Mohon tunggu...
Pringadi Abdi Surya
Pringadi Abdi Surya Mohon Tunggu... Penulis - Pejalan kreatif

Lahir di Palembang. Menulis puisi, cerpen, dan novel. Instagram @pringadisurya. Catatan pribadi http://catatanpringadi.com Instagramnya @pringadisurya dan Twitter @pringadi_as

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup Pilihan

Dari Kompasiana, Gagal Berangkat ke Ubud

24 Oktober 2016   11:12 Diperbarui: 24 Oktober 2016   15:49 122
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Momen terbaik kadangkala justru momen kegagalan. Ketika gagal, kita kerapkali menyadari suatu hal yang penting yang bisa dijadikan inspirasi.

Salah satu destinasi yang sangat ingin kutuju adalah Ubud. Beberapa kali aku ke Bali, tapi belum pernah ke Ubud. Beberapa kali pula ikut mengirim aplikasi agar menjadi penulis terpilih di Ubud Writers and Reader Festival, tetapi belum beruntung juga. Lalu Kompasiana pun menyelenggarakan sebuah kompetisi blog Pesona Indonesia. Hadiahnya keliling Ubud non-tiket pesawat. Aku pun ikut serta.

Ketika pengumuman lomba, namaku tidak ada. Sedih rasanya. Keesokan harinya, sebuah telepon masuk. Dari Kompasiana. Katanya, satu peserta menyatakan tidak bisa hadir. Aku jadi pemenang cadangan. Bahagianya luar biasa walau jadi pemain cadangan. Berharap bisa jadi Ole Gunnar Solksjaer. Masuk menjadi pemain pengganti, dan selama liputan di Ubud justru bisa memenangkan kompetisi blog di sana di antara sepuluh peserta yang hadir.

Namun, Desi Ratnasari kadang-kadang suka benar. Takdirku yang hilang. Sudah beli tiket, sudah izin tidak masuk kuliah, sebuah headline berita kubaca. Gunung Rinjani batuk-batuk. Mengeluarkan asap. Pada H-1, penerbangan ke Lombok ditutup. Lalu arah angin berubah. Pada hari yang seharusnya jadi hari keberangkatan, bandara di Bali pun ditutup. Asap dan material lain dari gunung tersebut menyelimuti Bali. Melihat time frame, tiket masih bisa diundur sambil berdoa agar angin tidak mengarahkan asap ke Bali. Namun, apa daya, sampai hari besok, bandara ditutup. Aku menyerah. Lalu mengkreditkan tiket di web AirAsia.

Teman-teman peserta yang lain tetap berangkat. Mereka nekat menempuh jalan sampai Surabaya lalu menyambungkan perjalanan melalui darat dan lautan. Karena jadwal kuliah, dan mempertimbangkan kondisi fisik yang bakal kelelahan, saya tak melakukan itu. Harapan ke Ubud itu pun melayang. Bahkan tiket yang dikreditkan itu pun tak pernah kupakai hingga saat ini. Kadang-kadang alam semesta memang menguji manusia dengan harapan palsu. Hehe.

Bergabung di Kompasiana sejak 19 Juni 2010, aku sering mengikuti kompetisi blog. Namun, selama itu pula, baru dua kali aku mendapatkan hadiah. Pertama, pemain cadangan dalam cerita ini. Kedua, voucher hotel di sebuah hotel bintang 5 di Pondok Indah. Yang ketiga sebenarnya ada juga, voucher Rp100.000,- karena jadi sekian orang penulis pertama lomba. Namun, keburu pindah rumah ke Depok sehingga entah hadiah itu sudah dikirim atau belum.

Dalam 6 tahun lebih ini, aku menghasilkan 223 artikel. Dibaca 94.800. 13 tulisan menjadi headline. Kebanyakan tulisan itu berupa puisi, catatan sepakbola, atau soal ekonomi. Cara menulisku sangat personal. Aku tahu ini dengan sendirinya membatasi ruang lingkup tulisanku sendiri. Pelan-pelan aku memperhatikan tulisan teman-teman. Di Kompasiana ini banyak tulisan yang bagus, secara teknik maupun konten. Aku mencoba belajar dan di sela-sela waktu kerjaku, aku tetap menulis. Juga masih mencoba menulis buat kompetisi blog. Mana tahu suatu saat ada keberuntungan menghinggapiku kembali.

Momen terbaik adalah kegagalan. Saat Rinjani berasap itu, aku menyadari suatu hari Tuhan pasti akan membawaku ke Ubud, entah bagaimana caranya. Seperti banyak kegagalan lain yang pernah kualami di sepanjang hidupku. Ketika SMA misalnya, pernah mengikuti sebuah kompetisi saat aku kelas 2 SMA, namun terhenti di babak akhir. Kelas 3 aku ikuti lagi kompetisi itu, kemudian aku menang. Ketika kuliah di ITB, aku sempat DO. Kemudian ikut tes lagi, keterima di D3 STAN. Balik lagi dapat kekasih, lulusan ITB. Ketika seleksi DIV STAN, tes pertama dan kedua aku gagal. Di kesempatan ketiga aku berhasil keterima. Ketika sidang skripsi, sidang pertama aku nggak lulus... sidang kedua baru lulus (suram yah).

Momen terbaik bagiku mungkin adalah momen kegagalan, karena di saat itu aku menyadari betapa manusia lemah, namun manusia bisa bangkit untuk melakukan sesuatu yang lebih baik.

Jadi, kapan ya aku bisa ke Ubud?

Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun