Setiap hari kerja aku harus menggunakan moda transportasi Ojek Online. Karena ada promo, belilah aku grabpay 100 ribu dengan bonus 100 ribu juga. Tentu promo ini menarik banget. Apalagi dalam transaksi hariannya, memakai Grabpay bisa dapat potongan 50%. Jadinya, dari Stasiun Gondangdia ke kantor, aku hanya harus membayar sekitar Rp4.000,- saja. Menggiurkan bukan?
Namun, kenyataan di lapangan memunculkan variabel lain. Setiap pagi, saya kesulitan mendapat driver Grab bila metode pembayaran menggunakan Grab Pay. Paling cepat perlu menunggu dua pencarian, pernah tiga kali, dan pernah pula bermenit-menit sehingga harus kubatalkan pesan dan mengganti ke Ojek Online yang lain. Padahal, 1 menit begitu berharga. Telat 1 menit ke kantor, potongannya lumanyun dah.
Singkat kisah, bertemulah saya dengan driver Grab yang bersedia menjemput, dan saya curhat. Lalu si abang itu menyiyakan. Memang begitu keadaannya kalau pagi. Jarang sekali ada driver Grab yang mau mengambil pesanan kalau pakai Grabpay. Mereka lebih suka uang tunai, buat beli bensin, rokok, atau uang kembalian nantinya. Selain itu, proses transferan kalau di Grab itu 5 hari kemudian. "Bagaimana kami bisa beli bensin, beli rokok... kalau uang baru cair 5 hari kemudian? Grabpay susah, Bang, yang ngambil, apalagi kalau sudah pakai Grabpay terus pake promo...."
Grab memang tidak mengotomatisasi pesanan seperti Uber. Jadi driver punya hak untuk ambil atau tidak pesanan itu. Kenyataan pilihan seperti tadi bikin customer tidak puas. Hendaknya pihak Grab memikirkan solusi dengan insentif tertentu. Misalnya driver yang ambil pesanan Grabpay mendapat poin lebih tinggi, atau kredit ke driver tersebut lebih tinggi dari pesanan dengan menggunakan uang cash, plus proses transferan yang lebih memuaskan para driver...sehingga pelayanan ke customer lebih baik lagi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H