan toko tadi.
Langkah itu bisa jadi lebih baik hati bila ia tidak rakus sehingga ketimbang memakan 52% untuk dirinya sendiri, ia bisa memotong setengahnya 26% untuk diskon. Hal ini akan menyebabkan buku menjadi lebih murah.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H