Pembunuh. Bisa jadi berprofesi sebagai pembunuh. Bisa juga berarti orang yang membunuh.
Â
Lalu bagaimana dengan penyair? Apakah penulisan penyair sudah benar?
Kata dasarnya adalah syair. Bila mengikuti penasalan, bentukan katanya adalah pensyair. Yang berarti orang yang menulis atau membaca syair. Tapi bila itu dikaitkan dengan profesi, aturan dasar membentuk kata itu menjadi pesyair. Tapi bahkan kata pesyair tak lazim didengar.
Sebelum teori, kita kudu memahami konstruksi teori. Konstruksi teori ada berdasakan pendekatan-pendekatan. Ada pendekatan semantik, sintaksis, pragmatis, pragmatis deskriptif, normatif, positif, dan lain-lain.Â
Nah, seperti diungkapkan di awal, bahasa itu metafora, dalam artian dia berusaha menangkap realitas. Maka, tak salah kalau dikatakan kalau bahasa itu dinamis karena bahasa mengikuti manusia. Manusia berubah dari zaman ke zaman. Pembakuan bahasa yang tak betul memilih pendekatan atau tak justru tak melakukan pendekatan terhadap manusianya akan kalah. Bahasa bisa jadi musnah karena manusia tidak mau memakai bahasa itu. Bahasa dianggap tidak mewakili mereka.
Dalam hal penyair merujuk ke arti profesi, saya meyakini kata yang benar adalah penyair. Pendekatan positif yang berlaku.
Inilah yang menyebabkan kita tak perlu heran bila ada perbedaan pendapat dari para pekerja bahasa. Kita juga mengenal adanya selingung. Gaya selingkung adalah pedoman tata cara penulisan. Setiap penerbit biasanya memiliki gaya selingkung yang berbeda-beda.Â
Kebakuan adalah orotitas yang dipegang oleh Pusat Bahasa. Tidak setuju dengan Pusat Bahasa boleh-boleh saja asal kita punya ilmu untuk mendasari ketidaksetujuan itu.
Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) sudah edisi keempat sekarang (atau mau edisi kelima?). Ejaan yang Disempurnakan (EyD) sudah menjadi Ejaan Bahasa Indonesia (EBI). Selalu ada yang berubah, selalu ada yang baru.
Satu contoh, sebagai penutup, tentang kegalauan Pusat Bahasa dalam menentukan kebakuan.Â