2. Peran Perbankan
Peran bank-bank dalam menyosialisasikan Tax Amnesty ini begitu beragam dan sangat menarik. Perbankan memang memiliki kepentingan terhadap Tax Amnesty. Bayangkan dana segar yang masuk ke Indonesia melalui bank-bank itu adalah berkah buat mereka. Jadinya, mereka juga sangat kreatif dan berebut perhatian dari para wajib pajak dalam mengampanyekan Tax Amnesty.
3. Perubahan Sikap Ditjen Pajak
Di awal, Tax Amnesty menuai banyak kritik dari sisi pelaksanaannya. Di lapangan terdapat banyak keluhan gaya sosialisasi yang seperti ancaman kepada wajib pajak. Di Kompasiana bahkan soal kesalahan branding yang dilakukan beberapa kali menjadi headline. Hal ini dengan cepat melahirkan antipati yang harus segera diatasi oleh pemerintah.
Untungnya, Ditjen Pajak menyadari hal itu. Tax Amnesty adalah hak. Bukan kewajiban. Dengan pernyataan itu, aparatur sipil negara DJP kemudian merealisasikan bahwa sebagai hak, maka ada pelayanan terhadap hak. Momentumnya adalah penambahan jam pelayanan Tax Amnesty, baik itu penambahan jam kerja dan penerimaan pelayanan bukan di hari kerja.
Soal jam pelayanan ini adalah bahasa terbaik yang dimiliki DJP. Ini menegaskan konsep NPS, New Public Service. Pemerintah adalah pelayan masyarakat. Pemerintah yang butuh Tax Amnesty ini berhasil. Karena itu, tak ada salahnya pemerintah meletakkan tangannya di bawah kepada CEO Republik Indonesia, yakni rakyat.
Akhir kata, keberhasilan Tax Amnesty ini perlu disukseskan. Tahap 1 berakhir hari ini. Dan masih ada tahap selanjutnya dengan kenaikan tarif tebusan. Tidak tinggi. Semoga saja antusiasme itu tetap terjaga dan pada tahun ini khususnya, kita bisa terbebas dari ancaman cash flow shortage yang sempat begitu menghantui.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H