Mohon tunggu...
Pringadi Abdi Surya
Pringadi Abdi Surya Mohon Tunggu... Penulis - Pejalan kreatif

Lahir di Palembang. Menulis puisi, cerpen, dan novel. Instagram @pringadisurya. Catatan pribadi http://catatanpringadi.com Instagramnya @pringadisurya dan Twitter @pringadi_as

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Masjid Salman, Antara Kenangan dan Permintaan Maaf Said Agil

26 Mei 2017   11:49 Diperbarui: 26 Mei 2017   11:58 1582
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Masjid Salman ITB. Sumber: Merdeka.com

Teman saya yang kehilangan sepatu itu memang alim, nggak kayak saya. Dia kerap bertilawah di koridor masjid seusai salat. Saat itulah, ada laki-laki yang menghampirinya. Dari mengajak ngobrol biasa, lalu lelaki ini mulai masuk ke perdebatan substansial mengenai negara. Ya, dia mengincar teman saya untuk masuk NII. Untunglah teman saya ini nggak bego kayak saya. Dia oh-oh kan saja setiap argumennya sampai bosan dan meninggalkannya. Ada banyak cerita mahasiswa ITB yang broken karena berhasil dipengaruhi NII karena mereka diharuskan membayar semacam iuran begitu.

Hal mirip terjadi pada teman satu kos saya di STAN. Tiba-tiba dia masuk ke kamar saya dan bertanya, apakah saya tahu NII? Saya pun langsung menduga ada sesuatu yang terjadi padanya. Dan benar dia bercerita, baru ditemui seseorang, lalu diajak dialog tentang Islam, dan entah kenapa ia menurut saja saat ia dibawa ke ATM dan mentransfer sejumlah uang (kalau nggak salah 5 juta waktu itu). Saya balik bertanya, apakah dia sempat diajak ke suatu tempat untuk dibaiat. Ia bilang katanya belum, baru Minggu ini. Dan kukatakan padanya untuk sadar akan bahayanya NII kalau sudah dibaiat. Dia tampak linglung waktu itu dan saya tak tahu apakah cara rekrutmen mereka ada hubungannya dengan hipnotis. Padahal teman satu kos saya itu punya sertifikat hypnotheraphy. Kemudian dia baru bercerita teman yang mengajaknya itu seorang perempuan, dan cantik. Dan baru kubilang wajar....perempuan memang melenakan. Hehe.

Apapun itu, saya bersyukur sekali ketika ketua umum PBNU itu meminta maaf dan mengaku khilaf atas ucapannya setelah berdiskusi dengan beberapa pengurus Salman untuk klarifikasi. Saya nggak ngerti juga kenapa radikalisme disebut melulu akhir-akhir ini, dan nggak tahu kepada kelompok mana ia harus disematkan. Ketika orang-orang membicarakan FPI, HTI, PKS, dll...saya justru teringat NII dan entah kenapa sampe sekarang organisasi ini diam-diam masih ada, dan masih saja ada yang percaya, padahal aslilah, saya pikir motif mereka cuma ngumpulin iuran dari anak-anak yang sudah tercuci otaknya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun