Mohon tunggu...
Pringadi Abdi Surya
Pringadi Abdi Surya Mohon Tunggu... Penulis - Pejalan kreatif

Lahir di Palembang. Menulis puisi, cerpen, dan novel. Instagram @pringadisurya. Catatan pribadi http://catatanpringadi.com Instagramnya @pringadisurya dan Twitter @pringadi_as

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Narasi Kebangsaan dalam Novel Rahwana

20 Juli 2017   09:03 Diperbarui: 20 Juli 2017   09:05 2472
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cover belakang Novel Rahwana. Sumber: Javanica

Siapa saja yang pernah menyimak Ramayana seharusnya memiliki pertanyaan,  jika Rahwana sebegitu kejam dan tidak bermoralnya, kenapa ia sama  sekali tidak menyentuh Shinta? Dan jika Rama sebegitu baik dan  bermoralnya, kenapa ia membiarkan Shinta dilalap api untuk membuktikan  kesuciannya setelah Alengka dihancurkan? Tak sampai di situ, setelah  Shinta dibuang ke hutan, mengandung hingga melahirkan sendirian, dengan  ditemani seorang begawan suci... ketika ingin kembali ke pelukan Rama,  Rama justru tak bisa menolak prasangkaan para brahmana bahwa mungkin  Shinta sudah diapa-apakan oleh sang begawan dan disuruh melakukan  pembuktian sekali lagi, yang menyebabkan akhirnya Shinta bunuh diri?

Rahwana. Sumber: Javanica
Rahwana. Sumber: Javanica
Jawaban pertanyaan-pertanyaan tersebut tersaji dalam novel Rahwana,  sebuah kisah rahasia, yang ditulis oleh Anand Neelakantan. Novel ini  merupakan narasi subversif dari sisi bangsa Asura yang kalah dalam  peperangan tersebut.

Sejarah selalu ditulis oleh sang pemenang. Dan yang kalah juga  membuat versi sejarah lain yang biasanya berbeda oleh pemenangnya. Mana  kebenaran, kita sendiri yang memilih untuk meyakini yang mana.

Hal hebat dari novel ini ialah menyajikan Asura, Dewa, dan Wanara  sebagai makhluk biasa ("manusia") yang berbeda ras dan agama. Ramayana  adalah kisah pertarungan antara bangsa Asura dan bangsa Dewa, dengan  suku Wanara di tengah-tengahnya. Bangsa Asura sering disebut sebagai  Raksasa karena perawakannya yang besar dan hitam dengan rambut keriting.  Bangsa Asura ini adalah bangsa penganut Siwa, pengikut asli Siwa yang  sempat berjaya sekian lama, mencapai puncak peradaban yang agung sebelum  bangsa Dewa (bangsa yang berkulit cerah) dengan cerdik menghancurkan  kekuasaan Asura. Kemenangan bangsa Dewa dipimpin oleh Wisnu, dengan  panglimanya bernama Indra, yang atas kejayaan itu Wisnu kemudian  dituhankan, begitu juga Indra. Sementara itu, suku Wanara adalah suku  campuran. Wanara berarti kera. Namun ini adalah metafora untuk ejekan  bagi mereka, karena Wanara adalah suku campuran antara bangsa Asura  dengan bangsa Dewa. Mereka dikucilkan dari Asura maupun Dewa dan  akhirnya membentuk kelompok sendiri di hutan-hutan dan kemudian menjadi  penting karena kepemimpinan Subali.

Lalu siapa Rahwana?

Rahwana terlahir dari ayah Brahmana dan ibu Asura. Ia begitu jengah  dengan kehidupan bangsa Dewa dengan sistem kastanya dan kehancuran  bangsa Asura yang disebabkan oleh tidak adanya persatuan bangsa Asura.  Ia ingin membawa kejayaan Asura sekali lagi. Dan takdir mempertemukannya  dengan Mahabali, Maharaja terakhir Asura yang sudah terasing. Mahabali  menjadi guru bagi Rahwana. Namun ada satu hal yang ditolak Rahwana dari  Mahabali, yakni ketika Rahwana diminta untuk menanggalkan 9 sifat alami  manusia, dan menyisakan satu saja, yakni akal budi.

Rahwana mempertahankan kesepuluh sifat alami itu (salah satunya  cinta) karena itulah yang membuat dirinya hidup sebagai manusia. Ia  tidak menghilangkan sifat-sifat itu. Karena itulah, ia disebut Dasamuka.

Dengan segala permasalahannya, kemudian Rahwana pelan-pelan berhasil  membangun kejayaan Asura. Dari kerajaan kecil, Alengka mencapai puncak  peradabannya.

Shinta dan Rahwana

Bangsa Asura sangat percaya pada ramalan. Ketika anak pertama Rahwana  lahir, ia mendapat ramalan anak perempuannya akan membawa kehancuran  bagi bangsa Asura. Karena itu, dalam suatu kesempatan, ketika Rahwana  ditangkap Arjuna Wiwaha, para pengikut Rahwana memanfaatkan kesempatan  itu untuk membunuh anak Rahwana. Bhadra, orang kepercayaan Rahwana  ditugasi untuk membuang anak itu ke jurang. Namun, Bhadra yang tahu  junjungannya sangat mencintai anaknya tak sampai hati membunuh anak itu.  Di hutan, ia malah mendengar derap pasukan bangsa Dewa dan meninggalkan  anak itu. Ia memanjat pohon dan tetap mengawasi apa yang terjadi. Anak  itu dipungut oleh seorang raja bangsa Dewa. Dan nama anak itu Shinta.

Setelah Rahwana ditebus, dan mengetahui kenyataan anaknya menghilang,  ia begitu marah. Ia tahu pengikutnyalah yang melenyapkan anaknya. Ia  mencari Bhadra, dan mengetahui kenyataan Shinta tidak mati. Ia justru  membiarkan Shinta diasuh bangsa Dewa daripada akan dibunuh lagi oleh  pengikutnya.

Namun seorang ayah tetaplah seorang ayah. Ketika sayembara pernikahan  Shinta, ia datang dan menyaksikan Rama, seorang pangeran Ayodya yang  terbuang, dianggap memenangkan sayembara meski sebenarnya Rama tak  benar-benar berhasil menarik busur panah.

Pernikahan Rama dan Shinta terjadi. Dan amarah Rahwana bergejolak  manakala Laksmana memotong payudara Sarpakenaka, adiknya. Ia juga  mendengar kelicikan Rama yang memanah Subali ketika Sugriwa mengudeta  kakaknya itu. Ia tidak ingin Shinta bersama seseorang yang licik seperti  mereka. Rahwana pun menculik Shinta bersama Marica yang menyamar  menjadi kijang kencana untuk mengalihkan perhatian Rama. Marica, paman  Rahwana, gugur saat itu.

Narasi Kebangsaan

Hal menarik lainnya dari cerita ini adalah pelajaran kebangsaan yang  disadari Rahwana. Kejatuhan Asura adalah buah keteledoran Asura. Mereka  tidak pernah menyangka Wisnu dengan kelompok yang sedikit berhasil  menjatuhkan Asura.

Hal itu dimulai dengan masuknya para brahmana ke Asura, meminta izin  untuk melakukan pengajaran. Ternyata pengaruh brahmana dengan sistem  kastanya dengan cepat mempengaruhi bangsa Asura yang pro-kesetaraaan.

Hal yang sama juga terjadi berabad-abad kemudian dalam cerita  kejatuhan Cordova. Jika ingin menghancurkan sebuah bangsa, maka  infiltrasi/susupi dulu keyakinan, cara hidup, dan kebudayaannya.  Kejayaan Islam di Eropa itu jatuh manakala anak mudanya mulai  terpengaruh cara hidup barat dan tidak peduli pada identitasnya sendiri.  Ketika sudah lemah pertahanan kebudayaannya, itulah saat yang tepat  untuk penyerangan militer.

Situasi itu juga patut dijadikan pelajaran bagi bangsa kita karena penulis sekarang melihat banyak upaya testing the water dilakukan oleh pihak-pihak yang ingin memecah belah bangsa kita.

Kedua, akan selalu ada pihak yang berkhianat. Sebuah bangsa jatuh  bukan cuma karena kuatnya pihak lawan, tetapi karena ada rongrongan  pengkhianat dari dalam. Dalam agama, umat tidak akan hancur oleh kafir,  melainkan oleh para munafik.

Situasi itu dialami oleh Rahwana. Wibisana, adiknya sendiri,  mengkhianati Rahwana karena Wibisana percaya pada sistem yang dibangun  Wisnu. Baruna, sang panglima angkatan lautnya, juga menyeberang ke pihak  Rama karena ia adalah orang yang pragmatis. Lankini yang menjaga hutan  selatan Alengka juga membiarkan para Wanara mengambil tanaman obat untuk  mengobati Rama yang terluka parah karena pertarungan dengan Indrajit  (anak Rahwana), dan peristiwa ini menewaskan Prahasta, sang Mahapatih.

Prahasta, sang Mahapatih juga sempat memberikan pelajaran berharga  manakala pasukan Rahwana hendak menerobos istana Yama untuk membebaskan  Kumbakarna. Pengkhianat dari istana Yama yang membocorkan jalan rahasia  adalah orang pertama yang ditusuk Prahasta, karena pengkhianatan adalah  karakter. Sekali berkhianat, ia akan seterusnya berkhianat.

Rahwana pun akhirnya kalah dari Rama dalam peperangan tersebut.

Lalu bagaimana nasib Rama?

Dalam Ramayana, tidak banyak yang mengetahui sampai akhir nasib sang  penakluk Maharaja Alengka tersebut. Rama justru menderita setelah  kehilangan Shinta, dan hanya menyisakan sang adik, Laksmana di sisinya.  Ia dikelilingi oleh para brahmana yang ternyata ingin menancapkan  kekuasaan penuh pada Rama.

Sang adik dijebak dan kemudian dihukum mati. Rama tak bisa melakukan apa-apa karena alasannya adalah aturan Wisnu.

Hikmah penting di sini adalah, waspadailah jika ada agamawan yang  masuk ke kekuasaan. Agamawan yang sudah dimabuk kekuasaan justru  memiliki potensi bahaya yang mahadahsyat.

Cover belakang Novel Rahwana. Sumber: Javanica
Cover belakang Novel Rahwana. Sumber: Javanica

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun